Share

Tulah

Author: Ira Yusran
last update Last Updated: 2023-09-02 11:48:09

Sontak saja Ganes tergeragap. Ia menelan ludah susah payah, lalu kembali mengubah suara dengan menekan pangkal lidah.

"Oh, enggak, Pak. Saya cuma lagi berdoa saja. Maaf."

Jendra melirik Ganes sebentar, sebelum akhirnya kembali fokus sembari buka suara.

"Suami ke mana? Kenapa bukan suami yang ngojek? Itu tadi akun suaminya, kah?"

Untuk sesaat, Ganes kembali menelan ludah susah payah. Dianggukkannya kepala sembari mencari alasan yang tepat.

"Anu, Pak, kebetulan su—"

"Tak perlu cerita kalo enggak mau cerita, Bu. Saya paham, keliatan banget dari motornya yang ringsek sana-sini."

Ganes memejam sembayi mengernyit penuh sesal. Ia sadar bahwa telah banyak kebohongan yang ia lakukan. Namun, karena demi mendapat gaji dua kali lipat dari yang kini ditawarkan pihak rumah sakit, mau tak mau ia harus tetap bersikukuh dengan jalan yang ditempuh.

"Ya, begitulah. Yang saya pahami, saya harus cari yang sebanyak mungkin apa pun caranya karena biaya hidup dan berobat butuh banyak uang."

Usai mengatakan demikian, Rajendra tak lagi mengajaknya bicara. Alih-alih tenang, Ganes malah terlihat pucat. Ia bingung tak keruan. Terlebih, saat sadar bahwa bisa jadi, sang direktur mengenali motornya kala berada di rumah sakit kemarin saat bekerja.

Blacky telah menepi, tepat pada sebuah rumah yang terlihat sederhana. Sembari demikian, Ganes telah turun dari motor. Ditundukkannya kepala saat Jendra mengembalikan helm dengan stiker perusahaan.

Hampir saja Ganes segera pergi dari kediaman Rajendra yang mengusung tema industrial saat pria dengan tinggi 178 itu menggenggam lengannya pelan. Dengan cepat, ia menelan ludah susah payah, bersiap untuk kembali dimaki entah untuk yang keberapa kalinya.

Namun, bukan itu yang terjadi selanjutnya. Betapa terkejutnya ia saat tangan Jendra mengangsurkan beberapa lembar uang pecahan terbesar.

"Ini buat Ibu. Jangan sedih, ya. Semoga bisa membantu buat beli susu anak dan biaya berobat suaminya. Semangat kerjanya, Bu!"

Menerima uang sebanyak itu atas kebohongan yang besar, membuat Ganes bingung sendiri. Ia mencoba menolak, tetapi bisikan dalam kepalanya tak lagi mampu menolak tumpukan rupiah di tangan.

"Ta-tapi, Pak," ujar Ganes terbata-bata. Ia masih dilanda keraguan antara menerima dan menolak pemberian Rajendra.

Melihat itu, Rajendra kembali mengangsurkan uangnya, tepat pada kedua tangan Ganes yang diraih dengan cepat. Digenggamkannya pula kedua tangan Ganes demi memegang sejumlah uang yang ia berikan.

"Jangan terlalu banyak mikir, Bu. Ini rezeki dari Tuhan. Cepet pulang dan bawa suamimu berobat. Karena sehat adalah anugerah yang paling dicari banyak orang. Hati-hati di jalan, Bu."

Betapa bergetarnya hati Ganes saat tangannya digenggam oleh Rajendra. Kedua matanya berkaca-kaca, merasa begitu bersalah. Padahal, ia tak benar-benar membutuhkan uang yang diberikan Rajendra.

Dianggukkannya kepala tepat saat Jendra memasuki rumahnya. Pagar yang dibuat dari roaster dengan background lambaian dedaunan hijau itu terlihat menyejukkan kedua mata, tapi sekaligus perih di mata Ganes. Lantas, ia berbalik pulang. Ada yang tersentil dalam lubuk hatinya yang terdalam.

Selama perjalanan pulang pun, ia selalu terngiang dengan semua ucapan manis Rajendra. Sayangnya, alih-alih mengingat semua kebaikan Jendra sekali lagi, bayangan akan caci maki yang diterima beberapa hari silam turut berkelebat di depan mata.

