Share

Tumbal Agensi

Author: CameoDuran
last update Last Updated: 2021-08-12 15:53:44

Demian merasakan sesuatu yang kokoh menyentak kepalanya. Disertai dengan bunyi khas yang sudah ia kenal baik selama hidup. Bunyi pelatuk.

"Sial, Harry!" serta-merta ia membelalakkan kedua bola mata ketika sadar pistol milik Harry sudah menempel disisi kepalanya. Membuatnya refleks mengangkat kedua tangannya keatas.

"Kubilang kan pagi ini kau sudah akan ada di neraka." kata Harry santai. Pria itu memiliki tatanan rambut klimis yang anak rambutnya selalu menuruni dahi. Sehingga jika kepalanya tertunduk, Harry harus sibuk meniupi anak rambut sialan itu agar tidak menutupi mata. Seperti sekarang.

"Relax oke? Aku benar-benar terdesak tadi malam!"

"Bisakah kau tidak melibatkanku terus dalam masalahmu? Alex jadi mencecarku semalaman karena kau bilang padanya kalau aku tidak becus menghilangkan bukti!"

Sebenarnya ini bukan yang pertama kali Demian melakukan hal semacam kemarin, tetapi Harry tak juga mengerti wataknya. Lantas ia mengurut pelipis sambil memejamkan matanya sebentar, "kau tidak mau setengah dari bayaranku?"

Harry menggerakkan kepalanya sedikit, memindahkan pandangannya dari dalam aperture pistol untuk menatap Demian lebih jelas, "bajingan, kau tidak bisa mengukur segalanya dengan uang!"

"Jadi kuasumsikan kau tidak tertarik?"

Harry terdiam, tapi lalu menurunkan pistolnya. Sepertinya strategi Demian berhasil lagi sehingga pria itu juga menurunkan tangan dan tersenyum penuh kemenangan.

Oh—tapi—dia menodongkan pistolnya lagi pada Demian.

"Sekali lagi kau memfitnahku didepan Alex, aku tak segan menembakmu kawan!"

Kadar kewaspadaan Demian sudah menurun sepersekian sekon yang lalu sehingga ia merebut pistol dari Harry dan melemparnya keatas ranjang.

"Fine, Mr.President." katanya tak peduli sambil beranjak turun dari ranjang. Sementara Harry yang memutuskan untuk membuat pikirannya lebih segar segera berjalan kearah balkon dan membukanya agar udara pagi bisa masuk.

"Carilah wanita lain." usul Harry seraya menyalakan sebatang rokok. Ia bosan menjadi penyebab Demian mengambinghitamkannya ketika ada masalah. Dan ia juga tahu masalahnya tidak pernah berbeda.

"Apa?!"

"Bos, kau itu sempurna. Melihatmu seperti ini sangat menyakiti hatiku tahu!"

Agaknya penuturan Harry barusan mengundang sedikit amarah sehingga Demian berjalan menghampirinya dan berdiri didepan balkon sambil menopang satu tangannya pada pintu, "kau mau kugorok juga?"

Harry buru-buru menaruh rokok diatas asbak ketika menyadari situasinya berubah,"maaf, maaf. Tapi maksudku, ini sudah satu tahun Demian. Apa kau tidak lelah jadi bayang-bayang terus?"

“Aku hanya belum bosan." Demian nampaknya sedang tak berselera untuk membela diri. Harry praktis terperangah tak percaya. Memang ada beberapa orang yang hobinya aneh dan diluar akal, tapi satu tahun menjadi seorang penggemar fanatik sementara hidupnya dikelilingi wanita?

Mungkin Demian sakit jiwa.

"Mengenai Robert Downey, dia minta kau menelepon secepatnya. Sepertinya dia sangat kesulitan saat ini. Aku sudah mengirimkan kontaknya padamu barusan." Harry memilih untuk tidak meneruskan bahasan lagi sebab kepalanya terlalu pusing untuk mengikuti cara berpikir partner-nya itu.

"Aku akan membantunya Harry," kata Demian meyakinkan pria itu dari dalam kamar mandi yang pintunya terbuka, “kau tidak tahu kalau aku sudah merencanakan semua ini secara matang.”

