"BRENGSEK! Siapa suruh kamu lari?" Umpatan kasar itu terdengar dari jauh. Wanita yang mengenakan dress sangat ketat berwarna merah cerah itu berlari sekuat tenaga menghindari tangkapan yang mengarah padanya.
Nafasnya mulai tidak stabil, keringat membanjiri tubuhnya seolah dia bisa saja mati karena kelelahan. Tapi wanita itu tidak mau menyerah. Dia mengambil langkah ke kanan ketika berada di perempatan jalan. Entah kenapa hari ini tidak ada satupun orang yang melewati jalan tersebut. Padahal hari biasanya pasti ada beberapa kendaraan yang lewat. Apakah sudah nasibnya kalau dia harus ditangkap di tempat sunyi tersebut? Tidak! Wanita itu tidak akan mau menjadi tempat pelampiasan para lelaki hidung belang meskipun dia dibayar mahal. Tangisan yang terendam oleh nafas yang memburu tidak lagi terdengar. Entah berapa usapan yang dia lakukan pada wajahnya. "WOI! JANGAN KABUR! BAPAK KAMU SUDAH MENERIMA UNTUNG DARI MENJUAL KAMU! HEI!" teriakan itu semakin terdengar jelas. Dua orang pria yang menutupi tubuhnya dengan pakaian berwarna hitam, berlari dengan langkah tegap dari mengacungkan tinju ke depan. Padahal tadi mereka hanya pergi sebentar tapi tawanannya berhasil kabur. "Kalau kita nggak berhasil menangkap dia, bisa-bisa kita yang kena pecat," sungut salah satu dari mereka. Rambut kribonya beterbangan kemana-mana. "BRENGSEK! Aku juga tahu itu. Makanya lari yang lebih cepat. Badan aja gede tapi nggak ada isinya," sungut yang lain. Mereka saling menyalahkan. Wanita yang lari terseok-seok akhirnya berhasil menemukan satu kendaraan. Dia menyetop taksi tersebut dan meminta sang sopir untuk melajukannya lebih cepat. Ketika kendaraan itu sudah berjalan, dia menoleh ke belakang dan mendapati dua orang itu meninju udara kosong. Mereka tampak lebih marah dan melempar umpatan yang tidak lagi terdengar. Wanita tersebut akhirnya bisa bernafas lega. Keringatnya mulai mengering karena air conditioner mobil yang disetel dalam suhu dingin. Ketika dia bersandar di punggung sofa, sang supir bertanya. "Mau ke mana, Mbak?" Wanita itu bingung harus ke mana. Hanya ada satu tempat yang tidak mungkin diketahui orang tuanya. "Kos-kosan Gemilang, Pak." °°° "Kiana?" seruan itu terdengar ketika wanita yang memakai dress merah baru turun dari taksi. Dia mendekati, "kamu Kiana kan?" Wanita yang dipanggil Kiana itu akhirnya mengangguk, matanya berkaca-kaca. "Aku boleh menginap di sini, Tere?" Tere mengangguk cepat, "Sudah bayar taksinya apa belum?" Kiana menggeleng. "Tunggu sebentar!" Tere lantas membayar ongkos taksi dan membawa Kiana masuk ke dalam kos miliknya. Dia membawakan minuman dingin untuk sahabat lamanya dan bertanya, "Apa yang terjadi? Kenapa kondisimu begini? Kamu juga nggak masuk kuliah beberapa Minggu. Aku sampai mencari kamu kemana-mana tapi nggak ada satupun teman yang tahu di mana kamu berada." Kiana menelan habis cairan berwarna bening tersebut lalu menceritakan keadaannya. Dia menangis penuh penyesalan kenapa dia tidak lari saja sebelum dijual. "Hutang keluargaku sudah sampai angka lima ratus juta, Re. Aku harus jadi wanita malam sampai hutang itu lunas. Aku berhasil kabur tadi dan sampailah aku di sini. Maaf aku merepotkan kamu, Re. Aku tahu kamu juga sedang kesulitan keuangan." Tere memeluk Kiana dengan sayang. "Tinggallah sesuka