Setelah menjalani aktivitas kampusnya, Danny mengendarai sepeda motor Kawasaki Ninja miliknya untuk pulang ke rumah. Dia sengaja pergi ke rumah orang tuanya terlebih dahulu sebelum menjemput Camelia di rumah kontrakan sebelah.
"Sudah pulang, Dan. Kamu mandi dulu deh baru jemput istrimu!" sambut Nyonya Rina Sasmita di pintu samping rumah yang bermuara ke garasi.
"Iya, Ma. Danny langsung ke kamar ya!" sahut pemuda itu tak ingin membuang waktu karena hari mulai petang. Dalam hati kecilnya, dia pun rindu bertemu kembali dengan istri barunya.
Kejadian chaos tadi malam membuat impian terdalamnya sebagai seorang pria hampir terwujud. Dia bisa bersanding dengan pujaan hatinya meskipun diwarnai penolakan keras dari sisi Camelia. Ada rasa penasaran yang terbersit dalam benaknya mengenai malam ini. Apa sang istri akan mengizinkan dia menunaikan nafkah batin atau tidak?
Air shower yang dingin meluruhkan keringat serta kegerahan beraktivitas seharian di luar rumah. Kemudian Danny mengenakan pakaian santai sopan untuk menjemput Camelia di rumah kontrakan. Sementara mamanya sibuk di dapur menyiapkan menu makan malam sekeluarga.
Di teras depan, Danny melihat papanya memasuki pekarangan dengan mobil Avanza hitam. Mereka bertegur sapa sekilas sebelum Danny melanjutkan perjalanannya ke tujuan semula.
Pintu teras telah dinyalakan lampunya oleh Camelia, langit memang sudah mulai petang. Danny pun mengetuk pintu tiga kali sebelum masuk mencari keberadaan istri barunya itu.
"Lia, sudah mandi ya? Yuk ikut aku pulang ke rumah sebelah!" sapa Danny dengan nada hangat.
Wanita cantik berpakaian dress katun motif floral warna peach itu duduk santai di sofa menonton TV. Dia tersenyum lalu berdiri menyambut kedatangan Danny. Sedikit canggung, tetapi dia memilih mentabik tangan suaminya dengan santun.
"Aku baru selesai mandi. Duduk sebentar ya, Mas. Aku pengin bicara berdua!" ucap Camelia lalu memberi tempat untuk Danny di sofa bersebelahan dengannya.
"Mau bicara apa, Lia Sayang?" tanya Danny sambil menggenggam tangan wanita pujaan hatinya itu.
"Aku masih canggung dengan status suami istri plus menantu keluarga Sasmita ini, Mas. Apa nggak sebaiknya kita pisah rumah dulu saja? Nanti kalau mau bercerai bisa diurus oleh pengacara, akan kubayar penuh biayanya!" tutur Camelia yang sontak membuat pemuda itu terkejut setengah mati.
Danny menjawab seakan-akan tak percaya, "Lho ... kok begini jadinya? Tapi, aku nggak mau cerai, Lia!"
"Jangan halangi aku, Mas! Aku nggak ada perasaan spesial sama kamu!" Dia menghempaskan tangan Danny dengan kasar lalu berdiri dari sofa. Segera Camelia berlari menuju ke kamar tidurnya.
"Lia ... Lia ... tunggu dulu!" teriak Danny sembari mengejar wanita keras kepala itu.
Sebelum pintu tertutup, Danny sempat menyelinap masuk lalu memeluk istrinya. Mereka berdua saling bersitatap. Camelia terperangah tak siap, sementara Danny memandanginya lurus-lurus penuh tekad.
"Aku akan membuatmu jatuh cinta kepadaku asalkan kamu mau membuka hati, Lia. Memang aku masih sangat muda dibanding kamu, tapi apa hanya faktor usia lantas kita nggak boleh berjodoh?" ucap Danny serius. Kedua telapak tangannya bertenger di bahu Camelia kanan kiri.
Hening.
Tukang nasi goreng gerobak keliling lewat sisi kamar itu sambil berteriak menawarkan dagangannya sembari memukul kenthongan.
