Share

Bab. 5.

"Semangat! Semoga hari ini aku di terima kerja."

Merasa yakin kalau hari ini bakal di terima kerja Kiara kembali ke kantor yang kemaren lagi. Kantor dimana dia bertemu dengan laki-laki tak bertanggung jawab yang hampir saja menabraknya.

Banyak calon staf yang datang lebih dulu untuk interview, bahkan Kiara datang di jam paling akhir 5 menit dari waktu yang sudah di tentukan.

Satu persatu para calon staf mulai pak Bandi sang Manager panggil namanya, masuk ke dalam ruangan CEO sampai pada yang paling akhir Kiara Rosmalina. 

"Saya Pak!" ujarnya sambil mengacungkan jari telunjuknya.

"Silahkan Nona ikut dengan saya."

Merasa namanya di panggil, dengan perasaan cemas Kiara bangun dari duduknya dan mengikuti instruksi dari pak Bandi seperti yang lainnya.

"Silahkan masuk Nona Kiara! Di dalam sana Pak Aland akan melakukan interview pada anda."

"Terima kasih Pak."

"Permisi Pak Aland, ini calon staf yang terakhir namanya Nona Kiara!" ucap pak Bandi mengenalkan Kiara pada atasannya.

"Em, permisi Pak, nama saya Kiara Rosmalina! Saya sudah siap untuk melakukan interview hari ini."

Seseorang duduk di kursi jabatannya menghadap ke belakang. Mencoba membuat supaya orang tersebut suka dan menerima lamaran kerjanya, Kiara bicara dengan halus menyapa orang tersebut, tetapi matanya membulat sempurna saat orang tersebut membalikkan tubuhnya menghadap ke depan. Ternyata orang tersebut adalah orang yang hampir saja menabraknya kemaren siang, tetapi Kiara tak tau kalau dia adalah pak Aland seperti apa yang di katakan oleh pak Bandi.

"Kamu? Astaga sedang apa kamu di sini? Hei! Kenapa kamu bisa duduk di kursi Pak Direktur, hah?"

"Kamu pasti karyawan di sini? Nggak sopan banget kamu duduk di kursi CEO!"

"Tapi Nona ...!"

"Diam Pak! Bapak nggak usah ikutan, biar aku saja yang menasehati orang yang nggak bertanggung jawab ini."

"Nona dengarkan, dia ... !"

"Pak sudah diam, kali ini kamu tidak akan aku maafkan, dasar laki-laki nggak punya hati, se ...!"

"Cukup Nona! Dia Pak Aland, CEO di kantor ini!"

Degh!

Suara Kiara yang terus menerocos membuat pak Bandi kepak kepala, padahal, beberapa kali dia berusaha mengingatkan kalau dialah pak Aland CEO di sini tapi kata-katanya selalu di potong oleh Kiara yang terus saja bicara, terpaksa pak Bandi bicara cukup keras agar Kiara mau mendengarnya.

Bentakan suara pak Bandi sukses membuat Kiara diam dan sadar dengan apa yang di katakan oleh si Manager itu.

"CEO! Hah, apa? Di-dia CEO di kantor ini?" ucapnya terbata-bata.

Wajahnya malu seketika saat tau laki-laki yang dia maki habis ternyata Direktur di mana dia mengajukan surat lamaran kerja. Kiara mendadak pesimis kalau kemungkinan besar Aland akan menolak setelah habis di maki oleh wanita bawel ini.

Tetapi apapun keputusannya dia harus siap. Kiara berharap banyak kalau Aland memaafkan dia dan mau menerimanya kerja.

"Astaga kenapa Bapak tidak memberitahu saya dari tadi," gumamnya lirih sembari mendekat ke pak Bandi agar dia mendengarnya.

"Saya sudah mencoba memberitahu Nona tetapi Nona terus saja bicara," balas pak Bandi pelan.

"Kenapa? Kaget kalau aku CEO di sini?"

"Ehem, maaf Pak, saya nggak sengaja! Saya kira Bapak cuma karyawan di sini! Saya nggak suka ada Karyawan yang berani duduk di kursi Direktur makanya saya menasehatinya."

"Cukup! Apa penting saya menerima anda untuk kerja di sini? Apa anda mau punya atasan yang nggak bertanggung jawab? Yang nggak punya hati? Seperti saya? Maaf, anda saya tolak!"