kamu. Aku nggak pusing lagi soal uang karena aku punya pekerjaan. Kamu tenangkan diri kamu dulu sebelum memikirkan langkah selanjutnya." Kiana mengurai pelukannya. "Pekerjaan apa? Apa aku bisa mendaftar di sana? Kamu tahu kan kalau biaya kuliahku sudah membengkak, aku nggak mungkin melanjutkan kuliah tanpa uang. Apalagi sekarang orang tuaku lepas tangan. Mereka pasti marah besar karena aku kabur." Tere mengerti posisi Kiana tapi dia enggan untuk memberitahukan apa pekerjaannya sekarang. "Kamu pasti nggak akan suka, Ki." "Maksudnya?" "Aku ... menyewakan rahimku untuk pasangan suami istri yang nggak bisa punya anak. Sekarang aku mengandung anak mereka." Seperti mendapat ledakan di kepalanya, Kiana hanya bisa melongo saat mendengar penuturan sahabatnya. "Menyewakan rahim?" Tere mengangguk. "Ada satu aplikasi rahasia yang hanya bisa diakses oleh orang-orang tertentu. Aku mendapatkannya dari seseorang dan mencoba peruntungan di sana. Aku mendapat tawaran tiga ratus juta kalau berhasil melahirkan seorang anak. Tapi aku nggak mau kamu ikut terpuruk denganku, jadi, carilah pekerjaan yang lebih masuk akal." Kiana tidak punya banyak waktu untuk mendapatkan uang secara bertahap. Apalagi jika dia tidak segera membayar biaya kuliahnya, perjuangannya selama bertahun-tahun tidak akan ada gunanya. "Aku mau memikirkannya." °°° Kiana membuka aplikasi penyewaan rahim yang diberitahukan oleh Tere dengan perasaan gamang. Awal masuk dia harus menggunakan email aktif dan mengisi data-data seperti tanggal lahir, tempat tinggal, usia, apakah masih perawan atau tidak dan berapa bayaran yang diinginkan. Kiana berhenti pada laman tersebut. Wanita itu ragu. Dia keluar dari tempat hiburan malam bukan untuk mencari pekerjaan yang tidak lebih baik dari sana. Kiana yang pintar berhak mendapatkan pekerjaan di luar ekspektasinya. Namun, takdir berbicara lain. Kepintaran bukan satu-satunya hal yang patut dia banggakan. Justru keperawanan bisa dibayar mahal jika dia berhasil menawarkan dirinya dengan harga pantas. Ya Tuhan, Kiana seperti wanita malam yang berharap mendapat saweran tinggi dari pelanggannya. Apakah cara ini adalah yang terbaik? Beberapa pesan masuk dari pihak universitas. Mereka menagih uang kuliah yang harus dia bayarkan. Belum lagi uang kos-kosan yang masih menunggak selama tiga bulan. Semua kekurangan itu harus dia selesaikan dalam bulan ini jika tidak ingin harapannya untuk menjadi sarjana sirna. Wanita dengan bulu mata lentik yang cantik meskipun tanpa maskara itu, akhirnya menekan tombol daftar setelah mengisi beberapa data. Setelah itu dia diminta untuk memposting foto dan juga keinginannya di aplikasi tersebut. Tere sudah memberikan contoh, dia hanya perlu mengikutinya. Hai, perkenalkan namaku Kia, 24 tahun. Aku masuk aplikasi ini karena membutuhkan uang untuk biaya kuliahku yang sudah membengkak. Tinggiku 158cm dengan berat badan 55kg. Aku mempunyai rambut kecoklatan, bola mata hitam pekat, sehat, perawan dan cantik. Aku membutuhkan pasangan suami istri yang bersedia memberiku uang 200juta dan serius dengan tawarannya. Jika kalian membutuhkan jasaku silahkan hubungi di email Kikiakiyo@g***l.com. Aku tidak punya banyak waktu untuk menunggu. Terima kasih. Kiana masih termangu memandangi laptop milik sahabatnya. Ia masih sempat memeriksa kumpulan kalimat menjijikan tersebut sebelum mengirimnya. Ya Tuhan, dia sudah gila! °°° Beberapa hari ini Kiana tidak bersemangat. Belum ada tawaran untuknya. Apakah dia tidak secantik itu sampai mereka tidak menginginkannya? Tapi apa hubungannya dengan kecantikan kalau yang mereka cari hanyalah penyewaan rahim? Ya Tuhan, baru kali ini Kiana tidak punya malu menjajakan dirinya. 