"Bagaimana kau tahu dia akan menyanggupi harga yang kau tawarkan?"

Demian tidak langsung menjawab. Tentu saja, dia sedang menyikat gigi. Tetapi juga memang tidak berniat memberitahukan yang sebenarnya pada rekan dekatnya itu. Memilih menjawabnya dengan mengetuk dua kali sisi kiri kepalanya sebagai jawaban setelah ia keluar dari kamar mandi.

"Ya,ya, aku tahu kau jenius. Tapi aku tidak bisa membaca telepati." 

"Hari ini aku akan sangat sibuk." 

Sementara Harry sedang membuang puntung rokoknya ketempat sampah saat Demian meninggalkannya kekamar mandi, perhatiannya teralihkan pada sebuah kamera besar yang tergeletak disamping meja nakas. Lalu Harry segera mengambil benda tersebut dan menyalakannya.

"Si bodoh itu harusnya menjadi ketua penguntit se-New York. Ck ck!" Harry mengembalikan kamera pada tempatnya setelah ia memeriksa beberapa hasil jepretan Demian dan mengetuk pintu kamar mandi, "bos, aku pergi! Lain kali ambillah foto yang berkualitas sedikit, tidak ada satupun foto telanjangnya yang kau ambil!"

Harry mendengar suara shower itu berhenti dan kemudian--

"HARRY CANON AKAN KUCABUTI SEMUA BULU HIDUNGMU DENGAN TANG!"

                                                                                                                      **

Sinar matahari pagi yang menyusup kedalam kamar naik semakin tinggi, menerpa kulit wajah halus yang sedari tadi masih berada diatas tempat tidurnya. Seakan memaksanya untuk terjaga.

Lalu kelopak mata itu bergerak-gerak dan membuka perlahan. Dan--

"Argh!"

Sebuah kotak kado merah tersodor didepan Anna.

"Selamat pagi Anna Stevenfield yang kecantikannya menyaingi Marylin Monroe." Tom muncul dari balik kado berukuran cukup besar itu. Anna terduduk diranjang dan Tom meletakkan kado tersebut diatas pangkuannya.

"Jam berapa ini? Sejak kapan kau disini, Tom?"

"Aku baru saja datang dan, yeah.. Seperti biasa, petugas kemanan dibawah memberimu titipan kado lagi," Tom ikut duduk disamping ranjang, “bukalah. Aku penasaran."

Sebagai persiapan kecil, Anna merapikan rambutnya yang berantakan dan membenarkan posisi duduk sebelum menarik napas panjang. Hatinya mendadak berdebar sangat kencang.

"Kenapa kau yang penasaran? Harusnya kan aku. Bagaimana kalau ini tikus mati seperti waktu itu?"

Tom mengerutkan dahinya, "tapi tikus mati itu bukan dibungkus kotak kado warna merah. Kau tahu kan kalau kotak kado warna merah itu dari siapa?"

Mr. DC. Atau sebutan yang Tom berikan untuk orang itu, si kakek gila penunggu neraka.

"Nah, sekarang bukalah!" seolah mendengar kata hati Anna--Tom memfokuskan pandangannya pada kado itu lagi--tidak sabar melihat kejutan apalagi yang akan mereka dapatkan.

Lalu ketika Anna membuka kotak itu, semerbak bunga mawar menyeruak dari dalamnya.

"Apa isinya?”

Anna mengintip pelan-pelan, “sebuah surat lagi? Dengan hm.. bunga mawar?"

"Apa suratnya bertintakan darah lagi?"

"Iya." Anna bergidik. Ya Tuhan. Pria romantis mana yang memberikan setangkai mawar merah dengan tulisan tangan dari darah manusia?

"Berikan padaku suratnya!" Tom merebut surat itu darinya dan membacanya perlahan-lahan. Sementara Anna terdiam sembari mengambil bunga mawar itu dari dalam kotak. Kakek gila itu tak pernah mengiriminya bunga. Ia akan mengirimi surat bertintakan darah, arak ular kobra, peluru, tapi ia tak pernah mengirim bunga sama sekali.