Duar!

Mendung tanpa hujan seketika wajah Kiara memancarkan penyesalan yang teramat dalam, kenapa dia tidak bisa menjaga lisannya saat bicara dengan orang lain.

Padahal dia sendiri tidak mengenal siapa orang itu dan bagaimana orang tersebut. Harapan bekerja yang kini ada di depan mata, mendadak pupus seketika saat Aland mengatakan menolak.

Perasaannya bak teriris tetapi dia sadar kalau itu memang salahnya. Menyesal pun rasanya tiada guna, itu tidak akan merubah keputusan Aland untuk menolaknya, Kiara berfikir seperti itu.

"Tapi Pak, apa Bapak tidak mau melihat bagaimana kinerjaku lebih dulu? Aku bisa menjadi Staf atau mandor di kantor ini."

"Cukup! Silahkan, anda boleh keluar dari sini!"

Sungguh suasana yang semula berisik dengan ocehan Kiara, kini mendadak sepi senyap tanpa suara, hanya wajah Aland yang memancarkan kekecewaan tetapi entah apa yang membuat dia merubah keputusannya saat Kiara mulai membalikkan badan untuk pergi, tiba-tiba CEO itu kembali memanggilnya.

"Tunggu!"

"Kamu boleh bekerja di sini."

Degh!

Antara benar atau tidak yang dia dengar tapi Kiara spontan menghentikan langkahnya dan kembali menoleh ke belakang.

Ekspresi wajahnya mendadak senang seketika mendengar kata-kata itu.

"Sungguh Pak, Bapak beneran menerima saya kerja di sini? Bapak tidak main-main, bukan?"

"Iya! Kamu boleh bekerja di sini tapi dengan satu syarat!"

"Syarat? Syarat apa Pak?" tanya Kiara sambil mengerutkan alisnya.

"Kamu tidak bekerja sebagai mandor, tetapi sebagai Sekertarisku, apa kamu mau?"

Aland berpikir dengan menerimanya sebagai Sekertaris dia bisa melakukan apa saja pada Kiara termasuk membalas ucapan pedas yang sempat keluar dari mulutnya.

Kesempatan itu bukan berarti dia tulis memperkerjakan Kiara tetapi berisiknya ocehan dia cukup membuat pengang gendang telinganya.

"Sekertaris? Tapi Pak ...!"

"Pilihanmu cuma dua, mau atau nggak? Kalau mau besok kamu boleh langsung bekerja! Kalau nggak, silahkan anda boleh pergi dari sini sekarang juga!"

Sedangkan Kiara sangat butuh pekerjaan untuk menghidupi anak semata wayangnya Reza, mana mungkin dia menolak tawaran ini meski jabatan itu tidak seperti apa yang dia bayangkan. Sementara mencari pekerjaan lain belum tentu cepat dia dapatkan.

"I-iya Pak, sa-saya mau kerja! Walau pun jadi Sekertaris di sini."

"Bagus! Besok kamu boleh berangkat! Sekarang pulanglah dan siapkan untuk tugas besok pagi. Silahkan."

"Saya permisi, Pak."

Kiara berjalan lunglai keluar dari ruangan Aland, sedang pak Bandi hanya memandang iba sampai bayang wanita itu sudah tidak terlihat lagi. Pak Bandi tau kalau wanita itu menanggung banyak beban terlihat dari kelakuannya yang suka marah-marah.

Itu bukannya membuat pak Bandi benci justru dia kasihan pada Kiara.

"Sekertaris? Apa pantas aku jadi sekertaris?" gumamnya sambil melamun di sepanjang jalan raya tiba-tiba saja dia di kagetkan dengan bunyi klakson mobil dari belakang yang membuat tubuhnya melonjak kaget.

Bib!

"Astaga!"

Tak mau mengulang kesalahan yang sama, memaki orang yang belum dia kenal maka Kiara lebih memilih untuk minggir tetapi mobil itu justru berhenti dan terlihat sebuah kaki mengenakan sepatu formal keluar dari dalam mobil itu.

Kiara memicingkan mata sambil bertanya-tanya dalam hati, siapa dia? Tetapi dia memutar bola matanya malas saat tau siapa orang tersebut.

BERSAMBUNG.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status