"Semangat! Semoga hari ini aku di terima kerja."
Merasa yakin kalau hari ini bakal di terima kerja Kiara kembali ke kantor yang kemaren lagi. Kantor dimana dia bertemu dengan laki-laki tak bertanggung jawab yang hampir saja menabraknya.
Banyak calon staf yang datang lebih dulu untuk interview, bahkan Kiara datang di jam paling akhir 5 menit dari waktu yang sudah di tentukan.
Satu persatu para calon staf mulai pak Bandi sang Manager panggil namanya, masuk ke dalam ruangan CEO sampai pada yang paling akhir Kiara Rosmalina.
"Saya Pak!" ujarnya sambil mengacungkan jari telunjuknya.
"Silahkan Nona ikut dengan saya."
Merasa namanya di panggil, dengan perasaan cemas Kiara bangun dari duduknya dan mengikuti instruksi dari pak Bandi seperti yang lainnya.
"Silahkan masuk Nona Kiara! Di dalam sana Pak Aland akan melakukan interview pada anda."
"Terima kasih Pak."
"Permisi Pak Aland, ini calon staf yang terakhir namanya Nona Kiara!" ucap pak Bandi mengenalkan Kiara pada atasannya.
"Em, permisi Pak, nama saya Kiara Rosmalina! Saya sudah siap untuk melakukan interview hari ini."
Seseorang duduk di kursi jabatannya menghadap ke belakang. Mencoba membuat supaya orang tersebut suka dan menerima lamaran kerjanya, Kiara bicara dengan halus menyapa orang tersebut, tetapi matanya membulat sempurna saat orang tersebut membalikkan tubuhnya menghadap ke depan. Ternyata orang tersebut adalah orang yang hampir saja menabraknya kemaren siang, tetapi Kiara tak tau kalau dia adalah pak Aland seperti apa yang di katakan oleh pak Bandi.
"Kamu? Astaga sedang apa kamu di sini? Hei! Kenapa kamu bisa duduk di kursi Pak Direktur, hah?"
"Kamu pasti karyawan di sini? Nggak sopan banget kamu duduk di kursi CEO!"
"Tapi Nona ...!"
"Diam Pak! Bapak nggak usah ikutan, biar aku saja yang menasehati orang yang nggak bertanggung jawab ini."
"Nona dengarkan, dia ... !"
"Pak sudah diam, kali ini kamu tidak akan aku maafkan, dasar laki-laki nggak punya hati, se ...!"
"Cukup Nona! Dia Pak Aland, CEO di kantor ini!"
Degh!
Suara Kiara yang terus menerocos membuat pak Bandi kepak kepala, padahal, beberapa kali dia berusaha mengingatkan kalau dialah pak Aland CEO di sini tapi kata-katanya selalu di potong oleh Kiara yang terus saja bicara, terpaksa pak Bandi bicara cukup keras agar Kiara mau mendengarnya.
Bentakan suara pak Bandi sukses membuat Kiara diam dan sadar dengan apa yang di katakan oleh si Manager itu.
"CEO! Hah, apa? Di-dia CEO di kantor ini?" ucapnya terbata-bata.
Wajahnya malu seketika saat tau laki-laki yang dia maki habis ternyata Direktur di mana dia mengajukan surat lamaran kerja. Kiara mendadak pesimis kalau kemungkinan besar Aland akan menolak setelah habis di maki oleh wanita bawel ini.
Tetapi apapun keputusannya dia harus siap. Kiara berharap banyak kalau Aland memaafkan dia dan mau menerimanya kerja.
"Astaga kenapa Bapak tidak memberitahu saya dari tadi," gumamnya lirih sembari mendekat ke pak Bandi agar dia mendengarnya.
"Saya sudah mencoba memberitahu Nona tetapi Nona terus saja bicara," balas pak Bandi pelan.
"Kenapa? Kaget kalau aku CEO di sini?"
