"Aruna...."
Terdengar suara mbak Alya di luar kamar, aku malas menjawab. Terdengar ketukan pintu sebanyak tiga kali."Aruna .... Apa kamu tidur?"Kembali mbak Alya memanggilku disertai pertanyaan yang tidak masuk akal, masa iya orang tidur ditanyai."Aruna, ayo makan. Tadi aku beli lauk dari rumah makan kesukaanmu."Nah, kan. Aku tidak menyahut masih saja dipanggil, tapi tawaran mbak Alya meluluhkan rasa malasku berinteraksi dengannya."iya, Mbak."Masih dengan keadaan yang berantakan aku bukakan pintu untuk mbak Alya."Kamu ini tidur apa nggak sih, aku panggil dari tadi diam saja." Protes mbak Alya. Aku nyengir kuda."Mau tidur, tapi nggak jadi. Ayo kita makan saja Mbak.""Ya, ayo tapi benerin dulu itu pakaianmu. Itu, tu .... kancingnya ada yang belum betul."Mbak Alya menunjuk ke arah bajuku yang memang tidak benar aku memakainya tadi."Hehehehe."Aku tertawa sembari mengancingkan bajuku dan membenarkan posisi celanaku yang agak melorot."Rambutnya ditali, jangan seperti itu, nanti masuk kuah. Aku tunggu di ruang makan ya?"Haduh, baru beberapa hari menikah mbak Alya sudah mengaturku seperti ibu.Beberapa saat kemudian aku menyusul mbak Alya yang saat aku sampai di meja makan sedang menambahkan sayur ke piring mas Bara yang sudah terisi nasi dan ayam bumbu."Aku ambil yang dada ya Mbak," kataku sambil menyendok nasi."Iya, ambil saja."Mbak Alya masih saja sibuk melayani suaminya makan siang, dia sepertinya tidak mempedulikan ku. Tak apalah, yang penting aku kenyang dan puas makan hidangan dari rumah makan favoritku.Sesekali ada rasa tidak nyaman ikut makan semeja dengan pasangan yang sedang mesra-mesranya ini. Bagaiman tidak, mereka suap-suapan, saling mencicip makanan yang ada di piring masing-masing, ah! ada-ada saja. Sudah tahu menunya sama masih tukeran. Ada kuah yang menempel sedikit saja di ujung bibir mbak Aliya, mas Bara langsung membersihkannya dengan tisu.Dasar, seperti tidak pernah pacaran saja. Sudah menikah pun gayanya masih seperti baru pacaran. Aku terus saja mengomel dalam hati, sementara mulutku terus saja mengunyah nasi dan lauk yang mempunyai cita rasa amat sedap."Aku sudah selesai, mbak. Mau ke kamar dulu, ngerjain PR."Aku pamit seraya meninggalkan tempat. Mbak Alya dan mas Bara sama-sama menyahut "iya".Sesuai dengan yang kukatakan tadi, aku mulai berkutat dengan tugas sekolahku. Walau pun aku tidak mempunyai prestasi istimewa tapi setidaknya aku tidak mau menjadi siswa paling bodoh di kelas.Terdengar suara ketukan di pintu kamarku, kok tanpa memanggil. Siapa ya?.Dengan malas aku beranjak dari kursi, ternyata ibu."Kau sedang apa?""Ngerjain tugas sekolah, Bu. Ada apa ya Bu, ayo masuk ke dalam.."Tidak usah, Ibu hanya mau memberikan ini, uang bayaran sekolahmu. Besok cepat kamu bayarkan ya, mumpung ibu ada uang ini sekalian untuk tiga bulan ke depan."Tumben sekali ibu memberikanku uang sebanyak ini, o .... mungkin ibu punya simpanan uang dari uang amplop tamu undangan pernikahan Mbak Alya. Aku menerima uang yang diberikan ibu."Terima kasih, Bu. Ayo kita mengobrol di dalam Bu. PR-ku tinggal sedikit lagi kok.""Tidak usah, Ibu mau makan. Lapar. Mbakmu apa masih ada di ruang makan?""Tadi aku duluan, Bu. Mbak Alya sama mas Bara masih di sana tapi entah kalau sekarang.""Ya, sudah. Tutuplah kembali pintumu."Aku tersenyum dan mengangguk. Ibu sudah memunggungi aku, kulihat tubuhnya yang tidak lagi tegap. Iya, ibuku sudah mulai tua. Tapi semangatnya untuk mengurus anak-anaknya masih tetap membara. Dan satu lagi sikap ibu yang belum bisa kupahami sampai saat ini, ibu tetap saja merasa segan walaupun kepada anak-anaknya sendiri.Seperti tadi yang ditanyakan