'Ampuni aku, Tuhan! Aku hanya berjuang untuk hidup' batin Kiana. "Sudahlah jangan dipikirkan! Aku saja kemarin butuh waktu satu bulan untuk mendapatkan tawaran. Aku yakin kamu bisa lebih cepat," ucap Tere meyakinkan sahabatnya. Kiana yang frustasi hanya bisa pasrah. Dua hari kemudian dia mendapat email dari aplikasi tersebut. Seseorang menawarkan uang lebih dari yang dia pikirkan. Wanita itu mendelik tajam melihat angka yang tertera di sana. "Dua Milyar?" °°°"Apa? Aku tanya sama Kiana bukan kamu!" bentak Ghazlan. Baby G terbangun dan menangis karena teriakan Ghazlan. Pria itu sadar akan kelalaiannya dan meminta maaf pada Kiana.Kiana mengambil alih Baby G. Gerakan cepatnya membuat GhazLan takjub. Kiana sangat cekatan. Tidak terlihat kalau wanita itu belum pernah menangani seorang bayi sekalipun. Ghazlan mendorong istrinya untuk keluar dari sana karena dia tidak ingin mengganggu Kiana. Pria itu langsung mengeluarkan uneg-unegnya."Lihatlah! Kamu memang dewasa tapi kamu nggak sedewasa Kiana. Kamu yang menginginkan dipanggil ibu tapi kenyataannya malah diam waktu Baby G nangis. Kamu sadar nggak sih, Glade? Kamu nggak mau belajar!" sentak Ghazlan kesal. Glade menatap sengit suaminya, "Lalu? Aku harus jadi babysitter gitu? Hei, Mas! Kita bisa membayar jasa babysitter. Ngapain sih susah-susah. Kamu banyak banget berubah sejak Kiana datang ke rumah kita. Kamu nggak pernah mendesakku untuk jadi ibu rumah tangga yang baik. Kamu nggak pernah sek
"Babysitter," tegur Glade dari arah kamar. Dia menahan kesal ketika Kiana datang-datang menyebut dirinya ibu. Babysitter yang sejak awal tidak bisa menangani Kiana, hanya melihat mereka dengan bingung."Ratri!" panggil Glade dengan kesal. Ratri berhasil menghampiri Glade, "Iya, Nyonya.""Urus mbaknya Baby G. Saya tidak mau ada rumor yang tersebar nantinya," ucap Glade yang tanpa tedeng aling-aling langsung mengatakan di depan wanita muda tersebut."Iya, Nyonya."Ratri lantas meminta sang babysitter untuk mengikutinya. Sementara Kiana mengambil alih Baby Galang. Baby Galang yang semula rewel tiba-tiba saja berhenti setelah didekap oleh Kiana. Rasa haru menyeruak dalam dada. Kiana menitikkan air matanya tanpa sadar. Wanita itu tidak mengerti kenapa dia harus menangisi keadaan yang membuatnya bahagia. "Jangan mendramatisir keadaan! Baby G hanya merespon karena kamu wanita yang melahirkannya. Setelah dia dewasa, kamu nggak akan pernah menjadi orang terpenting baby G," tukas Glade ketu