"Ehem, maaf Pak, saya nggak sengaja! Saya kira Bapak cuma karyawan di sini! Saya nggak suka ada Karyawan yang berani duduk di kursi Direktur makanya saya menasehatinya."
"Cukup! Apa penting saya menerima anda untuk kerja di sini? Apa anda mau punya atasan yang nggak bertanggung jawab? Yang nggak punya hati? Seperti saya? Maaf, anda saya tolak!"
Duar!
Mendung tanpa hujan seketika wajah Kiara memancarkan penyesalan yang teramat dalam, kenapa dia tidak bisa menjaga lisannya saat bicara dengan orang lain.
Padahal dia sendiri tidak mengenal siapa orang itu dan bagaimana orang tersebut. Harapan bekerja yang kini ada di depan mata, mendadak pupus seketika saat Aland mengatakan menolak.
Perasaannya bak teriris tetapi dia sadar kalau itu memang salahnya. Menyesal pun rasanya tiada guna, itu tidak akan merubah keputusan Aland untuk menolaknya, Kiara berfikir seperti itu.
"Tapi Pak, apa Bapak tidak mau melihat bagaimana kinerjaku lebih dulu? Aku bisa menjadi Staf atau mandor di kantor ini."
"Cukup! Silahkan, anda boleh keluar dari sini!"
Sungguh suasana yang semula berisik dengan ocehan Kiara, kini mendadak sepi senyap tanpa suara, hanya wajah Aland yang memancarkan kekecewaan tetapi entah apa yang membuat dia merubah keputusannya saat Kiara mulai membalikkan badan untuk pergi, tiba-tiba CEO itu kembali memanggilnya.
"Tunggu!"
"Kamu boleh bekerja di sini."
Degh!
Antara benar atau tidak yang dia dengar tapi Kiara spontan menghentikan langkahnya dan kembali menoleh ke belakang.
Ekspresi wajahnya mendadak senang seketika mendengar kata-kata itu.
"Sungguh Pak, Bapak beneran menerima saya kerja di sini? Bapak tidak main-main, bukan?"
"Iya! Kamu boleh bekerja di sini tapi dengan satu syarat!"
"Syarat? Syarat apa Pak?" tanya Kiara sambil mengerutkan alisnya.
"Kamu tidak bekerja sebagai mandor, tetapi sebagai Sekertarisku, apa kamu mau?"
Aland berpikir dengan menerimanya sebagai Sekertaris dia bisa melakukan apa saja pada Kiara termasuk membalas ucapan pedas yang sempat keluar dari mulutnya.
Kesempatan itu bukan berarti dia tulis memperkerjakan Kiara tetapi berisiknya ocehan dia cukup membuat pengang gendang telinganya.
"Sekertaris? Tapi Pak ...!"
"Pilihanmu cuma dua, mau atau nggak? Kalau mau besok kamu boleh langsung bekerja! Kalau nggak, silahkan anda boleh pergi dari sini sekarang juga!"
Sedangkan Kiara sangat butuh pekerjaan untuk menghidupi anak semata wayangnya Reza, mana mungkin dia menolak tawaran ini meski jabatan itu tidak seperti apa yang dia bayangkan. Sementara mencari pekerjaan lain belum tentu cepat dia dapatkan.
"I-iya Pak, sa-saya mau kerja! Walau pun jadi Sekertaris di sini."
"Bagus! Besok kamu boleh berangkat! Sekarang pulanglah dan siapkan untuk tugas besok pagi. Silahkan."
"Saya permisi, Pak."
Kiara berjalan lunglai keluar dari ruangan Aland, sedang pak Bandi hanya memandang iba sampai bayang wanita itu sudah tidak terlihat lagi. Pak Bandi tau kalau wanita itu menanggung banyak beban terlihat dari kelakuannya yang suka marah-marah.
Itu bukannya membuat pak Bandi benci justru dia kasihan pada Kiara.