Ganes mendengkus gemas. Dibuangnya pandangan ke lain arah, sebelum akhirnya menyeringai sambil mengusap air yang menggantung di sudut mata.

"Jangan tertipu, Nes! Ini tulahnya sendiri! Mau enggak mau, aku bakal bikin dia kalah sama taruhannya sendiri. Aku bakal bikin dia malu di depan banyak orang karena telah menghinaku yang sudah mengiba tempo hari.

Siapa yang akan menyangka, dia akan menandatangani slip gajiku selama tiga bulan ke depan sebelum benar-benar kumenangkan taruhannya?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Berawal dari Taruhan, Berakhir Dipinang CEO Tampan   Gajian Kedua

    Ganes menghela napas panjang. Ia benar-benar tak habis pikir dengan pemikiran sang kawan. Terlebih, niat yang dikukuhkan demi bisa menyainginya.Padahal, Ganes tak pernah melupakan Diana. Ia bahkan selalu berterimakasih atas segala hal, meski tak pernah diterima. Namun kini, alih-alih mendukung ia akan mendapat tusukan dari kawan sendiri.Ganes telah menyelesaikan tiga permintaan antar dari aplikasi ojek online yang menaunginya. Ia memilih menepi sebentar di pinggir jalan. Bukan untuk sarapan, melainkan untuk membuka pikiran.Sudah barang pasti ada hal yang tak memuaskan bagi Diana hingga harus berniat hendak menusuknya dari belakang. Walaupun Ganes tak tahu pasti apa itu, tapi ia memaksa untuk mengingat banyak hal.Nyatanya, ia merasa memang tak pernah punya salah. Begitu pun Diana. Tak ada tanda-tanda sikap Diana yang berubah. Terlebih, setelah ia diberikan peran untuk debut pertama.Mau tak mau, Ganes mencoba menghubungi sang kawan. Telah ia kirimkan pesan singkat pada Diana hanya

  • Berawal dari Taruhan, Berakhir Dipinang CEO Tampan   Anak Emak yang Lainnya

    "Apa yang membuatmu begitu ikut campur atas masalah keluargaku, Nes? Masalahmu sendiri saja, kamu tak mampu menyelesaikannya! Lantas, kenapa ikut campur masalah orang?"Pertanyaan Diana terus terngiang dalam kepalanya. Sudah berhari-hari ia tak lagi bertemu dengan Diana. Jangankan bertemu dan kembali bersenda gurau, untuk saling menyapa dalam pesan singkat pun keduanya terlihat enggan.Ganes dengan kekecewaannya yang mendalam sedangkan Diana dengan kekesalannya sebab dituduh sedemikian rupa. Sudah tujuh hari pula ia bekerja lebih dari delapan jam tiap harinya demi menebus jam tayangnya saat pertunjukan.Bak didatangi Dewi Fortuna. Hal itu lantas membuat Ganes terlihat lebih sibuk dari biasanya. Dengan begitu, ia tak harus segera pulang ke rumah. Usai bekerja, ia akan melanjutkan pekerjaan utamanya sejak beberapa tahun silam, yakni menjadi sopir ojek online.Selama bekerja pun, tak ada satu patah kata yang bisa ia ungkap selain menjawab sapaan para aktris muda. Penampilannya dalam debu

  • Berawal dari Taruhan, Berakhir Dipinang CEO Tampan   Panjang Tangan

    "Saya tak pernah kenal dengan orang tua saya, Bu. Jangankan nama, darah yang mengalir saja tak akan mampu lagi mengenali mereka."Pernyataan yang masih terngiang-ngiang dalam kepala Ganes itu benar-benar membuatnya memikirkan banyak hal. Meski ia sendiri yang mengatakan demikian, tetapi saat mengingat ucapan Rosmana, ia mulai resah nan bimbang.Jam sudah menunjuk ke angka sepuluh setelah ia ngebit beberapa jam sepulang dari kediaman Nyonya Saras. Tujuh permintaan antar pun telah ia selesaikan dalam waktu dua jam. Lantas, segera ditujunya bangunan dua lantai yang menjadi tempatnya berpulang setelah sadar hari kian malam.Ganes telah merebahkan badan di kasur lantainya. Spon busa densiti tinggi itu berhasil meredam sakit punggung dan pinggangnya seketika. Ia mendesah panjang, lantas kembali terpikirkan mengenai jawaban Nyonya Saras.Bukan tanpa sebab. Tepat usai ia membersihkan badan, kala ia sibuk menenggak teh rempah buatan Nyonya Saras, ada yang membuatnya begitu resah. Melihat sang

