Tatapan sinis kedua lelaki itu, menandakan bahwa permusuhan belum usai. Azlan yang melihat kehadiran Ryan di ruanganku, seketika murka. Dia menarik kerah baju Ryan."Masih berani kamu ke sini? Hah?! Dasar bedebah! Tak punya malu!!!" teriak Azlan dan hampir saja melayangkan pukulan ke wajah Ryan."Azlan, cukup!" teriakku menghentikan aksi barbar Azlan.Azlan pun berhenti dan menatapku tajam, sorot penuh kemarahan."Biarkan dia pergi, Azlan. Dia ke sini hanya berpamitan. Setelah ini dia tak akan lagi mengganggu hidup kita!" ujarku agar membuat Azlan lebih tenang.Azlan menatap sejenak pada rivalnya, setelah itu mendorong keras tubuh itu hingga jatuh ke lantai."Menghilanglah dari kehidupan aku dan Nara, menjauh sejauh mungkin. Karena sekali saja aku melihatmu, tak akan ada ampun lagi bagi manusia bedebah sepertimu!"Mendengar ucapan Azlan, Ryan pun bergegas pergi dengan tatapan penuh amarah yang dia tahan. Setelah kepergian lelaki dari masa laluku itu, Azlan pun mendekat. "Jangan perna
Entah karena apa, pikiranku berubah. Rasanya aku belum siap untuk bicara dengan wanita yang saat ini tergolek lemah di atas brankar."Azlan, kita pergi aja!" ujarku seraya berusaha memutar kursi roda.Azlan segera mendorong kursi roda, mengikuti permintaanku.Baru saja hendak keluar, muncul gadis muda dari kamar mandi."Mas Azlan ... kamu ngapain ke sini? A ... apa ... apa ini Mbak Nara?" tanya gadis muda yang aku sendiri tak tahu siapa."Iya, ini Nara." Aku menoleh ke arah Azlan, mencoba meminta penjelasan. "Dia siapa, Azlan?""Dia Della, Ra. Sepupu kamu juga, dia yang selama ini merawat Bu Rosmala."Sejenak aku mencoba mengingat. "Apa kamu Della keponakan Ibu?""Iya, Mbak Nara.""Ooh ... iya, aku ingat. Waktu itu kamu masih kecil. Tidak menyangka bisa ketemu. Bagaimana keluarga di kampung?" tanyaku untuk basa-basi, karena sebenarnya mereka tak pernah peduli padaku."Semua baik, Mbak. Hanya saja, keadaan Budhe Ros ....""Iya, tadi aku sudah melihat. Hanya saja Ibu tidur, besok saja
Azlan membuntutiku hingga ke kamar. Setelah dia membersihkan diri, dia pun duduk di tepi ranjang. Tatapannya penuh tanda tanya, tetapi tak ada sirat kemarahan atas sikapku. Aku tahu, Azlan pasti paham akan kekhawatiranku."Nara, apa kamu sudah pikirkan matang-matang tindakan kamu ini?" tanya Azlan sembari menyingkirkan anak rambutku ke belakang telinga."Aku sudah pertimbangkan semuanya, Azlan. Aku tahu, Mama akan mengusirku. Aku tahu Mama akan memisahkan aku dari kamu dan anak-anak. Jika aku tidak mengantisipasi dari sekarang, justru akan semakin sulit menyelamatkan rumah tangga kita." Suaraku terdengar bergetar, menahan perihnya batin yang terhempas oleh badai kenyataan."Maafkan aku ya, Ra. Aku gagal menjaga rahasia siapa diri kamu," ucap Azlan dengan tampang sedih.Aku pun tersenyum, kemudian meraih tangannya. "Azlan ... suamiku yang paling aku cintai. Jangan pernah menyalahkan dirimu. Aku tahu, selama ini kamu telah melakukan banyak hal untukku. Kamu adalah anugerah dari Tuhan, k
Akhirnya aku bisa bernapas lega, Azlan mampu mengatasi kecurigaan istrinya Om Fadli. Hampir saja bertambah masalah baru, dan aku yakin kalau sampai wanita tahu, mungkin akan terjadi hal lain juga.Azlan kembali melajukan mobil menuju ke rumah kediaman keluarga Wijaya Pratama. Sepanjang jalan aku merasa seperti seekor belut yang mengantar diri untuk dijadikan sate. Namun, aku sudah mempersiapkan diri. Apapun yang terjadi, aku siap menghadapi.Mobil memasuki area parkir depan istana mewah, jantungku semakin berdetak kencang. Umpatan dan caci maki sudah memenuhi pikiran, bahkan saat ini kedua tanganku telah menjadi dingin karena pikiran-pikiran itu.Azlan yang melihatku dilanda kecemasan, dia segera menggenggam jemariku dan memberikan penguatan. Perlahan aku turun dari mobil, kemudian melangkah menuju teras rumah. Genggaman tangan Azlan kurasakan semakin erat saat kaki kami menginjak lantai depan pintu.Baru saja hendak menekan bel, terdengar sebuah teriakan. "Aku sudah bilang, sampai ma