"Mbak Glade?" ucap Kiana dengan mata membulat penuh. "Dari mana mbak Glade tahu rumah saya?"Glade dengan tampang congkaknya langsung duduk di sofa ruang tamu. Sembari melihat-lihat keadaan rumah Kiana, dia mengatakan, "Apa yang saya tidak tahu?"Tere memberi isyarat pada Kiana, apa yang harus dia lakukan? Kiana memintanya untuk pergi karena Glade hanya punya urusan dengannya. Kiana lalu duduk di depan Glade. Dia tidak tahu reaksi apa yang harus dia perlihatkan pada mantan bosnya itu. Sudut bibir Glade terangkat. Entah mencela perumahan milik Kiana yang begitu mungil atau dia mengejek penampilan Kiana yang lebih sering memakai dress longgar. "Saya tidak tahu kalau Mbak Glade penasaran dengan tempat tinggal saya," ucap Kiana membuka pembicaraan."Bukan penasaran. Saya ingin mengajukan penawaran sama kamu. Kamu mau bekerja lagi di rumah saya? Sebagai babysitter Galang. Baby G nangis terus setiap malam dan saya lelah mendengarnya," ucap Glade geram. Dia seolah sedang mengatai anaknya
"Aku ibunya, Mas. Aku!" tegas Glade tidak bisa terbantahkan lagi. Matanya menatap garang pada suaminya yang tetap ngotot kalau Galang butuh Kiana. "Kamu tahu, Mas. Kalau kamu semakin mempersulit keadaan, aku nggak akan segan-segan membawa Galang pergi dari kamu!"Ghazlan mendesis pelan. "Selalu saja ancaman! Kalau kamu nggak mau aku mengungkit masalah Kiana, sebaiknya kamu cari cara agar Galang mau diam. Kamu ibunya kan? Kasihi dengan baik jangan cuma dilempar sama babysitter.""Oke. Nggak masalah! Aku bisa kok mengatasinya," jawab Glade geram. Dia meninggal sang suami untuk beralih ke kamar bayi mereka. Ruangan yang berada di samping kamar mereka dirubah sedemikian rupa agar Galang bisa nyaman tinggal di sana. Glade juga sudah membayar babysitter yang sudah bersertifikat dan dikelola oleh yayasan agar bisa mengasuh Galang selagi dia pergi. Namun pada kenyataannya, babysitter kondang juga tidak bisa menaklukkan Galang. Ada apa sebenarnya?"Kamu itu saya bayar mahal bukan untuk plonga
"Dimana?""Satu perumahan denganku, Kia. Harganya lumayan murah dan besar. Kamu bisa tinggal sama keluarga kamu nanti kalau misalkan udah nggak ada masalah lagi. Yuk! Aku udah janji untuk datang hari ini," jelas Tere. Kondisi Tere lebih baik ketimbang Kiana yang tidak bisa move on dari keluarga Ghazlan. Wajar karena orang yang menyewa rahim Tere bukan pasangan yang baru menikah dengan status memiliki segalanya.Kiana berpamitan dengan Munif lebih dulu sebelum dia memutuskan untuk pergi. Kiana jika memasukkan beberapa lembar uang ratusan ribu ke dalam amplop yang kemudian diserahkan pada wanita yang memiliki hati baik tersebut."Ini terlalu banyak, Nduk," ucap Munif. Hanya menyentuh permukaan luarnya saja dia tahu berapa puluh lembar isinya. "Kamu juga pasti butuh uang ini. Sebaiknya kamu simpan saja untuk keperluan kamu."Kiana menolaknya, "Saya masih punya beberapa simpanan uang, Bu. Bu Munif tenang saja."Munif ingin sekali menolaknya karena dia belum pernah mendapat uang banyak itu
Ghazlan menoleh pada Kiana, lalu beralih pada bayi laki-laki yang berada dalam dekapan Glade. Pria itu tidak bisa memilih. Mereka semua orang yang paling penting dalam hidupnya. Tapi ..."Maaf, Kiana," ucap Ghazlan akhirnya. Dia tidak berani menatap mata Kiana dan memilih untuk membawa bayi mereka pulang ke rumah. Kiana menangis sejadi-jadinya. Rasa sakit dalam hatinya teramat menyiksa. Terlebih ketika bayi yang dia lahirkan diambil begitu saja. Terlepas dari perjanjian di antara mereka, Kiana hanya berharap mereka punya sedikit perasaan kasihan. "Bu Kia, saya mohon pamit," ucap Anita yang menatap Kiana berkaca-kaca. "Sejujurnya saya masih ingin membantu Bu Kia untuk mengemasi barang-barang tapi Nyonya meminta saya untuk segera menyusul. Saya minta maaf, Bu Kia. Selama saya bekerja dengan ibu, saya bahagia. Saya berharap Bu Kia bisa lebih bahagia dari sekarang dan melanjutkan hidup. Semoga ibu mendapatkan jodoh terbaik dari Tuhan agar bisa menemani Bu Kia. Tolong dimaafkan kalau say