Danny pun tersenyum seraya berkata, "Jadi lapar deh. Yuk ke rumah sebelah, mama sudah siapkan menu macam-macam tadi. Eman-eman kalau dianggurin nggak dimakan, Lia!"
Wanita itu menghela napas lalu tersenyum tipis. "Oke, Mas."
Danny pun meminta Camelia mengunci semua pintu sebelum mereka pergi. Dia merangkul mesra bahu ramping istrinya yang hanya sedagu tinggi badannya. Pemuda itu langsung membawa Camelia ke ruang makan di mana papa mamanya telah menunggu kedatangan mereka.
"Ayo duduk, Lia. Jangan sungkan, biasa kami hanya bertiga kok. Makan yang banyak ya!" sambut Nyonya Rina ramah.
"Terima kasih, Bu Rina!" sahut Camelia yang segera ditanggapi oleh Pak Haryono Sasmita.
"Panggil mama mertua dong, Lia. Kan kamu sudah menikah dengan Danny!" koreksi pria berkaca mata dengan kumis tipis itu.
Camelia mengangguk malu-malu sembari melirik ke arah Danny. Hatinya deg deg serr ketika dibalas dengan senyuman oleh berondong manis tersebut.
Suasana kekeluargaan yang hangat membuat Camelia merasa tak enak hati memiliki niatan bercerai dari Danny. Dia pun bimbang. Papa dan mama mertuanya justru mendukung pernikahan kilat tadi malam.
"Mama nggak nyangka kalau Danny bakalan nikah duluan dibanding abangnya, Willy. Kalian kasih Mama cucu yang cantik dan ganteng ya?" ujar Nyonya Rina sembari menatap Danny dan Camelia bergantian.
"Danny sih mau-mau aja sih, Ma. Yang penting Lia tuh, gimana?" sahut pemuda itu.
Wajah Camelia sontak merona. Dia hanya menunduk tanpa sepatah kata pun meluncur dari bibirnya. 'Duh, kok malah disuruh bikin cucu pula. Hmm ... apa nggak ada jalan keluar dari pernikahan yang nggak aku inginkan ini?!' gerutunya dalam hati.
Seusai makan malam, Camelia membantu mama mertuanya mencuci peralatan makan kotor di dapur. Ternyata Nyonya Rina membuatkan dua cangkir minuman herbal hangat untuk Danny dan istrinya.
"Nanti diminum ya jamu warisan turun temurun dari neneknya si Danny!" pesan Nyonya Rina sambil membawa nampan berisi dua cangkir keramik yang isinya masih beruap itu ke ruang tengah.
Danny yang dipaksa oleh sang mama, akhirnya meminum juga minuman beraroma jahe dan bahan yang beraroma wangi itu meskipun tidak doyan. Sedangkan, Camelia yang familiar dengan jamu-jamu meminumnya tanpa paksaan.
"Ya sudah berhubung sudah malam, kalian istirahat di kamar saja sambil saling mengenal lebih dekat lagi satu sama lain!" ujar Nyonya Rina tersenyum penuh arti seraya membawa nampan berisi dua cangkir kosong itu ke dapur.
Danny mengajak istrinya yang masih malu-malu masuk ke kamar tidur. Dia mengunci pintu lalu mengganti lampu utama dengan lampu di nakas yang tidak terlalu terang.
"Kok udaranya gerah ya, Lia. Aku copot bajuku ya?" kata Danny lalu mencopot kaos, otot-otot padatnya tercetak jelas di hadapan Camelia.
"Iya nih, Mas tumben—" Camelia mengusap titik-titik keringat yang mulai muncul di sekitar wajahnya. Dia mencari remote AC kamar Danny, tetapi tidak kunjung ketemu. "Mas, nyalain AC dong!" pintanya.
Danny ikut mencari-cari remote AC, tetapi tak kunjung ketemu hingga dia capek sendiri. "Buka jendela aja, gimana?" tawar Danny dengan putus asa.
"Sebentar aja ya, Mas. Takut banyak nyamuk!" jawab Camelia.
