Share

4. Memulai Pengalaman Liar

“Dia tampan Elena.” Nazarina memiringkan badan, berkata dengan setengah berbisik.

“Diamlah! Aku bisa melihatnya dengan mataku sendiri.” Elena merasa sebal.

“Dia juga masih muda. Kutebak umurnya baru 19 tahunan.” Nazarina semakin menjadi-jadi, seakan tak mengindahkan kekesalan sahabatnya.

Elena memberikan tatapan garang. Nazarina langsung mengatupkan bibir, menyatukan jari telunjuk dan jempol, kemudian menggeser dari kiri ke kanan mulutnya, seolah sedang memasang resleting di sana.

“Kenalkan, aku Billy. Billy Harper. Kita sudah bertemu tadi di dalam.” Pemuda itu memperkenalkan diri dengan ramah.

“Maaf, aku tak tertarik untuk mengetahui namamu. Dan sebenarnya aku juga tidak berharap kita bertemu lagi.” Elena berkata dingin. Masih terbayang jelas liukan tubuh Billy yang tadi sempat membuatnya nyaris muntah.

“Apakah dia memang selalu seperti ini?” Billy bertanya pada Nazarina.

“Iya. Makanya kemarin dia sempat lama melajang.” Nazarina menjawab sambil meletakkan tangan di samping bibir, seolah berbisik.

“Aku mendengarnya, Nazarin!” Elena dongkol karena sahabatnya itu seakan tak tahu diri. Bukankah sampai sekarang pun, justru dia yang masih melajang?

Billy tertawa. “Tapi wanita seperti ini yang memang sungguh sangat menarik.”

“Namanya Elena Davis.” Nazarina menyebutkan nama seenaknya, membuat mata Elena melotot.

“Apa maumu?” tanya Elena, berusaha memangkas waktu agar tak terlalu lama melihat Billy.

Harus diakui, Billy memang sangat tampan. Apalagi setelah memakai pakaian yang lengkap seperti sekarang. Cukup membuat Elena terpukau, sebenarnya.

“Langsung saja. Aku ingin berterima kasih karena telah memberiku uang tip yang besar.”

“Tak masalah. Ambil saja karena aku ikhlas.” Elena memotong kalimat Billy dengan cepat.

“Masalahnya, aku merasa tak enak kalau menerima uang sebesar itu tapi tak melakukan apa-apa. Kalau hanya sekedar menari, uang yang kudapatkan tak perlu sebanyak itu. Uang yang kau berikan bisa untuk tiga kali bayaran buat memuaskanmu di ranjang.”

“Sudah kubilang aku ikhlas dan tak memikirkannya. Jadi, permisi... Ayo kita pulang, Nazarin.” Elena menarik lengan sahabatnya.

“Jangan bilang kalau kau masih perawan.”

Kalimat Billy membuat Elena menghentikan langkahnya. Status perawan memang sangat memalukan di usianya yang sudah tak lagi muda.

“Siapa bilang? A-aku sudah tak perawan.” Elena menyanggah. Apa yang ia katakan memang tak sepenuhnya salah, karena dia memang sudah tak suci lagi.

“Kalau begitu, berarti kau tak pernah menikmatinya. Mungkin saja kau terpaksa saat melakukan hal ‘itu’. Iya kan?”

Billy berjalan mendekati Elena dan berbisik di telinganya.

“Mau aku beritahu betapa nikmatnya berhubungan badan atas dasar perasaan suka sama suka? Aku akan mengembalikan semua uangmu kalau memang tak berhasil memberimu kepuasan. Ayolah, kuberi satu kali pelayanan gratis. Apa kau tak penasaran dengan rasanya?”

Suara Billy yang mendesah lembut di telinga Elena membuat wanita itu meneguk ludah. Apalagi dilihat dari dekat, Billy memang sangat mempesona.

“A-aku sudah menikah.” Elena tergagap. Ingin menolak, tapi sayang melewatkan kesempatan.

“Aku selalu memegang kode etik dalam pekerjaanku. Aku tak pernah buka rahasia, karena bukan Cuma kali ini aku meniduri istri orang.” Billy masih terus menggoda.

Elena memandang Nazarina yang tampak menahan tawa.

“Aku juga tak mungkin cerita. Aku tak mengenal keluarga suamimu.” Nazarina meyakinkan kalau dia adalah teman yang baik dan pengertian.

