Share

04. Malu

Pagi ini, kelas Alexa bersama teman satu kelasnya sedang melakukan perenggangan badan untuk pemanasan dengan pak Andi sebagai pemandu. Sekitar lima belas menit lamanya, kelas 11 IPA 2 akhirnya selesai dengan pemanasannya.

“Oke, sekarang kalian keliling lapangan 5 kali!” instruksi pak Andi yang langsung dilaksanakan seluruh murid 11 IPA 2.

Empat orang lelaki yang adalah Kafka, Lion, Arkan dan Devan tiba-tiba memasuki lapangan membuat fokus Alexa tertuju ke arahannya. Chika yang melihat itu segera menyenggol bahu Alexa sembari melemparkan senyum menggoda. “Bebeb tuh,” katanya sembari menunjuk Kafka dengan lirikan mata.

“Hilih,” balas Alexa. Gadis itu mencuri pandang ke arah Kafka yang terlihat sedang berbincang dengan pak Andi hingga lima menit kemudian Pak Andi meniup peluit yang bertengger pada lehernya.

“Setelah kalian lari mengelilingi lapangan, kalian bisa berpindah menuju ke lapangan sebelah. Kita hari ini belajar bermain bulutangkis,” instruksi Pak Andi yang langsung diiyakan seluruh siswa maupun siswi 11 MIPA 3.

“Kalian pemanasan lebih dulu aja,” titah Pak Andi kepada Kafka cs.

“Baik, Pak,” Kafka menganggukkan kepalanya lantas membuat barisan bersama ketiga temannya sementara pak Andi berlalu pergi. Di tengah-tengah kegiatan pemanasan yang Kafka lakukan, lelaki itu terus menatap Alexa yang terlihat sedang berlari kecil mengelilingi lapangan sembari berbincang dengan Chika.

Tidak sampai setengah jam lamanya, Alexa bersama teman satu kelasnya pun selesai dengan lari mengelilingi lapangan pun dengan Kafka cs yang melakukan pemanasan. Arkan yang melihat kekasihnya menyudahi acara pemanasan pun berlari kecil menghampiri gadis itu dan membantu menyeka keringatnya membuat Alexa merotasikan bola matanya jengah. “Pamer terosss!” serunya.

“Kalau iri sana minta sama Kafka buat diseka keringatnya,” seru Chika yang langsung dibalas anggukan setuju oleh Arkan.

“Ogah,” tolak Alexa. Gadis itu kemudian mempercepat langkahnya hendak menyusul Naura, Rania, Alisa dan Clara yang berada di depannya namun teriakan Arkan yang tiba-tiba membuat Alexa menghentikan langkahnya dengan mata membola.

“KAFKA, KATANYA ALEXA SUKA SAMA ELO, MINTA DISAYANG KATANYA!” seperti itulah kalimat yang terlontar dari bibir Arkan.

Kafka yang kala itu hendak melangkah keluar gerbang seketika mengehentikan langkahnya pun dengan teman-teman yang lainnya. Semua pasang mata mengarah pada Alexa yang kini mematung di tempatnya dengan wajah merah padam menahan malu.

Alexa membalikkan badannya menatap Arkan yang tertawa layaknya seseorang yang tidak memiliki dosa. Melihat itu, Alexa pun menggeram kesal dengan kedua tangan yang terkepal. “Lo apa-apaan, sih?” serunya marah.

“Kan bener yang gue bilang, lo suka sama Kafka,” ujar Arkan membuat kekesalan Alexa semakin mencapai ujung kepala.

Gadis itu menatap Arkan sengit, mendengus sebal lantas membalikkan badan dan berlalu meninggalkan lapangan tanpa mengucapkan sepatah kata. Alexa bahkan melintasi Kafka yang menatapnya tanpa meliriknya.

“Jadi, beneran si Alexa suka sama Kafka?” ujar Rania menatap ketiga temannya.

“Wah, lo okay kan, Ra?” Naura menatap Clara yang terlihat biasa saja.

“Kenapa juga gue harus nggak baik-baik saja. Mamas udah paling sempurna,” seru Clara.

“Kalau iya Alexa suka sama Kafka, Arkan keterlaluan banget sih teriak kek gitu di depan umum,” Alisa menimpali.

“Malu banget tuh pasti,” sambung Rania.

“Bubar!” teriak Lion membuat semua siswa siswi yang sekarang saling membisiki satu sama lain itu menghentikan aktivitasnya dan melanjutkan langkahnya untuk menuju lapangan bulu tangkis.