"Sekertaris? Apa pantas aku jadi sekertaris?" gumamnya sambil melamun di sepanjang jalan raya tiba-tiba saja dia di kagetkan dengan bunyi klakson mobil dari belakang yang membuat tubuhnya melonjak kaget.
Bib!
"Astaga!"
Tak mau mengulang kesalahan yang sama, memaki orang yang belum dia kenal maka Kiara lebih memilih untuk minggir tetapi mobil itu justru berhenti dan terlihat sebuah kaki mengenakan sepatu formal keluar dari dalam mobil itu.
Kiara memicingkan mata sambil bertanya-tanya dalam hati, siapa dia? Tetapi dia memutar bola matanya malas saat tau siapa orang tersebut.
BERSAMBUNG.
Keesokkan harinya Kiara benar-benar tak menyangka kalau Aland benar-benar datang untuk menemui ke dua orang tuanya.Bahkan dengan beraninya Aland memanggil bu Marwah dan pak Susanto untuk duduk dalam satu meja di ruang tamu tanpa menunggu dua yang memanggil.Bu Marwah dan pak Susanto seketika menghampiri mereka di depan."Ada apa ya, Nak Aland memanggil kami? Apa ada yang bisa kami bantu?""Oh, tidak Om, Tante. Saya cuma mau mengatakan sesuatu pada kalian." Kedua orang tua itu duduk siap mendengarkan apa yang akan Aland sampaikan."Em, jadi begini, Om, Tante. Sebelumnya saya minta maaf kalau saya terlalu lancang memanggil kalian kesini. Kedatangan saya kemari untuk meminta restu dari kalian untuk memperistri Kiara menjadi milik'ku." Kedua orang tua itu tampak begitu bahagia mendengarnya."Semenjak aku mengenal Kiara, aku merasakan hal yang berbeda, aku memantapkan diri dan sekarang aku yakin kalau Kiara-lah yang cocok untuk menjadi pendamping hidupku.""Apa Nak Aland yakin? Nak Aland p
"Loh, Kakak mau kemana?" Malam itu Kezia begitu cantik mengenakan dress panjang berwarna coklat muda."Aku di minta Pak Sean untuk menemani di acara undangan klien bisnisnya. Kamu sendiri mau kemana Dek?" Sama halnya dengan Kiara yang tak kalah cantik dari kakaknya."Jangan bilang klien itu, Pak Dimas?""Loh, kok kamu tau, Dek? Jangan-jangan kamu mau ke tempat yang sama?""Astaga, Mas Aland juga mengajak'ku ke sana. Kebetulan sekali kita bisa pergi bersama." Tapi tidak menjamin pada diri Aland, apakah dia mau dekat kembali dengan Sean setelah apa yang dia lakukan padanya?Mereka terkekeh karena sama-sama tidak mengatakan sebelumnya. Kalau begitu Kakak pergi dulu, Dek. Pak Sean mengatakan aku jangan sampai terlambat sampai ke sana." Sementara Kiara masih menunggu kekasihnya datang menjemput. Tak berapa lama kemudian mobil Aland terlihat berhenti di depan rumah, dengan gagahnya pemuda itu turun."Kiara, apa kamu sudah sia
"Mau apa lagi kau ke sini? Udah nggak ada hubungan lagi kamu dengan keluarga ini, Mas!""Kiara, Kiara tunggu!" Kiara berhenti sejenak memberi sedikit Satya waktu untuk bicara."Aku ..., aku ke sini untuk minta maaf. Tolong maafkan semua kesalahanku! Mana Kakakmu? Aku mau minta maaf pada Kezia." Laki-laki itu sudah seperti memohon untuk ketemu dengan kakaknya."Nggak ada! Kak Kezia lagi pergi. Dia sudah tidak mau melihat kamu lagi," jawab Kiara ketus, dia melanjutkan langkahnya kembali, tetapi Satya kembali mengejarnya."Kiara, kamu tidak bisa seperti ini! Izinkan aku bicara dulu dengan Kezia!""Sudahlah Mas. Lebih baik kamu lupakan Kak Kezia. Biarkan dia bahagia dalam kesendiriannya!" Namun sepertinya laki-laki itu kekeh ingin bertemu mantan istrinya.Dia menerobos masuk walau Kiara sudah melarangnya."Kezia, Kezia dimana kamu. Kezia, Sayang dimana kamu?" "Mas, apa yang kamu lakukan? Tolong jangan buat keributa
