Share

Berondong

Tepat pukul lima sore jam kantor usai. Segera Samsul membereskan semua berkas - berkas pekerjaannya. Dia sudah tak sabar ingin segera pulang ke rumah. 

"Pak," tiba- tiba Pak Darman menepuk bahunya dari belakang. 

Samsul kaget. "Ada apa Pak?" 

"Atasan manggil kamu tuh!" ujar Pa Darman. 

Samsul mendengus kasar. Lelaki botak itu pasti memberinya pekerjaan. 

Cepat Samsul menyimpan berkasnya di laci kemudian berjalan tergesa menuju ruang atasannya. Bapak Wisnu. 

Tampak Pa Wisnu tengah duduk menunggunya. 

"Ayo Pa. Sini masuk!" sambutnya. 

Lalu Samsul duduk berhadapan dengan Pa Wisnu. 

"Ada apa Pa?" 

"Begini. Karena hari ini pekerjaan begitu menumpuk, dan aku ada acara penting yang tak bisa kutinggalkan. Jadi aku minta kamu hari ini lembur. Tapi jangan khawatir, aku akan beri kamu bonus bulan depan, bagaimana? Kamu mau kan?" 

Samsul menelan ludahnya. Bagaimana mungkin ia menolak permintaan Pa Wisnu. Lelaki berkepala botak itu selalu memberinya bonus yang  lumayan besar, jika Samsul sanggup mengerjakan semua pekerjaan yang di limpahkan padanya. 

Tapi bagaimana dengan obat kuat? 

Padahal malam itu, ia ingin membuktikan keampuhan obat itu pada istrinya Mila, tapi sial. Pa Wisnu mendadak meminta bantuan padanya untuk menyelesaikan semua pekerjaannya. 

Tapi bonus besar di depan mata.

 

Dengan berat hati, akhirnya Samsul menerima permintaan Pa Wisnu. Malam itu Samsul akan lembur sampai pekerjaannya selesai. 

Lumayan bonusna bisa ia berikan pada Mila. Istri tercinta. 

"Baiklah. Terima kasih, ya?" 

"Ya Pa." 

Tak berapa lama Pa Wisnu pun pergi meninggalkan ruangan. Sementara Samsul mengambil tumpukan berkas yang ada di atas meja. 

Samsul akan bereskan semua pekerjaannya. Meski hatinya dongkol. Tapi biarlah. Toh bonusnya besar ini. 

Sebelum mengerjakan tugasnya. Samsul mengambil ponsel untuk menghubungi istrinya Mila. 

"Sayang ..." sapa Samsul pada istrinya. 

"Iya Pa. Ada apa? Kok jam segini masih di kantor?" jawaban Mila di sebrang sana. 

"Iya nih, Ma. Maaf ya, Papa sepertinya pulang malam." 

"Kok gitu, sih? Katanya Papa akan pulang cepat, kalau pekerjaannya sudah beres." 

"Mau bagaimana lagi Ma. Bos Papa meminta Papa untuk lembur. Ya sudah, Mama hati- hati ya." 

"Iya Pa. Papa kira- kira pulang jam berapa?" 

"Papa paling pulang jam satu malam Ma. Mama bobo aja duluan, ya? Gak usah nunggu Papa." 

Lalu Samsul memutuskan sambungan teleponnya. Lega rasanya sudah menghubungi Mila. Dengan begitu dia tidak khawatir terhadap istrinya yang selalu ditinggal lembur hampir tiap malam. 

Mau bagaimana lagi. Demi membahagiakan istrinya. Ia harus kerja keras agar kebutuhan Mila bisa ia cukupi. Maklum Mila banyak sekali permintaannya. Dari tas dan baju mahal, istrinya sering membelinya. Walau Samsul tak pernah melihat barang baru yang Mila beli. Tapi Samsul percaya. Mila lakukan itu semua demi membahagiakannya. Mila ingin terlihat cantik dan luwes di depannya. 

**

Malam itu, rasanya Mila ingin menjerit sekencang mungkin. Suaminya akan pulang larut malam. Dengan begitu ia bisa bersenang- senang dengan Deni. 

Dengan cepat ia segera menghubungi Deni. 

"Den." 

"Ya, Bu. Ada apa?" 

"Kamu siap- siap, ya? Malam ini kita jalan- jalan. Kamu tunggu di tempat biasa, agar tak ada yang lihat kita." 

"Tapi Bu. Memangnya suami Ibu kemana?" 

"Sudahlah Den. Jangan mikirin suamiku. Dia malam ini ada lembur." 

Setelah mengatakan itu. Mila menutup teleponnya. Gegas ia menuju kamar mandi membersihkan diri. Berdandan rapih. Malam itu ia akan habiskan waktunya dengan Deni. Jalan- jalan sambil kulineran. 

