Share

4. Sok Pahlawan

Author: pramudining
last update Last Updated: 2024-06-25 05:04:08

Happy Reading

*****

Melirik dengan tatapan membunuh, Andini memberanikan diri memegang pergelangan kanan Rasya.

"Jika kedatanganmu, hanya menambah bebanku saja. Silakan pergi dari ruangan ini," kata Dini, lirih. "Aku nggak punya waktu membahas hal yang nggak penting. Untuk apa kamu mengancam para pewaralaba seperti tadi."

Perempuan itu berbisik ketika mengatakannya tidak ingin ada gosip yang semakin menambah citra negatif diri dan usahanya. Rasya segera membalik cekalan di pergelangan tangannya. Kini, dialah yang memegang kendali atas Andini.

"Mari kita selesaikan bersama. Aku tahu siapa dalang di balik semua ini," kata Rasya mengejutkan wanitanya sekali lagi.

"Jangan mengada-ada. Aku dan tim lainnya saja belum bisa menemukan siapa yang telah melakukan penggelapan. Aku hargai niat baikmu, tapi jangan bertindak gegabah," balas Andini.

"Tolong percaya padaku. Setidaknya, lakukan ini demi usaha yang telah kamu rintis." Perkataannya tegas. Tidak ada satu pun kalimat yang menyinggung tentang masalah pribadi keduanya.

Rasya tak peduli dengan perkataan wanita yang masih merajai hatinya itu. Dia berdiri dan menatap semua orang yang hadir.

"Selamat sore, perkenalkan saya Zafir Al-Rasya. Tentu sebagian di sini banyak yang mengenal saya. Wajah saya tentunya nggak asing bukan? Saya nggak tahu siapa yang telah korupsi di manajemen MCD kafe. Namun, dari hasil pengamatan yang telah saya lakukan, ada pemalsuan rekening koran serta bukti transfer pembagian laba. Sebentar lagi, akan saya tunjukkan bagaimana cara kerja orang ini, sehingga uang yang belum di transfer olehnya bisa terbaca sudah terkirim oleh Bu Andini sehingga menyebabkan saldo rekening beliau berkurang."

Rasya mengeluarkan laptop yang di tenteng di sebelah kiri, sementara tangan kanannya masih betah menggenggam tangan Andini. Seakan lupa bahwa perempuan yang tengah diperlakukan seperti itu adalah wanita bersuami. Davit dan Pratiwi bengong, keduanya saling pandang dengan pemikiran masing-masing. Segala yang dilakukan lelaki itu membuat mereka heran. Bagaimana bisa Rasya mengetahui masalah tersebut begitu mudah.

Manajemen MCD saja sudah kewalahan mencari letak kesalahan pembagian laba tersebut. Rasya malah dengan mudahnya mendeskripsikan apa yang terjadi seolah dialah yang berada dan mengelola manajemen kafe.

Penjelasan demi penjelasan sudah diberikan oleh Rasya yang membuat sebagian orang terdiam. Semua pertanyaan dan keraguan dari para pewaralaba dilahap habis. Rasya menjawab semuanya berdasarkan fakta dan bukti.

Selesai dengan segala pertanyaan dari para pewaralaba, lelaki itu kemudian diam dan menatap seluruh orang yang ada di sana. Mengamati satu per satu wajah yang terlihat mencurigakan. Seolah tahu siapa orang yang ada di belakang masalah yang terjadi sekarang, sang lelaki mendekatkan wajahnya pada sang pujaan.

"Siapa pemegang keuangan di kafemu?" tanya Rasya sedikit berbisik.

Andini tersenyum canggung, telah berburuk sangka pada sang mantan karena sikapnya tadi. Setelahnya, perempuan itu menunjuk seorang lelaki yang duduk di sebelah kiri Davit.

"Siapa perempuan yang di sebelah Tiwi?" lanjut Rasya. Rasa penasarannya semakin tinggi.

"Dia asistenku." Andini mulai merasa risih ketika beberapa pasang mata melirik ke arah tangannya yang digenggam oleh Rasya. Demi menghindari fitnah dan gosip, si perempuan berusaha melepaskan pegangan tangan tersebut. Rasya sempat menatap tidak suka.

"Ingat, aku adalah perempuan bersuami. Jangan libatkan perasaan dan masa lalu," ucap Andini seolah mengulang kalimat yang sempat dilontarkan Rasya tadi padi.

"Oke. Aku ingin bicara setelah meeting ini." 