"Anna.." suara Tom terdengar agak bergetar, "dia bilang ini terakhir kalinya dia mengirimmu kado."

Anna tertegun sebentar,"ah, berarti bagus kan? Kenapa kau terlihat takut?"

Sedikit ragu Tom memperlihatkan surat tersebut agar Anna membacanya.

Ini kado terakhir untukmu. Kuharap kau jadi anak baik sampai saatnya bertemu denganku. Berhentilah membuatku kesal.

See you soon, sweetheart.

"See you soon?" Anna mengulangi kalimat terakhir dalam surat itu, "apakah ini berarti aku akan bertemu dengannya, Tom?"

Hening tecipta sebab Tom melongo dengan muka yang tampak bodoh, "yaampun.. Tidak, tidak! Kita harus melaporkannya pada Robert! Ini sudah keterlaluan, Anna!"

Anna jadi ikut panik karena melihat Tom berdiri dengan wajah yang semrawut. Ia melirik jam mejanya di nakas samping dan bangkit berdiri, "a-apa jadwalku hari ini?"

"Kau ada pemotretan setelah makan siang nanti untuk majalah Giselle. Setelah itu free."

Lalu ia mengambil baju handuknya dari dalam lemari, “baiklah. Setelah pemotretan kita langsung ke kantor agensi. Aku akan memberitahu masalah ini pada Robert!"

                                                                                                                      **

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bercinta dengan Mafia   Peringatan Lewat Sebuah Ciuman

    "... membuat gempar industri hiburan Amerika. Saat ini yang bersangkutan sedang menjalankan tugas negara menghadiri acara jamuan PBB. Sementara Geraldine menjalani pemeriksaan terkait tuduhan pencemaran nama baik artis beserta agensi yang dilayangkan oleh Robert Downey, CEO CamD Entertainment." Hanya jeda satu jam. Setelah Anna menghadiri acara besar jamuan PBB dia mendengar berita yang sangat tidak menyenangkan dari Tom. Layar ponselnya masih dipegang oleh Anna, sementara tangannya gemetaran menahan amarah dan kekecewaan. Geraldine sangat lancang, menghalalkan segala cara untuk mengalahkannya demi mendapat ketenaran dan simpati Amerika Selatan. Anna merasa dihempaskan pada jurang dalam-dalam dan sulit merangkak untuk memperbaiki namanya. Napasnya naik-turun dan air mata sudah berkumpul dikelopak tinggal menunggu untuk jatuh. Bahkan Duta Besar Amerika Selatan masih dudu

  • Bercinta dengan Mafia   Saking cintanya, disusul meski sampai ke ujung dunia.

    Ethan menerima sebuah kartu dari Demian dan menyelipkannya kedalam saku. Dia menghela napas panjang, "kusarankan, ini terakhir kalinya kau berhubungan dengan Oscar. Kondisi psikologisnya sedang terganggu akhir-akhir ini." "Saran yang bagus. Untuk sekarang, berikan saja uang tunai sebesar yang dia minta." "Dan kemudian kau akan membiarkan dia melarikan diri dari polisi?" "Sampaikan padanya jangan kembali kesini sebelum situasi aman. Atau aku tidak akan memberikannya perlindungan lagi setelah ini." Demian hendak meninggalkan Ethan diujung lorong, tetapi langkahnya terhenti saat pria berkulit porselain itu memanggilnya lagi. "Sepertinya kesayanganmu memang sedang merindukanmu malam ini. Dia tak berhenti menatap ponselnya send

  • Bercinta dengan Mafia   Aku merindukannya!

    Sebenarnya hidup Anna baik-baik saja. Dia meyakini itu dengan dirinya sendiri, tak peduli berapa juta orang yang menginginkannya untuk diri mereka, ataupun orang-orang yang iri hati dengan segala keberuntungan yang ia miliki. Hatinya kuat bagai teratai yang hidup diatas kolam meski wajahnya sehalus dandelion di padang bunga. Mungkin itu jugalah yang menarik hati banyak pria dari kalangan remaja hingga pria matang diluar sana. Tak terkecuali Demian Caleb. Fakta bahwa mafia tersebut mengirimkan seseorang dengan kulit sepucat langit hari ini telah membuat Anna tercengang-cengang. Pria itu menghampirinya di lobi bandara, dengan setelah lengkap dan satu tas yang dijinjing. Berdiri dihadapan Anna dan Tom yang memperhatikannya seperti melihat kakek-kakek penggoda remaja yang tersesat. Wajahnya kebetulan lugu, hingga Tom tak kuasa untuk tidak mengejeknya. "Hei, kakek Sugiono," Tom berkacak pinggang setelah putus asa mencari informasi dari agensi, 