padaku, ibu pasti tidak jadi makan kalau masih ada mas Bara dan mbak Alya yang sedang bersikap mesra di sana. Begitu pun dulu sewaktu mbak Alifia masih tinggal di sini, ibu selalu menghindar saat mbak Alifia sedang berduaan dengan mas Bilal.Kututup semua buku dan kususun rapi di atas meja belajarku, tugas sudah selesai. Kuraih botol minum karena rasa haus yang kurasa, ah enteng! ternyata kosong. Aku beranjak pergi ke dapur untuk mengisinya.Tanpa sengaja aku melihat mbak Alya yang sedang berpelukan dengan mas Bara di kamar, pintu kamar mereka terbuka sedikit saat aku melaluinya tadi. Mereka tampak sekali sedang menikmati saat bahagia mereka. Sial, tiba-tiba aku ingin sekali menikah dan seperti mbak Alya.Kehidupan yang kulalui selama ini seperti tidak ada bahagia-bahagianya sama sekali. Mana tahu setelah menikah nanti, aku akan merasakan hidup yang berbeda, hidup yang lebih menyenangkan. Tapi aku masih sekolah, dan dengan siapa juga aku akan menikah? Itulah aku yang cepat sekali baper, kadang ingin cepat menikah, kadang ingin bekerja mencari uang biar bisa beli apa-apa sendiri, kadang juga ingin sekolah tinggi dan memperoleh gelar yang akan mengangkat namaku menjadi lebih baik dari kakak-kakakku.Setelah minum air dari gelas kemudian mengisi botol minumku dengan penuh, aku pun kembali ke kamar."Kamu cantik Alya, aku sangat mencintaimu. Jangan pernah berpaling dariku ya Sayang."Aku mendengar suara mas Bara yang begitu mesra sedang merayu mbak Alya, aku menghentikan langkahku.Cantik apanya mbak Alya, tentu saja lebih cantik aku. Bodoh sekali mas Bara dalam menilai seorang wanita."Besok sudah mulai kerja, awas saja kalau kamu melirik wanita lain di luar."Bha hahaha, aku ingin sekali meledakkan tawaku saat mendengar ucapan mbak Alya pada mas Bara. Tidak mungkin mas Bara tidak akan melirik wanita lain kalau penampilan mbak Alia hanya seperti itu, sangat tidak seimbang dengan mas Bara yang super keren."Tidak akan Sayang, cup .... cup ....cup"Buset, apa yang kudengar ini. Apa yang sedang dilakukan mereka setelah saling merayu. Aku melanjutkan langkahku dengan tergesa-gesa.Kututup pintu kamarku dengan kasar, dan kuhempaskan badanku di kasur dengan kesal.Apa aku merasa iri dengan mbak Alya? Entahlah, aku sangat tidak suka melihat kemesraan mereka.Mbak Alya adalah saudara kandungku, dia baik dan perhatian padaku. Selama kerja dia sering memberiku uang jajan, membelikan baju atau sepatu, bahkan alat kecantikan dan pulsa hapeku, semua dia yang menanggung. Kini dia sudah menikah, aku tidak boleh berburuk sangka kalau mbak Alya akan berubah dan mengabaikanku. Tidak, mbak Alya tidak seperti itu tapi entahlah .... aku tidak suka saja melihat kebahagiaan mbak Alya dengan mas Bara.Seharusnya kalau mereka bahagia, aku juga bahagia dong. Lha ini, aku hanya bisa merasakan hati yang merasa sebal dan tidak suka melihat kemesraan saudaraku sendiri.Hari ini mas Bara mulai bekerja kembali, ia terlihat semakin tampan dengan pakaian resminya. Aku menelan ludah saat mencuri pandang ke arah iparku yang terasa istimewa ini. Mbak Alya tampak sibuk membantu mas Bara bersiap."Apa kamu mau berangkat bersama Mas Bara, Aruna?"Tanya mbak Alya saat kami berada dalam satu meja makan, menikmati sarapan buatan ibu. Ibu sengaja memasak pagi-pagi supaya semua bisa sarapan. Ibu sendiri sudah sarapan bersama bapak tadi, untuk kemudian berangkat berjualan.Sebenarnya aku senang sekali dengan penawaran ini, tapi aku tidak ingin terlihat murahan dengan menumpang kendaraan mas Bara."Mbak Alya bisa saja, tujuan kami beda Mbak. Nanti Mas Bara bisa terlambat kalau harus mengantarku dulu.""Tidak apa-apa, cuma sedikit masuk gang saja, mungkin cuma butuh waktu tujuh menit."Aku tidak menyangka mas Bara bicara seperti itu, berarti mas Bara mau mengantarku ke sekolah, yess!"Baiklah, kalau tidak merepotkan."Jawabku dengan rasa girang di dalam hati. Kali ini