Setelah itu Rasya beralih menatap semua orang. "Saya akan membantu mengaudit keuangan MCD kafe. Seminggu lagi, kita adakan meeting dan membahas bagaimana langkah selanjutnya. Jika terbukti ada pihak intern MCD yang melakukan kecurangan, maka saya akan melaporkan pada pihak berwajib. Tapi, jika memang keuntungan yang diperoleh selama ini nihil, tolong beri kami kesempatan untuk meningkatkan penjualan sehingga kafe tiap-tiap cabang tetap berjalan. Beri kami kepercayaan sekali lagi. Jika tahun kedua masih belum diperoleh laba yang sangat menguntung, kalian bisa memutus hubungan kerja sama."

Rasya berkata seolah-olah dia terlibat dalam manajemen kafe. Padahal kenyataannya, dia hanyalah seseorang yang baru akan bergabung dengan MCD. Baik Andini maupun Pratiwi tidak ada yang mengucapkan kalimat sanggahan atau bantahan. Davit sendiri langsung mengangguk. Dia begitu percaya jika sahabatnya sudah turun tangan dan berkata demikian. Maka, Rasya pasti akan menyelesaikan semua masalah itu sampai ke akar-akarnya.

Semua terdiam, tetapi beberapa saat kemudian ada salah satu dari mereka yang mengangkat tangan. Lelaki berkumis tebal dengan perut sedikit buncit itu menatap Andini dan semua orang yang ada di sebelahnya.

"Ya, silakan, Pak," kata Davit karena dia yang melihat orang tersebut mengangkat tangan pertama kali.

"Apa jaminan bagi kami bahwa pihak MCD tidak akan lari dari tanggung jawab mereka? Selama ini kami sudah sangat dirugikan. Jika cuma omongan, tentu kami semua bisa melakukannya. Kami tidak butuh janji, tapi bukti nyata,"ucap lelaki tersebut.

"Benar," ucap yang lain. "Saya juga butuh jaminan untuk masalah ini. Tentunya, kami berinvestasi pada kafe MCD karena melihat banyaknya peluang serta tertarik pada visi misi perusahaan yang dipaparkan di awal dulu. Tapi, kenyataannya kami sekarang tidak mendapatkan hasil apa pun. Investasi tersebut seperti investasi bodong."

"Saya bahkan telah menggunakan uang tabungan pendidikan anak saya saat bergabung di kafe MCD, tapi nggak dapat apa-apa. Padahal pihak manajemen memberikan janji yang cukup menggiurkan. Kalau tahu begini, saya tidak akan pernah bergabung. Merugikan saja," tambah seorang perempuan paruh baya bergamis hitam.

Andini dan pihak manajemen MCD kembali dibuat panik setelah tadi sedikit tenang akibat bantuan Rasya.

"Bagaimana ini, Din," tanya Pratiwi.

Andini terdiam, dia tidak boleh gegabah saat menjawab perkataan orang-orang tadi. Salah kalimat saja, para pewaralaba pasti akan menyerangnya kembali. Namun, untuk memberikan jaminan, tentu dia belum berani. Andini belum menemukan sumber masalah. Apa yang dikatakan Rasya adalah gambaran umum alur dugaan penggelapan pembagian hasil MCD.

Melihat kebingungan dari sang pujaan, hati Rasya terasa diiris-iris. Dia merasakan dilema, apalagi perkataan Andini yang memberinya peringatan tadi. Namun, rasa cinta yang belum hilang di hati telah membuatnya mengambil keputusan.

Rasya berdiri dan menatap semua orang sekali lagi. "Di awal, saya sudah mengatakan. Jika ada yang berani menghancurkan MCD, maka akan berhadapan dengan grup Zafir. Jika kalian semua masih meragukan apa yang saya katakan tadi, maka gunakan saya sebagai jaminannya. Tentu Anda semua yang ada di sini mengenal nama keluarga Zafir dan segala usaha yang dimiliki." kata Rasya tanpa berunding terlebih dahulu dengan Dini. Dia kembali menatap semua orang.

"Apakah kalian semua masih meragukannya?" tantang Rasya.

"Baiklah, kami menunggu semua hasil terbaik seminggu lagi. Mohon jangan mengecewakan kepercayaan kami sebagai penanam modal," ucap lelaki yang pertama kali berkata tadi.

"Saya rasa, pertemuan kali ini cukup sampai di sini. Kita akan bertemu kembali seminggu kemudian," ucap Rasya mendahului keputusan para petinggi MCD.

Semua orang membubarkan diri kecuali manajemen MCD. Setelah Rasya menginstruksikan beberapa perintah pada semua karyawan Andini, mereka meninggalkan ruang meeting juga.

