Share

Benih Penerus Keturunan Mertua Di Rahimku
Benih Penerus Keturunan Mertua Di Rahimku
Penulis: black_honey7289

1. Suami Yang Tak Bisa Membuahi

“Mommy, tadi malam Elena memintaku memegang dadanya.” Celotehan Leon mengagetkan semua orang yang ada di atas meja makan.

“A-apa?” Caitlyn tertawa tak nyaman, sementara Reviano Lawrence yang sejak tadi memang diam hanya bisa menghentikan gerakan sendoknya.

“Dia membuka seluruh pakaiannya dan berbaring di depanku. Aku takut. Tolong bilang padanya agar tak melakukan hal itu lagi karena dia terus memaksaku mendekatinya. Mulai malam ini aku tidur dengan Mommy saja ya?”

Merah padam wajah Elena mendengar Leon mengadukan semua yang terjadi semalam. Memang benar dia melakukan itu, tapi kan...

Mendadak wajah Caitlyn berubah menjadi muram. Apalagi saat melihat Leon -putra semata wayangnya- sedang sibuk memainkan sendok di udara, seolah sedang menerbangkan sebuah pesawat di tangannya.

Putra kesayangannya yang sudah berusia hampir 35 tahun itu memang mengalami keterbelakangan mental.

Leon Lawrence, satu-satunya penerus keturunan keluarga Lawrence memang bukanlah seorang yang normal. Meski kalau dilihat sekilas seakan tak ada hal aneh darinya.

Wajah Leon lumayan oke dan badannya tinggi. Orang yang baru pertama kali bertemu pastilah menyangka kalau dia sosok yang sempurna.

Namun saat tahu keadaan Leon, satu persatu menjauh dan menjaga jarak. Mungkin hal itu pula yang menyebabkan tak ada wanita yang mau mendekati Leon meski dia adalah anak CEO yang kaya raya.

Adapun sebagai orang tua, Reviano dan Caitlyn tampak terpukul dengan pengakuan putranya yang autis itu. Seakan sebuah kenyataan menyadarkan mereka, bahwa Leon juga tak normal sebagai pejantan.

Lelaki itu tak memiliki hawa nafsu.

“Dasar orang tak waras! Kau tidak pantas punya istri karena impoten! Kalau saja bukan karena terpaksa, aku juga tak akan mau menikah denganmu!” Elena berteriak marah sambil berdiri.

Tak peduli dengan kedua mertuanya, Elena berlari masuk ke kamar sambil menangis. Meski harus dimarahi atau bahkan diusir karena telah kurang ajar, Elena tak peduli.

Ia malu dan kini harga dirinya seakan telah dikuliti habis-habisan.

Air matanya semakin deras tumpah di bantal begitu ia mengunci pintu kamar. Ia tak mau lagi keluar dari sini. Tak ingin lagi bertemu dengan pria idiot itu.

Memang, pernikahan yang terjadi antara dirinya dan Leon merupakan suatu keterpaksaan.

Elena, meski memiliki wajah super cantik dan tubuh proporsional yang sintal, merupakan seorang wanita yang melajang hingga usianya memasuki hampir kepala empat.

Tak tahu kenapa, semua kisah cintanya kandas begitu saja. Terlalu banyak alasan. Mulai dari kesibukannya sebagai seorang relawan kemanusiaan hingga trauma dengan perselingkuhan para mantan kekasihnya.

Harus diakui kalau Elena adalah wanita yang kaku dan cenderung dingin. Ia bahkan sempat berpikir untuk tak menikah sampai akhir hidupnya.

Namun semua berubah saat Elena dipaksa oleh Ayahnya untuk menikahi putra tunggal pewaris Corazon Group. Pembagian kepemilikan saham dan beberapa aset memang telah membutakan Harland Davis, Ayahnya.

Dengan syarat, tentu saja ia harus mau menikah dengan pria bertubuh dewasa yang memiliki mental seperti anak berusia empat tahun.

Elena setahun lebih tua dari Leon. Namun ia seakan sedang mengurus seorang balita yang gampang tantrum.

Sejak awal menikah, Leon tak pernah menyentuhnya meski mereka tidur sekamar. Lelaki itu bahkan lebih memilih tidur di lantai atau pergi keluar kamar setiap malam dengan membawa bantal busuk kesayangannya. Entah di mana dia tidur.