Saras tersenyum bijak mendengar ucapan Kiana. "Bu Kia pasti selamat dan bisa melahirkan bayi ini tanpa kekurangan satu apapun. Jadi, semangat ya."Kiana menarik nafas panjang kalau menghembuskannya perlahan sesuai dengan instruksi Saras. Dia membutuhkan Ghazlan tapi kenapa pria itu justru tidak ada di saat dia menginginkannya. Kata orang peran suami adalah hal terpenting yang diinginkan seorang wanita jika melahirkan. Setetes air bening menetes dari kelopak mata sayu tersebut. 'Ayo, Sayang! Kita berjuang sama-sama. Ibu yakin kamu bisa melihat dunia ini. Yang kuat, yang semangat. Sama-sama kita berjuang! Kita tidak perlu siapapun lagi. Ibu janji akan menjadi orang pertama yang memeluk kamu nanti' batin Kiana.°°°Ghazlan berjalan terburu-buru bersama istrinya menyusuri lorong menuju ruang persalinan VVIP yang telah mereka siapkan. Glade sangat tidak sabar untuk menggendong anaknya dan mengatakan pada dunia bahwa dia berhasil mempunyai anak. Berbeda dengan pemikiran Ghazlan yang taku
"Bu Kia kenapa menangis? Perutnya sakit?" tanya Anita pada Kiana yang tidak ada angin tidak ada hujan terisak pelan. Kiana cepat-cepat menghapus air matanya. "Tidak, Mbak. Saya hanya lelah. Selama di rumah ini saya kan tidak pegang ponsel jadi mata saya agak kacau. Ini saya kembalikan, Mbak. Terimakasih ya.""Bu Kia mau tidur?" Kiana hanya mengangguk dan melangkah pergi. Hatinya sakit. Tuhan menciptakan hati bukan hanya untuk disakiti tapi pada kenyataannya dia selalu yang paling sakit. Keluarganya memperlakukannya dengan buruk dan berusaha untuk membuatnya menjadi anak yang tidak berbakti. Sekarang setelah dia mendapatkan kemudahan dalam keuangan, semuanya juga masih sama. Cinta tidak mau berpihak padanya. Dia harus bagaimana?"Em, jadi ini yang membuat Bu Kia sedih," gumam Anita setelah membuka aplikasi yang terakhir kali dilihat oleh majikannya.°°°H-7 kelahiran junior ...Kiana mengelus perutnya yang semakin aktif bergerak. Terakhir kali dia melakukan USG semuanya normal dan t
"Apa? Mencintai? Gila kamu, Ghazlan! Glade mau kamu singkirkan?" hardik Viona geram. Wajahnya semakin memerah. Dia tidak terima putri satu-satunya yang dia miliki, disia-siakan oleh Ghazlan. "Keluar kamu! Mama nggak mau melihat menantu yang nggak tahu terimakasih. Selama menikah, Glade tidak pernah berselingkuh dari kamu sekalipun banyak orang yang menyukainya. Tapi apa balasan yang kamu berikan?""Ma, aku nggak akan menceraikan Glade," ujar Ghazlan. Viona menatap sinis menantunya, "Kalau kamu nggak mau menceraikan Glade, mama yang akan paksa dia!""Tapi, Ma," desak Ghazlan."Pergi! Sebelum kamu meninggalkan wanita itu, mama nggak akan mau menerima kamu!" Viona tidak benar-benar serius dengan ucapannya karena Ghazlan adalah menantu potensial yang tidak bisa dia tinggalkan. Enak saja kalau Kiana berhasil mendapatkannya. Kehidupan wanita itu akan mujur selama sisa hidupnya. 'Mama terpaksa begini supaya kamu bisa memutuskan wanita nggak jelas itu. Kalau nggak begini, kamu pasti akan l