  • Bercinta dengan Mafia   Geraldine yang Licik

    Satu hari telah berlalu setelah Anna menghabiskan waktu semalam bersama Demian. Dan sejauh ini harinya berjalan baik-baik saja. Satu-satunya hal yang menjadi pembeda adalah memori tentang bagaimana Demian menghancurkan dirinya diatas ranjang dengan kuasa dan supremasinya yang melumpuhkan hati. Tetapi Anna tetap pada pendiriannya yang tidak ingin meminta perlindungan pada siapapun, terutama pada Demian Caleb kendati pria itu menawarkan perlindungan pada dirinya. “Terimakasih sudah datang di undangan makan siangku,” tiba-tiba Geraldine sudah muncul dihadapannya dengan senyuman yang kentara dibuat manis, “tapi.. kenapa belum kudengar kabar pengunduran dirimu di acara jamuan UNICEF minggu ini?" Bagi Anna, Geraldine adalah wujud ular dalam bentuk manusia. Dan ia tidak tahu apa yang direncanakannya didalam makan siang yang terlihat mewah itu. Ruangannya privat dan tidak ada satupun pengunjung diseluruh penjuru restoran. Anna menerka, Geraldine telah menyewa satu restoran u

  • Bercinta dengan Mafia   Silakan pergi, kalau kau bisa, Anna.

    Harry hanya bisa mendengus kesal tatkala Audi berwarna hitam metalik itu berhenti tepat didepan pintu masuk, sebab ia telah menunggu nyaris satu jam di lobi bawah. Namun betapa terperangahnya ia ketika Anna keluar dari bangku kemudi dan berputar kearah samping untuk membukakan pintu. Segera matanya melirik kearah samping kiri dimana salah satu pengawal sigap menghampiri mobil itu. Demian—keluar darisana seraya memegangi bahunya berpura-pura meringis kesakitan. Membuat dengusannya berubah menjadi helaan napas penuh kepasrahan karena tingkah laku sahabatnya itu benar-benar diuar dugaan. “Kau sudah mau mati,” katanya menghadang Demian yang hendak menuju kearah lift disamping Anna, “masih sempat-sempatnya memadu kasih.” “Berlebihan.” sergah Demian meninggalkannya tanpa dosa. Sementara Anna hanya menyunggingkan senyum canggung sebelum ia memasuki lift. Mengawasi Harry yang melarang para pengawal untuk mengikuti mereka sampai kelantai atas. Pikirannya mulai

  • Bercinta dengan Mafia   Dia yang selalu kembali setelah terluka

    Demian berusaha mempertahankan titik bidik terhadap lawannya satu persatu dengan susah payah. Tubuh Anna yang indah adalah penyebabnya, menjadi alasan satu mata belati lolos membelah epidermis bahunya beberapa saat lalu. Darah mengucur darisana, mengundang erangan kekesalan yang menjadi pemantik tembakan demi tembakan ke segala arah. Hari sudah semakin malam dan pria itu harus segera membenahi kekacauan yang terjadi akibat ulah salah satu saingannya dalam penyelundupan senjata api. Harry masih sibuk memimpin didepan, tembakan jarak jauh memang keahliannya dari dulu. Sementara Demian mengambil-alih situasi di gudang sebelah, dimana puluhan kotak berisi senjata api siap dipindah ke sebuah truk barang berukuran besar. “Selesaikan ini dalam waktu setengah jam, aku harus bertemu dengan Anna!” teriak Demian setelah melepas peluru pada arah kiri dua kali, berjalan menuju Harry yang baru saja menghabisi lima orang sekaligus. Sang partner praktis berbalik menatapnya,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status