Share

Apes!

Ganes menelan ludah susah payah. Batapa apesnya ia yang tengah menerima orderan dari sebuah pusat perbelanjaan. Beruntungnya, ia telah terbiasa mengenakan masker sejak bekerja di rumah sakit ternama pada hari kedua.

Ganes mencoba tenang. Sembari terus mengikuti rute perjalanan sesuai aplikasi yang telah diterima, sesekali ia akan melirik pada kaca cembung motornya. Alih-alih terpesona dengan wajah rupawan yang tengah duduk di balik punggung, ia malah menghela napas panjang.

Ia ingat betul, bagaimana pertemuan ketiganya bersama pria yang telah mengajaknya bertaruh tiga bulan ke depan, seminggu yang lalu. Di hari keduanya bekerja, ia yang mengenakan masker hampir saja dikenali suaranya.

"Permisi, kamu enggak lagi ngepel 'kan, di dalam?" tanya sang direktur utama. Ia menunjuk ke arah dalam sembari memicing pada Ganes Gantari yang duduk di depan pintu toilet di lantai tiga.

Ganes menunduk, lantas menggeleng dengan pelan. Tak lupa, diubahnya suara agar tak mudah dikenali oleh pria pongah di hadapan.

"Sa-saya enggak lagi ngepel, Pak. Mohon maafkan kesalahan saya kemarin."

Usia mendengar pengakuan Ganes, alih-alih memaafkan, Rajendra malah mengernyit heran. Ia telah berkacak pinggang sembari memperhatikan perempuan yang tengah ada di hadapan.

"Apa kita pernah bertemu sebelumnya? Suaramu enggak asing rasanya."

Terang saja, Ganes membeliak. Ia menggeleng, lalu melambaikan kedua tangan di depan dada. Keringat pun mulai membulir pada dahinya yang lebar.

"Maaf, Pak. Saya baru kerja di sini. Kemaren kita bertemu untuk yang pertama kali."

Suara Ganes yang berubah drastis kian membuat Jendra merasakan sebuah kejanggalan. Namun karena harus buang air, ia mengabaikan keanehan yang terjadi. 

Saat Rajendra kembali keluar dari toilet, Ganes bangkit dari tempatnya berjaga. Alih-alih memperhatikan, Ganes tetap menunduk demi menyembunyikan identitasnya.

Rajendra berhenti tepat di depan pintu toilet pria. Ia menatap Ganes sebentar dari ujung kaki hingga kepala, sebelum akhirnya mengulas senyum barang sekejap.

"Aneh."

Lamunan Ganes buyar saat Jendra yang duduk di balik punggung, menepuk-nepuk kedua bahu dengan keras.

"Hei! Jangan ngelamun! Kamu mau mati apa?"

Terang saja, Ganes langsung kembali memfokuskan diri. Meski caranya berkendara tak perlu diragukan lagi, tetapi tetap saja ia harus fokus pada jalanan demi keselamatan bersama.

"Ma-maaf."

Bersamaan dengan itu, Rajendra pun mengernyit. Diperhatikannya wajah driver ojek online yang ia pesan melalui spion motor yang mengalami banyak kerusakan.

Sadar ia kembali melakukan kesalahan fatal, Ganes berdeham. Diubahnya kembali suara agar tak mampu dikenali oleh sang direktur sekaligus pria yang mengajaknya bertaruh dengan pongah.

"Maaf, Pak. Saya meninggalkan anak di rumah. Pikiran saya enggak fokus karena kepikiran anak-anak."

Sembari mengaku demikian, Ganes berperan bak perempuan yang tengah sedih dan frustrasi. Entah bagaimana caranya, ia berhasil membuat air matanya menggantung di pelupuk mata.

Tentu saja, melihat itu, hati Rajendra tersentuh. Ia mengangguk, lalu menawarkan diri.

"Kalau begitu, bagaimana kalo saya yang menyetir? Biar ibuk bisa istirahat sebentar. Ayo, Bu, menepi sebentar."

Tentu saja, ajakan Jendra tak bisa ia tolak. Bak makan buah simalakama, akhirnya Ganes memilih untuk menepi demi berpindah posisi.

Usai duduk pada jok bagian belakang, Ganes teringat akan banyaknya keuntungan yang terjadi usai taruhan bersama pria yang kini tengah mengendalikan laju Blacky.

Sontak saja, Ganes menepuk dahi dengan pelan. Betapa bodohnya ia yang tak bisa menolak orderan aplikasi sejak ia tahu siapa penumpangnya.

"Jangan-jangan, meskipun pongah, dia adalah Dewa Fortuna untukku?"

"Maaf, apa Ibu mengatakan sesuatu?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status