Kini, hanya tinggal empat orang yang saling mengenal dekat. Rasya melirik Andini tajam. 

"Jika tidak sanggup menghadapi situasi seperti ini, sebaiknya kamu diam di rumah. Menunggu suami pulang kerja dan menjaga anak-anak," sindirnya kasar.

Pratiwi yang mendengar ucapan menghina Rasya, emosinya naik. "Jika bantuanmu, hanya untuk menghina Andini. Sebaiknya kamu batalkan saja."

Andini merotasi bola matanya. "Aku sudah curiga. Niatmu nggak tulus," ucapnya pada sang mantan.

"Sudah tahu nggak mampu, masih saja sombong." Rasya segera membereskan laptop dan meninggalkan ruang meeting.

"Sekali lagi, jangan libatkan masa lalu kita," teriak Andini, jengkel.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Berawal Dimodali, Berakhir Dinikahi   76. Happy End

    Happy Reading*****Rasya sangat jengkel dengan tingkah Davit yang menyamar sebagai Andini. D jaia pun memukuli lelaki itu hingga mengaduh."Ampun ... Ampun. Adikmu tersayang yang nyuruh. Marahin dia saja," ucap Davit sambil menunjuk pada Anggita. "Ih, kok aku, sih?" sahut Anggita, "Mbak Tiwi, tuh. Dia yang ngasih ide." Menunjuk sahabat Andini yang tertawa lebar melihat ekspresi kecewa Rasya. "Sudah!" bentak Rasya, "sekarang mana istriku?""Ini," ucap Ranti dan Hawa bersamaan. Gamis putih perpaduan sutra satin dan berkata serta payet mutiara, melekat di tubuh Andini. Kerudung yang menutup dada dan menjuntai serta mahkota mutiara bertengger di kepala. Jangan lupakan make up natural yang makin menambah pesona kecantikan perempuan itu berlipat ganda. Senyum penuh kebahagian menambah kilau kecantikannya bersinar. Rasya dibuat terpukau dengan sosok wanita yang kini sedang berjalan mendekatinya. Tanpa kedip, dia terus menatap Andini. Seorang perempuan yang sudah sangat lama dicintai. Se

  • Berawal Dimodali, Berakhir Dinikahi   75. Pernikahan

    Happy Reading*****Niat hati ingin berduaan dan menyatakan cinta pada sang pujaan malah gagal total. Seluruh keluarga Rasya dan Andini ada di restoran itu. Tangan Nareswara bahkan sudah bertengger pada telinga kiri. "Papi itu nggak percaya kalau Mas ngomong mau jemput Andini. Pasti kayak gini hasilnya," ucap Nareswara. "Hmm, Mas," sahut Hamni."Padahal tinggal nunggu beberapa hari lagi. Masak iya sudah nggak tahan pengen berduaan," tambah Hawa. Rasya meringis sambil menggaruk kepalanya. "Kok pada tahu kalau Mas di sini, sih?""Jelas kami tahu. Ada mata-mata yang akan mengatakan perilakumu, Mas," sahut Dzauhari. "Ayah kok ikut-ikutan, sih?" Wajah ditekuk-tekuk karena kesal rencana manisnya dengan Andini gagal, Rasya memajukan bibirnya. "Makanya, Pa. Kalau punya rencana ajak-ajak Adik biar nggak gini kejadiaannya," celetuk Bisma. "Eh, kok nggak belain Papa?" Rasya menggerak-gerakkan bibir, lucu sekali tingkah sang pemimpin grup Zafir itu. Andai para karyawannya tahu, apa mungkin

  • Berawal Dimodali, Berakhir Dinikahi   74. Gagal

    Happy Reading*****"Sudahlah, Nak. Nggak usah tanya untuk apa beliau meminta cincin ini," ucap Hamni. Dia mulai melepas cincin yang dibelikan sang suami sebagai hadiah ulang tahun pernikahan mereka yang ke 25 waktu itu. "Ibumu benar, Nak," tambah Dzauhari. "Ayah bisa membelikan ibumu cincin yang seperti itu lagi nantinya."Walau keberatan, Rasya tetap menganggukkan kepala. Perlahan Hamni melepaskan cincin yang diminta oleh Nareswara. "Ini, Pak." Menyerahkan pada lelaki yang tengah berbaring di ranjang kesakitan itu, Hamni menampilkan senyumnya."Tolong kamu pasangkan ke hari manis Mbak Andini. Sebelum terjadi hal-hal yang nggak diinginkan, saya mau melihatnya menjadi calon menantumu.""Papi," panggil Andini dan Rasya bersamaan. Mereka juga saling tatap. Tidak menyangka sama sekali jika Nareswara punya niat seperti itu."Papi nggak tahu sampai kapan hidup. Jadi, sebelum Papi dipanggil sama Allah, Papi mau kalian saling terikat satu sama lain."Andini meletakkan jari telunjuknya ke