"Syukurlah kamu sudah boleh pulang, Sayang. Ibu senang mendengarnya. Sebentar lagi Om tampan datang menjemput kita.""Benarkah Om tampan akan menjemput kita, Ibu? Aku sudah tidak sabar ingin bertemu dengannya."Setelah di rawat dua hari di rumah sakit kini dokter menyatakan kalau Reza sudah di perbolehkan untuk pulang."Iya, Sayang. Om Aland mengatakan hari ini akan mengantar kita pulang.""Hore, pulang dengan Om tampan." Reza begitu antusiasnya.Dadi tempat yang berbeda Aland berjalan begitu cepat berjalan sambil mengangkat teleponnya, dia begitu buru-buru keluar dari kantor untuk menepati janjinya bahwa hari ini dia yang akan mengantar pulang.Aland tidak mau sampai Kiara dan Reza kecewa karena menunggu dia yang tak kunjung datang.*****"Lebih baik Ibu berkemas sambil menunggu Om Aland datang. Sayang, kamu duduk saja di sini, jangan kemana-mana.""Baik, Ibu."Reza menurut untuk duduk di atas
"Hari ini aku mulai bekerja, aku harus semangat." Kezia duduk di ruang kerjanya yang beru dengan penuh semangat. Pengalam kerja yang dulu dia peroleh menjadi bekal untuk di perusahaan barunya.Beberapa dokumen penting tertumpuk di atas meja. Walau tumpukan itu serasa bikin pusing kepalanya namun dia harus mengerjakannya dengan semangat.Satu persatu tugas itu dia kerjakan sampai siang hari namun belum sepenuhnya selesai. Masih banyak lagi tugas yang harus dia kerjakan selanjutnya."File ini sudah selesai dari setengahnya. Lebih baik aku bawa ke Pak Sean untuk di tanda tangani."Sesaat sebelum beranjak ke ruang direktur, Kezia membereskan sisa pekerjaannya terlebih dahulu.Tok!Tok!"Permisi, Pak.""Iya masuk," jawab Sean dari dalam ruangannya.Begitu pintu di buka, Kezia mendapati Sean sedang menelepon seseorang, samar-samar dia mendengar seseorang mengatakan kalau ada perusahaan yang akan di lelang sua
Ketika pagi hari Aland terlihat sampai di kantor dia mendapati pak Bandi yang tengah sibuk mengurus sesuatu.Dia melepas pekerjaannya sebentar untuk menyapa bos-nya datang."Selamat pagi, Pak Aland.""Pagi. Apa yang sedang Pak Bandi lakukan?""Ini, Pak menyiapkan berkas Pak Aland untuk meeting nanti siang." Aland memicingkan matanya."Kemana Kiara? Kenapa Pak Bandi yang menyiapkan semuanya?" Padahal Aland berharap sesampainya dia di kantor, orang yang pertama dia lihat adalah Kiara. Namun pada kenyataannya wanita itu justru kini tidak ada di tempat."Saya tidak tau, Pak. Mungkin Nona Kiara cuti hari ini.""Cuti?" Aland rasa sepertinya tidak mungkin karena kemaren dia tidak mengatakan apa-apa tentang pekerjaan.Untuk menjawab rasa penasarannya maka Aland mengambil ponsel dan menghubungi Kiara yang kini masih di rumahnya.Ponsel Kiara yang tergeletak di atas meja, mendadak berdering. Sudah Kiara