Danny pun membuka jendela kaca kamarnya. Angin malam menyusup masuk, sedikit menyejukkan ruangan. Namun, mereka tak tahu bahwa sebenarnya minuman herbal warisan nenek buyutnya Danny sedang bekerja.
"Mass—" Tatapan mata Camelia berkabut hasrat. Dia ingin disentuh oleh suaminya.
"Apa, Lia?" Napas Danny mulai memburu di dalam rongga dadanya yang kembang kempis. Dia menelan kasar air liurnya sambil berdiri memandangi Camelia. Ada dorongan kuat untuk menerkam istrinya yang molek itu di atas ranjang.
"Aku ... aku juga buka baju ya?" desah Camelia sembari membuka kancing nomor dua dress yang dikenakannya.
"Jadi gimana kencan kalian tadi malam, Dan?" tanya mamanya sambil sarapan di meja makan. Danny menyantap nasi soto buatan mamanya dengan lahap sembari menjawab, "Asyik dong, Ma. Lia kelihatan seneng banget diajak jalan-jalan!" "Sudah jadi bikin calon cucu Mama belum nih, Dan?" goda Nyonya Rina Sasmita. Dia juga penasaran progres pasca pernikahan kilat putranya dan Camelia.Langkah dua wanita yang berkunjung pagi-pagi ke rumah keluarga Sasmita itu terhenti di balik tembok pembatas ruang makan dengan ruang tengah. Mereka sengaja menguping pembicaraan sensitif ibu dan anak tersebut."Sabar ya, Ma. Kami masih harus saling mengenal lebih dekat lagi. Lia itu gadis pemalu, maklum dia belum pernah berhubungan intim dengan laki-laki. Danny juga nggak ingin memaksa karena takutnya dia malah ketakutan nanti!" jawab Danny. Meskipun dia termasuk badboy, tetapi didikan keluarganya tegas harus menghormati kaum wanita.Papa Danny yang sedari tadi diam menyimak pembicaraan istri dan putranya pun ber
"Malam ini langitnya indah banget ya, bintang-bintang kelihatan jelas. Makasih sudah ngajakin aku jalan-jalan keliling kota Yogya, Mas!" ucap Camelia sembari memeluk lutut duduk di atas rerumputan lapangan Alun-alun Kidul bersebelahan dengan Danny.Pemuda itu tersenyum berbagi tatapan syahdu bersama pujaan hatinya. "Aku ikut senang kalau kamu bahagia, Lia. Mungkin pernikahan ini terjadi begitu cepat dan tak terduga, tapi apa kamu pernah berpikir kalau aku jodohmu yang dikirim oleh Tuhan untuk melengkapi hidupmu?" gombal Danny tak melewatkan kesempatan sekecil apa pun."Ckckck ... Mas ini pinter bener ngerayu. Pasti dulu mantan pacarnya berderet ya?" sahut Camelia tertawa lepas seolah-olah tanpa beban."Yaa ... gitu deh. Suami kamu 'kan cakep, Lia. Baik pula!" balas Danny membanggakan dirinya."Huuu ... pedenya selangit!" tukas Camelia seraya mencubit hidung mancung suaminya. Tiba-tiba di tengah canda tawa mereka segerombolan pemuda pemudi melintas di depan mereka lalu salah satu rema
"Ma, aku ajak Lia jalan-jalan sore ya!" seru Danny dari depan pintu kamarnya seusai mandi. "Kalian makan di luar juga 'kan?" sahut Nyonya Rina yang sedang duduk di depan mesin jahit.Danny pun menghampiri ibunya seraya menjawab, "Iya, Ma. Nggak usah nunggu kami pulang nanti. Pokoknya Danny mau ajak Lia keliling kota Yogyakarta biar kami lebih akrab!" "Ide bagus tuh, Dan. Tadi pagi Lia bilang ke Mama kalau dia masih belum mantep menjalani pernikahan ini sama kamu!" dukung Nyonya Rina yang memang merestui pernikahan putra bungsunya dengan Camelia."Danny tahu itu kok, Ma. Biarlah cinta itu tumbuh dan bersemi sepanjang usia kami. Tentang cucu, Mama sabar aja, pasti kalau aku sudah berhasil mendapatkan hatinya Lia, gampanglah ... bisa diatur!" ujar Danny dengan penuh tekad. "Ya sudah, sana berangkat, keburu gelap!" tukas Nyonya Rina, melepas kepergian putranya dengan senyuman.Pemuda itu pun mengendarai sepeda motor Kawasaki Ninja warna hijau metalik menuju ke rumah kontrakan Camelia.