  • Berawal Dimodali, Berakhir Dinikahi   73. Akhirnya

    Happy Reading*****Anggita mendekat pada Nareswara. Tangannya berusaha melepaskan cekikan di leher Hawa. "Pi, pliss jangan seperti ini. Kita bisa bicarakan semua dengan tenang. Biarkan Mami menceritakan semuanya.""Pi, benar katanya Adik. Nggak akan ada penyelesaian jika kita mengedepankan emosi," tambah Andini. Dia juga berusaha melepaskan pegangan tangan Nareswara pada leher Hawa. "Istighfar, Pi."Nareswara menghela napas. Perlahan, dia mengendurkan pegangannya pada leher sang istri. "Astagfirullah," ucapnya pelan.Sementara di seberang duduknya, Rasya dan orang tua kandungnya melihat dengan diam. Mereka tidak akan menambah kekeruhan permasalahan yang ada dengan membuka suara. "Jadi, katakan apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa Mas Rasya sampai nekat akan melamar Andini yang jelas-jelas diketahui adalah adiknya," pinta Nareswara ketika Hawa terlihat jauh lebih tenang. "Berjanjilah, Papi nggak akan menceraikan Mami atau marah lagi," pinta Hawa. Sorot mata penuh ketakutan dan keput

  • Berawal Dimodali, Berakhir Dinikahi   72. Harus Jujur

    Happy Reading*****"Iya, saya," kata seorang perempuan berjilbab yang di sebelahnya berdiri Rasya dan Dzauhari. "Apa kabar, Mbak?""Kalian kok bisa kenal sama Rasya padahal nggak pernah bertemu sama sekali?" tambah Nareswara, "ayo duduk."Walau sedikit terkejut dengan kedatangan tamu tak diundang. Nareswara tetap ramah dan menerima kedatangan Dzauhari dan Hamni. "Mbak minta tolong sama Bibi buatkan minuman untuk mereka," tambah Nareswara pada Andini. Sementara Hawa, dia diam bak patung, menjawab pertanyaan yang Hamni ajukan saja, tidak dilakukan. Tak disangka, mamanya Arvan mendekati Hamni dan memeluk. Mereka saling sapa dengan cipika-cipiki. Rasya menatap curiga pada Hamni. "Apa kabar, Mbak? Lama nggak ketemu, balik Banyuwangi nggak kabar-kabar. Tahu gitu tak jemput lho di bandara," ujar perempuan yang diketahui bernama Sarita, ibunya Arvan."Kabar baik, Rit. Maaf, ya, aku dadakan ini pulangnya. Jadi, nggak sempat kabar-kabar.""Yah, kok ibu kenal?" bisik Rasya pada Dzauhari. "B

  • Berawal Dimodali, Berakhir Dinikahi   71. Syarat

    Happy Reading*****"Kami, cuma bisa memberikan ini untuk kebahagianmu, Nak. Kapan pun kamu meminta kami untuk menghadap Pak Nareswara dan Mbak Hawa, kami siap," ucap Hamni."Benar, Nak. Nggak perlu nunggu besok atau lusa. Sekarang pun, kita bisa kembali kalau kamu mau," tambah Dzauhari."Ayah, Ibu, sekali lagi terima kasih. Aku nggak tahu bagaimana harus membalas semua ini," ucap Rasa begitu terharu.Para pekerja yang melihat adegan mengharukan di depan mereka, tak kuasa membendung air mata. Mereka begitu terharu, setelah sekian lama kebahagiaan itu akhirnya datang pada atasan mereka. "Mungkin, besok pagi. Aku kembali ke Banyuwangi, Pak. Gimana?""Nggak masalah, Nak." Dzauhari menaikkan garis bibirnya. "Gimana kalau menggunakan perjalanan darat saja, Nak. Ibu dengar, besok penerbangan Banyuwangi-Bali ditiadakan karena cuaca memburuk," tambah Hamni."Sepertinya iya, Bu. Aku barusan dapat kabar dari Adipati. Nggak ada tiket ke sana untuk besok."Pasangan itu tersenyum. "Biar sopir

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status