Tadi malam, Elena mengesampingkan rasa malu dan harga dirinya untuk menggoda Leon agar mau menidurinya.

Semua karena Caitlyn yang selalu mengungkit soal keturunan keluarga setiap pagi.

Tentu saja, Elena tak mau disalahkan dan dikira mandul hanya karena Leon yang tak mau melakukan hubungan suami istri.

“Ayo pegang ini. Apa kau tak mau merasakan betapa kenyalnya mereka?” Elena menarik tangan Leon agar menyentuh dadanya. Namun pria itu justru menyentak balik tangannya dengan kasar.

“Aku mau keluar. Mau minum susu.” Leon mengeluarkan nada bicara layaknya anak kecil sembari menggeleng-gelengkan kepala.

“Kau boleh menyusu di sini.” Elena mengeluarkan sebelah payudaranya dari balik bra hitam yang ia kenakan, berusaha memancing nafsu Leon.

“Aku tidak mau! Masukkan kembali, itu sangat menakutkan!” Leon nyaris berteriak.

Namun Elena tak menyerah begitu saja. Kali ini ia justru membuka seluruh pakaiannya dan langsung berbaring di atas ranjang dengan posisi tepat menghadap Leon.

Sengaja ia melebarkan kedua kaki agar lelaki itu dapat melihat seluruh penampakan intinya.

Memang sempat terlihat Leon meneguk ludah. Namun tak lama ia mendekat ke arah ranjang. Bukan untuk menggauli Elena, melainkan mengambil bantal kesayangannya.

Elena hanya bisa mendesah kecewa saat melihat Leon keluar kamar untuk tidur di luar, seperti malam-malam sebelumnya.

***

Elena menatap bosan langit-langit kamar tanpa melakukan apa pun. Sudah lewat tengah malam, namun matanya masih belum bisa terpejam.

Ia hanya sendirian. Sementara Leon, seperti biasa telah membawa bantalnya untuk tidur entah di mana. Mungkin di kamar Caitlyn.

Elena menajamkan pendengaran saat ada suara ketukan pelan di depan pintu.

“Dad?”

Raut terkejut di wajah Elena terlihat, saat membuka pintu kamar.

“Boleh aku masuk?” suara Reviano terdengar berat.

Elena mengangguk mempersilakan ayah mertuanya itu masuk, meski agak ragu dengan beribu pertanyaan muncul di benaknya.

Reviano memilih duduk di sofa tunggal tak jauh dari tempat tidur. Sementara Elena duduk di tepian ranjang.

“Aku minta maaf, Elena. Mungkin Leon memang sangat keterlaluan. Kau tak perlu malu. Karena yang pantas malu adalah kami sebagai orang tuanya.”

Elena diam tak menanggapi. Lebih memilih untuk mendengarkan dengan kepala tertunduk.

“Aku dan Caitlyn baru bisa mendapatkan anak setelah hampir 5 tahun menikah. Kebahagiaan kami ketika Leon lahir langsung berubah saat dokter menyatakan kalau dia mengidap gejala autisme. Padahal dia adalah satu-satunya harapan untuk meneruskan perusahaan.”

Terdengar helaan nafas berat Reviano. Pria berusia lebih dari setengah abad itu menatap Elena.

“Leon tak mungkin bisa meneruskan usaha keluarga dengan keterbatasannya itu. Jadi kami berharap dia bisa memiliki anak lelaki untuk mewarisi darah keturunan Lawrence. Tapi yang kudengar tadi pagi....” Reviano tak meneruskan kata-katanya. Kalau saja bukan seorang lelaki, mungkin ia sudah menangis.

“Jalan kami sudah buntu, Elena. Aku tak mungkin menikah lagi. Leon juga sepertinya akan sulit untuk menghasilkan keturunan langsung buatku. Padahal keluarga Lawrence hanya memiliki aku dan Leon sebagai anak lelaki. Satu-satunya harapan kami, hanya tinggal dirimu.”

“Bagaimana caraku agar bisa membantu, Dad? Katakan, karena aku pasti akan berusaha sebisa mungkin.” Janji Elena, karena kasihan melihat wajah mertuanya yang masygul.

“Elena, aku berniat membuahi rahimmu. Izinkan aku melakukannya, karena hanya itu cara yang tersisa agar darah keturunan Lawrence tidak terputus.”

Elena melongo. Sementara Reviano bangkit dari duduk, menuju pintu kamar dan menguncinya dari dalam.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status