"Om, hape aku udah minta ganti, nih!" ujarku pada lelaki tua yang sudah hampir dua bulan menjadi sugar daddy-ku."Tenang, Nara sayang ... apapun yang kamu butuhkan, Om siap penuhi. Asal ...."Dengan kerlingan mata nakal, lelaki yang seumuran ayahku itu memberi kode. Aku paham, mereka--para lelaki hidung belang--akan membayar berapa pun untuk daun muda sepertiku.Aku Nara, gadis yang terenggut keperawanannya di usia delapan belas tahun. Mirisnya, ibuku sendiri yang menjualku pada seorang bandot tua. Apalagi kalau bukan karena hutang.Ya, semua berawal karena keinginanku yang ingin mencari ibu ke kota. Sejak usia sepuluh tahun, dia meninggalkan aku di kampung. Tanpa kabar, bahkan tidak mengirimkan uang untuk biaya hidupku.Ternyata takdir tidak memihakku. Pertemuanku dengan wanita itu, justru menjadi awal kerusakan masa depanku. Dan kini, tiga tahun sudah aku menjalani kehidupan sebagai sugar baby.Sebenarnya ini bukanlah sebuah pilihan, tapi karena keadaan yang memaksaku. Setiap Minggu
Suasana diskotik selalu sama. Dentuman musik, aroma aneka minuman keras, lampu warna-warni yang terus berputar mengikuti musik. Selalu saja begitu, hanya kisahnya saja yang berbeda di setiap harinya.Terkadang ada beberapa pertengkaran, terkadang ada yang mabuk hingga tak sanggup pulang, bahkan terkadang ada korban dari perselisihan. Mereka semua memenuhi pemandangan dunia malam, tanpa berpikir bagaimana kehidupan esok hari.Aku dan Flora berjalan menuju sebuah sofa yang ada di ruang VIP. Di sanalah telah menunggu dua sosok pria, yang satu adalah kenalannya Flora. Sedangkan yang satu lagi, kami belum tahu. Baru kali ini melihatnya, tapi dari penampilannya ... sepertinya dia orang tajir melintir, kalangan orang super elit.Flora langsung disambut dengan cipika cipiki oleh orang yang biasa memberikannya job. Sedangkan orang yang di sampingnya hanya berdiri dan tersenyum sopan. Hampir tak percaya melihat masih ada orang seperti itu."Kenalkan, ini Azlan. Dia orang yang aku ceritakan tadi
Sepulang dari rumah sakit, aku dan Flora menjalankan rencana. Sebelum deal, kami ingin menemui istrinya Azlan. Alasan Flora masuk akal, itu sebabnya aku menerima sarannya.Flora menginginkan keamanan diriku benar-benar terjamin, selain itu dia juga ingin aku mengandung benih melalui pernikahan resmi. Tentu saja demi si calon jabang bayi agar tidak berstatus anak di luar nikah.Lucu, sih ... wanita seperti kami yang biasanya tak peduli dengan aturan agama, tetiba merasa perlu melibatkan Tuhan dalam langkah ini. Apakah ini merupakan jalan menuju ke hidayah?Entahlah ....Aku memang belum deal dengan Azlan, hanya saja aku meminta waktu tiga hari untuk berpikir. Bagaimana pun, membayangkan mengandung selama sembilan bulan cukup membuatku bergidik.Bayangan perutku akan mengembang, lalu setelah melahirkan akan bergelambir dan pasti akan banyak strech mark. Belum lagi keluarnya bayi pasti akan merobek asetku, meskipun bisa kembali tapi tetap saja akan berbeda bentuk karena jahitan. Misal me
"Wow, tampan sekali pacar kamu, Ra!" ujar wanita itu dengan ekspresi terpesona.Sungguh, itu sangat memalukan bagiku. Apalagi saat melihat kerling nakal dari sosok ibu durjana itu.Ya, walaupun aku akui Azlan memanglah tampan, bahkan tubuhnya saja tinggi dan atletis. Cara berpakaian dia pun layaknya orang kaya yang paham fashion dan style. Sudah persis artis Varel Bramastha saja kalau sekilas."Tumben banget lho, Ra, kamu nggak milih ma aki-aki." Wanita itu masih saja mengomentari hidupku tanpa berpikir siapa yang membuatku menjadi seperti ini."Tapi inget ... pastikan brondong tampan ini bisa memberimu hasil yang besar. Jangan hanya karena mabuk cinta, kamu lupa dengan duitnya."Sumpah, dadaku kian mendidih mendengar ucapannya itu. Rasanya ingin sekali menjambak dan mencekiknya."Ganteng, kapan-kapan main juga dengan Tante ya. Tenang aja, Tante masih bisa berbagai macam gaya. Kamu mau gaya apa? Doggy style, gerobak dorong, atau gaya capit kepiting?" Dengan genitnya wanita tak tahu ma