  • Berawal dari Taruhan, Berakhir Dipinang CEO Tampan   Wajah yang Dikenal

    Tujuh hari pertunjukan Ganes telah usai. Namun, hutang pekerjaan Ganes belum juga terbayar. Sejak awal, Rajendra memang telah menyiapkan segalanya. Mengenai neraka yang berkemungkinan akan membuat Ganes jera.Meski ada tanda tangan di atas kertas mengenai pertunjukan yang masih berada di jam kerja telah dihitung kerja, tetapi nyatanya ada catatan terakhir yang membuat Ganes rugi besar."Sialan emang si Jendra. Aku baru tau kalo pas tanda tangan mesti baca semua poin yang tertuang. Yang kutahu kan, cuma perjanjian bahwa pertunjukanku termasuk jam kerja."Gerutuan Ganes tak juga berhenti meski jam sudah menunjuk ke angka lima. Meski ia tak lagi berlatih di aula seperti yang sudah-sudah, tetapi tetap saja ia sudah bekerja lebih dari delapan jam."Sialnya, itu poin malah tercetak lebih kecil dan ditebalkan. Bodohnya, aku enggak baca. Halah. Emang otak si Jendra aja yang liciknya enggak kira-kira."Sekali lagi, Ganes tengah moping sembari terus mengomel tanpa jeda. Padahal, tak ada lagi se

  • Berawal dari Taruhan, Berakhir Dipinang CEO Tampan   Terpisah

    Ganes baru saja usai memerankan pertunjukan di hari keduanya usai debut pertama kemarin sore. Dibukanya senyum lebar saat melihat Faruk yang datang sembari membawa buket uang.Bukan tanpa sebab. Sebagai permintaan maafnya tempo hari, Ganes memilih mengirimkan Faruk tiket pertunjukan.Kebetulan, Faruk pun tengah mengambil cuti sebab kondisi kesehatan yang tak memungkinkan. Itu sebabnya, ia bisa hadir memenuhi undangan dari sang kawan."Aku enggak nyangka, Nes, kamu sehebat ini. Sumpah, Ganes yang dulu ingusan, nangisan, gembengan, suka cari gara-gara, bisa semenakjubkan ini. Enggak salah emang kalo aku jadi kawanmu sejak dini. Membanggakan sekali!"Ganes tersipu mendengar pujian Faruk yang tiada habisnya. Ia telah menerima buket uang bernilai ratusan ribu dengan senyum mengembang. "Jangan muji terlalu tinggi, Ruk. Aku masih sebutir nasi di tengah kuah soto yang lagi dipanasi. Ngeri kalo sampek ledeh sendiri."Faruk terbahak-bahak. Ia telah menepuk bangku kosong di sebelahnya demi mengu

  • Berawal dari Taruhan, Berakhir Dipinang CEO Tampan   Menunggu

    Ganes mulai membuka ponsel saat merebah di kamar. Beberapa headline berita ternama, menyorot namanya yang mulai banyak dikenal. Beberapa kali, senyumnya terkembang. Namun, tepat saat ia hendak berbangga dengan pencapaian diri, ia teringat akan kesalahannya sendiri.Ganes berusaha menarik napas dalam-dalam. Dibukanya salah satu pesan dalam aplikasi dalam jaringan. Dibukanya nama profil dengan gambar sang kawan sejak masih di panti asuhan.Ia ingat betul, beberapa hari sebelum debut pementasannya tiba, ia salah paham dengan apa yang terjadi pada Diana. Ganes masih berutang maaf, meski persahabatan mereka lebih dari sekadar terima kasih dan maaf."Kamu ngapain Diana, Ruk?" tanya Ganes kala itu.Ia yang telah naik pitam sebab melihat kondisi Diana yang awut-awutan, langsung melabrak sang kawan yang dikenal bak playboy kelas teri sejak masih sekolah."Ngapain Diana gimana? Aku kenal Diana aja enggak. Cuma sekedar ngomong berdua dan tanya-tanya. Titip salam juga. Enggak ngapa-ngapain, kok,"

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status