Rumah mbak Alya bagus sekali, terletak di tepi jalan besar lagi. Mas Bara memang paling jitu menentukan pilihan, kecuali memilih istri.Aku semakin tidak percaya saja pada keadilan Tuhan, mengapa mbak Alya yang dikasih rezeki secara bertubi-tubi. Terus mana bagianku? Dari zaman dahulu kehidupan pahit ini yang kurasakan, tidak ada perubahan sama sekali."Wah, bagus sekali rumahmu, Mbak. Bolehkan aku menginap disini."Aku tak bosan-bosannya melihat ke sana dan ke mari. Rumah yang bagus, interior yang cantik dan perabot yang semuanya baru membuatku betah di rumah ini."Boleh saja."Jawab mbak Alya enteng."Kamu ini. Terus ayah sama ibu sama siapa?"Ibu yang menjawabku dengan ketus."Ya ayah sama ibu, memangnya kenapa kalau nggak ada aku."Ucapku tak kalah ketus."Kamu ini kalau dibilang sama orang tua, Mbakmu kan masih pengantin baru.""Lah terus kenapa, Bu. Di sini ada banyak kamar, kan aku tidak mungkin tidur sekamar sama mbak Alya."Ibu sepertinya benar-benar marah padaku, mukanya tamp
Acara syukuran rumah barunya mbak Alya dan mas Bara sudah selesai. Ibu dan ayah pulang karena pagi-pagi sekali ayah harus berangkat kerja bersama teman-temannya. Ibu harus memasak bekal untuk ayah."Kasihan Mbak Alya kalau harus sendirian membereskan ini semua, Bu."Aku mencari alasan untuk diizinkan menginap di rumah mbak Aya."Tapi kamu nggak bawa seragam sekolahmu, tas dan juga sepatumu bagaimana?""Aku nanti telepon Arum, Bu. Besok Arum akan membawakannya ke sini."Akhirnya ibu menyerah, bisa jadi bukan karena rengekanku tapi karena kasihan melihat mbak Alya yang pasti nanti kelelahan untuk membereskan perabot rumahnya.Ibu dan ayah pulang diantarkan oleh mas Bara, sementara aku dan mbak Alya memulai pekerjaan yang sebenarnya tidak aku sukai ini. Tapi mau bagaimana lagi karena pekerjaan ini aku diizinkan ibu menginap di rumah baru yang bagus ini.Aku dan mbak Alya mengelap piring, gelas, sendok dan lain-lainnya. Kemudian memasukkannya ke kotaknya masing-masing dan menyimpannya di t
Sebenarnya tadi aku mau langsung pulang ke rumah dengan menumpang sepeda motor Arum tetapi aku teringat baju kotorku yang masih kutinggal di dalam kamar rumah mbak Alya. Aku harus mengambilnya.Cuaca terik membuatku sedikit pusing, mungkin juga karena semalam aku kurang tidur.Aku memasuki halaman rumah, sepi. Sedang apa mbak Alya di dalam? Aku memanggilnya tapi tidak ada sahutan. Mungkin mbak Alya sedang di belakang atau sedang tidur siang.Bahkan di dalam rumah pun sepi juga, suara televisi juga tidak terdengar.Langkahku pelan menuju kamar yang kupakai. Belum sampai tujuan, aku mendengar suara dari arah kamar mbak Alya yang memang harus kulewati untuk mencapai kamarku yang terletak agak di belakang.Suara-suara yang membuat telingaku memanas. Memang dasar keterlaluan, ini kan siang hari, mana panas lagi. Mbak Alya pasti sedang bersama mas Bara, tut ... kena sensor. Aku sudah dewasa, aku sudah tau apa arti suara-suara itu. Kuhentakkan kaki ke lantai dengan kesal. Mas Bara begitu say