“Baiklah... Berarti kita sepakat.”

Billy terlihat senang. Ia langsung menarik lengan Elena untuk membawanya ke sebuah hotel terdekat.

“Hei Billy... Lain kali kita yang harus bersenang-senang!” Nazarina berteriak saat mereka mulai semakin menjauh. Billy hanya mengacungkan jempolnya.

***

Elena menyemprotkan parfum ke leher dan lengan. Ia sudah berdandan cantik dan memakai pakaian terbaiknya. Tentu saja, ia juga mengenakan lingerie yang bisa membangkitkan hasrat di balik piyama berbahan satin mengkilap yang dikenakannya.

Jam sudah menunjukkan lewat tengah malam. Kalau tebakannya benar, maka tak lama lagi Reviano pasti akan datang untuk menggaulinya.

Baru saja tadi siang ia kembali ke rumah Leon, setelah lima hari berlibur di tempat orang tuanya. Bisa ia lihat tatapan senang Reviano saat melihatnya datang.

Berbanding terbalik dengan Caitlyn yang justru terkesan menyulitkannya. Wanita itu seperti sengaja menyuruh Elena untuk melakukan beberapa pekerjaan rumah tangga. Padahal mereka memiliki lebih dari lima orang housemaid.

Caitlyn jelas sekali berubah. Ia tak lagi menyukai Elena. Entah apa alasannya.

Untuk menghilangkan rasa bosan, Elena kembali melayangkan ingatannya pada kejadian beberapa hari yang lalu saat Billy memberikan pelayanan khusus padanya.

Benar apa yang dikatakan pemuda itu, kalau melakukannya secara suka sama suka, memang membuat ketagihan.

Masih bisa ia rasakan, sentuhan basah mulut Billy yang menyapu hampir setiap jengkal tubuhnya.

Elena bahkan sampai tak memikirkan rasa malu lagi, saat mendesah kuat setiap kali ia mencapai puncaknya.

Hanya saja ada yang membuat Elena terkejut setelah selesai melakukan hubungan intim dengan Billy.

Mereka tidak memakai pengaman, saking lupa diri karena kenikmatannya.

Suara ketukan di pintu membuyarkan pikiran kotor di kepala Elena. Spontan ia berdiri merapikan penampilan.

Malam ini, ia ingin mencoba mendapatkan kepuasan dari Reviano. Bukankah dia diperlakukan seenaknya hanya karena mempertahankan garis keturunan keluarga Lawrence?

Maka biarkanlah setidaknya ia bisa menikmati apa yang menjadi aib baginya.

“Kau belum tidur?” suara berat Reviano terdengar heran saat melihat wajah Elena yang segar.

“Belum. Aku menunggumu, Dad. Karena kupikir kau pasti akan datang lagi.”

Reviano memandangi Elena dari ujung rambut hingga ke ujung kaki. “Kau berdandan,” gumamnya.

“Memang. Aku sengaja.” Elena kini seakan bukan lagi seorang wanita yang polos. Ia mulai berani bicara tanpa rasa malu.

“Kenapa?”

“Entahlah. Mungkin aku hanya ingin terlihat--- menarik?”

“Dengar Elena, aku melakukan ini bukan karena punya perasaan terhadapmu. Ingat, hubungan kita hanya sebatas tujuan untuk mendapatkan keturunan buat menjadi penerus keluarga Lawrence.” Reviano seakan memastikan kalau menantunya tak salah kaprah akan perbuatan mereka.

“Aku tahu. Dad sudah mengatakannya dengan jelas saat pertama kali merenggut keperawananku tempo hari.”

Reviano terdiam mendengar jawaban telak Elena yang seolah-olah menjabarkan kesalahannya.

Elena melanjutkan kalimat. “Tapi, tidak ada salahnya kan, kalau aku hanya berusaha untuk menikmati semuanya? Apa Dad tidak merasa kalau kalian hanya menilaiku sebagai mesin pembuat anak demi lahirnya anggota baru keluarga Lawrence? Meski mungkin aku dibeli dengan saham ataupun aset, tapi tetap saja itu tak sebanding dengan kelangsungan keturunan kalian jangka panjang. Benar kan kataku?”

“Lalu apa maumu?” tanya Reviano.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status