“Kita tunggu kabar baiknya, yang,” bisik Arkan kepada Chika yang langsung dibalas anggukan oleh gadis itu.

Semua siswa-siswi pun bergegas menuju lapangan bulu tangkis tak terkecuali Kafka. Hari ini laki-laki itu akan latihan bersama dengan teman-teman satu teamnya sebelum menuju pertandingan yang akan diselenggarakan pada hari Jum'at nanti di SMA Taruna Bangsa.

***

Sudah hampir satu jam Alexa berdiam diri di perpustakaan dengan sebuah buku bacaan di atas meja, tepatnya di hadapannya. Kedua sikunya bertumpu di atas meja dengan tangan yang memegang pelipisnya. Pikirannya tidak bisa fokus dengan novel yang sedang dibacanya. Kejadian di lapangan basket tadi benar-benar seperti kaset rusak yang selalu berputar di kepalanya.

“Ya ampun, malu banget gue sumpah,” monolog Alexa. Gadis itu benar-benar tidak memiliki nyali untuk keluar apalagi kalau sampai ketemu dengan Kafka.

Alexa memejamkan matanya dengan kedua telapak tangan yang menutupi wajahnya. Ia kesal tetapi ada perasaan lain yang menyelinap ke dalam hatinya, semacam rasa suka. Alexa tiba-tiba mengulum senyumnya saat bayangan wajah Kafka melintas di kepalanya.

“Masa iya sih gue udah beneran naksir sama Kafka?” cicit Alexa.

***

Alexa mendudukkan dirinya tepat di sebelah Chika dan teman-temannya yang lain. Acara bermain bulu tangkis masih berlangsung dan kali ini tim Kafka melawan kelas Alexa.

“Abis dari mana?” tanya Chika tanpa mengalihkan atensinya dari cogan-cogan yang sedang berjuang untuk menang.

“Kepo lo,” Alexa menjeda kalimatnya, gadis itu kemudian memutar lehernya menatap Chika. “Lo sama Arkan sengaja ya tadi? Bikin gue malu aja!”

Ucapan Alexa kali ini berhasil membuat perhatian Chika teralih untuk menatapnya. “Iya, biar kalian cepat jadian.”

“Hilih, lo denger baik-baik nih ya, tidak akan pernah terjadi apa-apa di antara gue dan Kafka!” tegas Alexa kemudian mengalihkan atensinya untuk menatap para lelaki yang sekarang sedang bertanding.

“Ya udah, kita lihat aja nanti bakal ada apa di antara elo dan Kafka!” tandas Chika.

***

Alisa menyenggol bahu Alexa kala dirinya tidak sengaja berpapasan dengan Kafka cs yang kebetulan baru kembali dari ruang ganti. “Kafka noh!” ujar Alisa menggoda.

Alexa yang melihat Kafka sedang berjalan ke arahnya pun segera menutupi wajahnya menggunakan telapak tangannya sampai Kafka benar-benar melintasinya.

“Malu banget gue anjir,” seru Alexa sembari menghela nafas lega.

“Malu-malu tapi mau,” goda Chika.

Sementara Kafka lelaki itu hanya memasang wajah datarnya, biasa saja seperti tidak terjadi apa-apa. Arkan yang melihat itupun segera menegurnya.

“Ka, tadi papasan sama calon pacar masak nggak disapa?”

Lion yang mendengar itu sontak tertawa. “Tuh cewek napa sih pakai mukanya ditutup-tutupi segala, malu banget keknya ketemu sama si Kafka.”

“Ya gimana, abisnya Kafka buaya berkedok alim,” sambung Devan membuat tawa teman-teman memecah seketika.

“Menurut lo bertiga, bakal ada apa di antara gue sama tuh cewek?” seru Kafka bertanya.

“Nggak sampai jadian udah ngilang,” cetus Arkan membuat Kafka menghadiahi sebuah pukulan dikepalanya.

“Di dalam kamus Kafka, tidak ada sejarahnya cogan ditinggalkan,” ujarnya mantap dengan rasa percaya diri yang tinggi. Yap, itulah seorang Kafka yang sebenarnya. Kafka yang terkenal dengan wajah tampan, murid berprestasi di segala bidang adalah seorang playboy.

“Kali ini beda, kalau lo berfikir Alexa bakal ngejar lo, lebih baik lo tepis pikrian lo itu karena tuh cewek nggak akan ngelakuin hal itu!” tandas Lion.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status