Ah. Bahagia sekali ia malam itu. Terbayang ia akan melakukan apa saja dengan Deni. 

Setelah selesai berpakaian rapih. Mila langsung ke luar rumah. Tampak Deni sudah siap dengan motor maticnya. Dia pun sudah berpakaian rapih. Sore itu wajah Deni sangat tampan dan gagah. Tak sabar Mila segera ingin mencumbu lelaki muda itu. 

"Den. Kamu duluan. Ibu nyusul nanti. Kamu tunggu di tempat biasa, ya ..." bisik Mila pada Deni. 

Deni mengganguk pelan. Ia pun pergi dari rumah. Diikuti Mila dari belakang. Mila cukup jalan kaki ke depan. Sekitar sepuluh menit untuk sampai depan pigura tempat mereka bertemu secara diam- diam. 

Di tangah perjalanan, Mila berpapasan dengan Pa Bowo tetangga depan rumahnya. 

"Eh. Bu Samsul. Rapih amat, mau kemana Bu?" sapanya sopan. 

"Oh ini Pa. Saya mau ada perlu, permisi Pa," ucap Mila sambil terburu- buru jalannya. 

Pa Bowo memperhatikan Mila dengan wajah heran. Belakangan ini. Ia sering melihat Mila berpakaian sedikit seksi. Padahal diusianya, Mila sepantasnya memakai hijab agar terlihat anggun dan sopan di lihatnya. 

Tapi wanita itu malah memakai rok selutut dengan atasan kaos ketat, membuat Pa  Bowo merinding melihat penampilannya. 

Tepat di depan Gapura . Deni sudah siap menunggunya. Cepat Mila naik ke motor Deni dan memeluk pinggang Deni dengan erat.

"Kemana kita Bu?" 

"Kita nonton ke bioskop Den. Malam ini ada film horor." 

"Baik Bu." 

Deni cepat menyalakan motornya. Mereka berdua pun pergi sambil tertawa bahagia. Sepanjang perjalanan. Mila tak henti- henti menciumi pundak Deni. Dia tak punya malu sedikitpun saat orang yang berada di jalan memperhatikan tingkah mereka berdua. 

Tapi Mila tak peduli. Tak ada yang mengenalinya ini. Lagipula hari sudah mulai gelap. Dan mereka sudah berada jauh dari rumahnya. Dan Mila bebas melakukan apa saja dengan Deni sambil berboncengan.

Jiwa muda Mila seakan bangkit kembali. Ia merasa seperti gadis kembali. Di bonceng oleh sang pujaan membuat Mila lupa akan statusnya. 

Tapi orang yang sedang dimabuk cinta dan lupa daratan itu. Tak pernah memikirkan orang lain. Yang penting mereka hepi malam itu. 

Tiba di sebuah Mal besar. Mereka bergandengan tangan layaknya sepasang kekasih yang sedang merajut kisah asmara. 

Meski orang di sekitarnya mulai memperhatikan tingkah mereka berdua. Seorang lelaki muda yang tampan di gandeng wanita yang sudah tak muda lagi. 

Umur Mila bulan Juli nanti menginjak tiga puluh delapan tahun. Sementara Deni baru dua puluh tahun. 

Tapi bagi Mila. Ia berasa umur tujuh belas tahun jika sedang bejalan dengan Deni. Wanita itu memang sudah putus urat malunya, karena di gelapkan oleh cinta butanya terhadap Deni. 

***

Disisi lain. Samsul sibuk berjibaku dengan pekerjaan. Matanya sudah terlihat kantuk. Sesekali ia menyeka keringat nya yang menitik di dahinya. 

Malam itu, ia harus cepat menyelesaikan tugasnya. Cape dan lelah tak ia hiraukan. Demi Mila. Ia akan lakukan apa saja. Meski ia harus kehilangan nyawa sekalipun, bagi Samsul tak mengapa. Asal Mila bahagia. 

Samsul menghela nafas kasar sambil melirik jam tangannya. Baru jam sepuluh malam. Dua jam lagi tugas selesai. Tinggal dua berkas lagi. 

Samsul kemudian berdiri dari duduknya. Untuk mengencangkan otot- ototnya yang mulai tegang. 

"Mila lagi apa, ya ... " guman Samsul sambil menyambar ponsel yang tergeletak diatas meja. 

"Helo sayang .... " 

Tak ada jawaban di seberang sana. 

Samsul kembali menekan layar ponselnya menghubungi Mila sekali lagi. 

"Helo, sayang ... " 

Tetap tak ada jawaban. Malah ponsel Mila tak aktif. 

"Mungkin istriku sudah tidur," pikirnya. 

Ia pun kembali duduk untuk menyelesaikan pekerjaannya. Agar cepat pulang. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status