"Lia, tolong maafkan kedua adik iparku yang berlidah tajam itu. Mama dan papa tidak berpikir seperti apa yang mereka katakan tentang kamu kok. Apalagi Danny juga kelihatan sayang banget sama kamu!" bujuk Nyonya Rina Sasmita sambil memeluk Camelia di teras depan rumah kontrakan."Sejujurnya ... saya masih belum mantep untuk menjalani pernikahan ini dengan Mas Danny, Ma. Tadi baru tanggapan dari pihak keluarga sendiri, bagaimana dengan warga sekitar kita, tetangga kiri kanan?" jawab Camelia sembari meneteskan air matanya. Dia tak sanggup membayangkan pedasnya bibir tetangga terutama kaum wanita.Nyonya Rina menghela napas dalam-dalam, dia mengerti bahwa mereka hidup tidak sendirian di tengah masyarakat dengan berbagai pola pikir. Belum sempat wanita paruh baya itu menanggapi, dari arah belakang punggungnya terdengar suara langkah kaki tergesa-gesa mendekat disertai seruan."Lia, kok malah ke sini sih? Kenapa nggak sarapan di rumahku saja? Ada apa ini?!" tanya Danny penasaran melihat waj
"Mas mau apa?" tanya Camelia yang terbaring tak berdaya di bawah tindihan badan kekar Danny.Pemuda itu menyeringai bandel sembari menjawab, "Mau kamu seutuhnya, Lia!" Ada sebersit keraguan dalam hati Camelia karena teringat sesosok pria yang pernah memiliki tempat spesial di hatinya. Kisah cinta mereka terjeda bagaikan simfoni yang tak sempurna dulu. Ternyata waktu tiga tahun tidak cukup untuk menepis perasaan cinta lamanya.Ketika kepala Danny merunduk ingin mengecup bibir Camelia, wanita itu memalingkan muka sehingga ciumannya mendarat di pipi. "T—tapi, aku masih belum siap. Apa boleh aku minta waktu lebih, untuk mengenal pribadinya Mas Danny?" Camelia menatap lagi ke dalam sepasang mata bermanik cokelat keemasan yang semakin indah bila dipandangi berlama-lama.Hasrat dalam diri Danny pun perlahan surut, tak lagi bergelora seperti awalnya tadi. Dia pun mengangguk terpaksa lalu turun dari ranjang untuk memunguti pakaian yang berceceran di lantai. "Aku mau ke luar kamar sebentar ya,
"Lia ... apa aku boleh ... ehm ... boleh melihat tubuhmu?" tanya Danny ragu-ragu sambil duduk bersebelahan di tepi ranjang.Camelia memalingkan wajah ke samping sambil terkikik geli. Dia menduga suaminya itu masih perjaka, usianya saja belum genap kepala dua. Dia pun balik bertanya, "Memang Mas Danny mau lihat yang sebelah mana? Aku segede ini 'kan kelihatan jelas lho!" Pemuda itu menggaruk-garuk kepala, salah tingkah melirik-lirik bagian yang bulat menyembul dari tepi kerah gaun katun anggun milik Camelia. " Kalau yang di sebelah dalam apa boleh?" tanya Danny lagi."Mas, kita belum terlalu mengenal satu sama lain. Apa kamu yakin kalau aku akan jadi istri yang baik buatmu?" jawab Camelia mengalihkan pembicaraan. Namun, badannya masih terasa panas dari dalam. Bahkan, bagian intimnya berkedut-kedut tak biasa.Danny meraih wajah Camelia ke telapak tangan lebarnya lalu mengecup dalam-dalam bibir wanita yang telah menjadi pujaan hatinya selama tiga tahun belakangan. Dulu sewaktu Camelia p