Sudah sepuluh hari aku tidak bertemu mas Bara, aku merindukannya. Di rumah aku selalu terbayang wajah tampannya. Apa lagi mengingat kenangan bertabrakan malam itu, dalam hatiku kembali berdesir. Aku ingin sekali memeluk mas Bara, pasti akan terasa nyaman dan hangat. Hah, mas Bara kan suami mbak Alya. Dia pasti sudah damai di dalam pelukan istri tercintanya. Aku saja yang konyol.Semakin aku menepiskan rasa itu dan berusaha berpikir rasional, semakin rasa hatiku bergejolak. Hatiku mengatakan kalau yang sedang kurasakan ini sangat manusiawi. Aku perempuan yang menginjak dewasa, normal kan kalau aku mempunyai perasaan tertarik dengan lawan jenis.Terlebih lagi mas Bara memang lelaki idamanku. Yang ada dalam diri mas Bara semua adalah yang kusuka dari seorang lelaki. Jangan salahkan aku, aku sudah mempunyai poin-poin tersendiri untuk lelaki yang mendekatiku dan itu sudah kutetapkan dari dulu sebelum mengenal mas Bara.Aku juga tidak habis pikir, kriteria lelaki idamanku kok bisa semuanya a
Aku semakin ingin selalu dekat dengan mas Bara. Aku ingin merebut perhatiannya yang selalu saja hanya diberikan pada mbak Alya. Apa kurangnya aku hingga aku tidak mendapatkan perhatian dari mas Bara. Mas Bara saja yang belum menyadari kelebihan yang kumiliki dibandingkan dengan mbak Alya.Hari ini aku mendapatkan kesempatan untuk menginap di rumah mbak Alya dengan alasan aku takut terlambat karena mulai hari ini aku menjadi peserta ujian nasional. Selama tiga hari aku diizinkan oleh ayah dan ibu untuk tinggal dirumah mbak Alya.Otakku tak lagi tertuju pada soal ujian yang akan kuhadapi mulai besok tapi aku berpikir bagaimana caranya mencuri perhatian mas Bara. takkan ku sia-siakan kesempatan ini. Aku harus berhasil mendapatkan sesuatu dalam waktu tiga hari ini."Kamu harus jaga dirimu selama di sana, Aruna. Jangan lupa pakai pakaian tertutup dan sopan. Dan belajarlah yang giat agar nilai ujianmu bagus. Jangan kecewakan kakakmu yang akan membiayai kuliahmu nanti.""Iya, Bu. Aku memang h
Sungguh aku tidak bisa lagi melawan rasa yang ada dalam hatiku. Gejolak cintaku pada mas Bara semakin menyala, akan sulit untuk dipadamkan. Bahkan mungkin tidak akan bisa. Aku tahu rasa ini salah, tapi hatiku selalu ingin dan ingin .... dan saat ini semakin ingin. Berawal dari sentuhan-sentuhan kecil yang tidak sengaja, aku semakin dimabukkan oleh perasaan cintaku kepada mas Bara.Apa yang harus kulakukan untuk mendapatkan cinta kakak iparku ini? Tidak mungkin aku memintanya secara baik-baik pada si pemilik. "Ada apa melamun, Aruna?"Tanya mbak Alya yang tiba-tiba datang ke kamarku."Tidak apa-apa, Mbak. Mbak apa perlu bantuan ku?"Tanyaku seolah-olah aku ini adik yang sangat baik kepada kakaknya."Ah, tidak. Sudah selesai pekerjaanku. Malahan aku bingung mau ngapain makanya ke sini. Bagaimana ujianmu, ada kesulitan?""Tidak Mbak, sebelumnya sudah dipelajari semua kok.""Kamu tidak belajar sekarang?""Nanti saja, Mbak. Masih panas otakku ini, nanti terjadi korsleting di kepalaku, Mba
Nasib baik memang sedang berpihak padaku. Di malam terakhir aku menginap di rumah mbak Alya, terjadi sebuah insiden yang tiba-tiba saja terjadi tanpa aku merencanakannya. Ceritanya begini.Sore itu mbak Alya dijemput oleh teman kerjanya dulu untuk acara reuni. Katanya mbak Alya sudah berpamitan pada mas Bara dan mas Bara sepulang kerja akan langsung menjemputnya. Aku di rumah sendirian, awalnya mbak Alya akan meminta anak tetangga untuk menemaniku tapi aku bilang kalau aku tidak takut. Jadilah aku tinggal sendirian di rumah besar ini.Sehabis Maghrib aku langsung membaca buku dan mempelajari mata pelajaran untuk besok. Besok adalah hari terakhir, dan aku akan pulang ke rumahku sendiri. Sepulang dari sekolah aku harus segera bersiap untuk pulang dan mbak Alya sudah berjanji akan mengantarku.Pintu depan di ketuk dan terdengar suara mas Bara memanggil namaku. Kok mas Bara pulang secepat ini, bukannya tadi bilang akan langsung menjemput mbak Alya?Terserahlah, mungkin ini kesempatanku un