Isabella merasa canggung ketika ditatap begitu lama. Dia menebak-nebak, apa yang dipikirkan Ethan saat ini? Jika dilihat dari jarak mereka yang dekat, apa suaminya ingin melakukan percintaan dengannya? Dia sama sekali tidak keberatan kalau memang perkiraannya benar.
Isabella menutup mata ketika Ethan menyentuh rambutnya, menyelipkannya ke belakang telinga. Sentuhan jemari yang tidak sengaja bersinggungan dengan kulit sangat lembut. Jujur saja, dia sangat menantikan tindakan Ethan selanjutnya yang kemungkinan besar akan mencium bibirnya.Dia tidak sabar dan juga penasaran, bagaimana Ethan akan memulai percintaan mereka. Sudah lama sejak mereka tidak melakukannya, karena duka yang sedang mereka hadapi—kematian kakek. Mungkin, sekarang adalah saat di mana mereka harus melupakan duka tersebut.Lama waktu berlalu, belum ada tanda-tanda Ethan akan menyentuhnya lebih jauh. Di saat mendebarkan itu, dia dapat mendengar bunyi air dari arah kamar mandi. Dia pun membuka mata perlahan untuk melihat apa yang sedang terjadi.Ethan tidak lagi terlihat. Isabella yang kebingungan mengejapkan mata berulang kali. Bagaimana pun dia menelaah keadaan, hanya satu kesimpulan yang bisa didapatkan yaitu sekarang Ethan sedang berada di kamar mandi.Ekspresi Isabella langsung berubah pahit. “Kenapa dia pergi tanpa mengatakan apa pun padaku? Suami yang menyebalkan.”Isabella menyentuh kedua pipi dan bergumam, “Aku sangat malu sekarang. Dia membuatku berpikir kalau kami akan melakukan percintaan.”Isabella menunggu Ethan sambil membaca majalah. Dia berusaha untuk tidak terganggu ketika Ethan mengganti pakaian, meskipun sebenarnya dia sempat mencuri pandang ke arah tubuh Ethan. Dia harus berkata kalau dirinya tergiur, tubuh Ethan bagaikan air di padang pasir yang dapat menghilangkan dahaga.Ethan duduk di sebelah Isabella, memeriksa pesan masuk yang sekiranya penting dan harus dibalas, baru kemudian dia meletakkan ponsel ke atas nakas. Sementara itu, Isabella masih sibuk membaca majalah fashion, padahal majalah yang dibaca adalah edisi tahun lalu dan tidak hanya sekali dia melihat Isabella membacanya.“Apa kau perlu majalah baru?”“Majalah baru? Kenapa memangnya?”“Jika majalah yang kau baca adalah versi bulan lalu, maka masih bisa mengikuti perkembangan zaman. Tapi majalah yang ada di tanganmu sekarang merupakan terbitan tahun lalu. Kau tidak ingin menghafal majalah itu, bukan?”“Menghafal? A—aku bukan pelajar lagi. Selain itu, gaya fashion lama juga populer akhir-akhir ini.”Isabella menutup majalah, tidak sengaja mengamati tahun yang tertera di sampul. Majalah itu memang terbitan tahun lalu dan sebenarnya dia sudah bosan melihat majalah yang sama setiap malam. Semua itu ada alasannya, ingin membentengi diri dari pesona Ethan.“Seingatku tidak ada gaya klasik di majalah terbitan tahun lalu, jadi fashion lama mana yang kau maksud?”“Kau pasti tidak mengingatnya dengan baik. Di dalam majalah ini jelas ada fashion bergaya klasik.”“Kalau begitu, tunjukkan padaku.”Isabella tidak bisa memperlihatkannya. Perkataan Ethan benar, tidak ada fashion bergaya klasik di majalah yang barusan dibacanya.“S—sudahlah. Untuk apa membicarakan majalah terbitan tahun lalu.”Isabella terdiam beberapa saat, lalu melirik Ethan dengan ragu. “Kau sudah selesai mandi? Kalau begitu, sudah saatnya untuk kita beristirahat.”Ethan tersenyum. “Kau menungguku?”“Tentu saja. Aku hanya bisa tidur setelah suamiku tidur lebih dulu. Itu kebiasaanku, kau mengetahuinya dengan jelas.”Ethan meraih tangan Isabella, mengusapnya dengan lembut. Entah mengapa, Isabella melihat ada kesedihan besar dari mata itu. Isabella berpikir kalau saat ini suaminya mungkin saja sedang teringat akan sosok kakek—hal yang membuat Ethan sangat terpukul.“Maafkan aku, Isabella. Aku belum bisa menjadi suami yang baik untukmu. Setiap hari aku hanya sibuk bekerja, sedangkan kau sering terabaikan. Seharusnya, aku tidak berlaku demikian pada istriku sendiri.”Isabella menyentuh tangan suaminya, memandangi dengan penuh empati. Kini dia mengetahui kalau dari mata sendu Ethan terdapat kesedihan lain yaitu dirinya.“Jangan terlalu menekan dirimu. Aku sungguh baik-baik saja.”Isabella ingin sekali melenyapkan gurat kesedihan di wajah Ethan. Dia tidak suka melihat suaminya terlihat begitu. Jadi, dia mengecup pipi Ethan dengan harapan semua kesedihan itu dapat sirna.Ethan terkejut, dengan cepat mengendalikan ekspresinya. Dia tidak berniat membuat malam ini menjadi panas, tetapi melihat Isabella yang sepertinya ingin disentuh membuat dia sulit pula mengendalikan diri.Isabella merasa malu atas tindakannya, tetapi tidak sepenuhnya menyesal. “Aku tidak ahli dalam menghibur seseorang. Maafkan aku.”Ethan mengembuskan napas singkat. Dia balas mencium pipi Isabella, tidak hanya satu kali dan bukan hanya di tempat yang sama. Pada saat itu, Isabella tahu kalau Ethan tidak menciumnya dengan cara biasa.Ethan seperti mencari-cari letak bibirnya dari ciuman itu, meskipun tahu ada di mana sebenarnya. Tangan lebar Ethan dapat dirasakan kini menyentuh pipinya.Saat Ethan menarik diri, saat itu pula tatapan mereka bertemu. Isabella hampir dibuat tidak berdaya hanya dengan ciuman di pipi. Ethan belum pernah melakukannya sampai begitu intim—ciuman di pipi, seolah ingin menikmatinya dengan baik.Ethan mengusap kepala Isabella dengan penuh kasih sayang sebelum perlahan membuat bibir mereka bersentuhan. Ethan mengambil kendali dengan lembut, sedangkan Isabella membalas ciuman itu. Jantung mereka sama-sama bergemuruh dan api hasrat seakan menemukan kayu pembakarnya.Isabella membuka kancing piama Ethan satu persatu ketika ciuman mereka masih berlangsung. Dia meraba-raba hingga berhasil melepaskan semuanya.Ethan melihat dadanya yang disentuh. Dia pun membaringkan Isabella, sedangkan di atas tubuh istrinya, dia melepaskan bajunya dengan gagah.Bibir Isabella bergetar, pandangan matanya langsung meleleh. Ethan memiliki dada yang lebar dan kokoh, membuat dia mabuk kepayang.Bagaimana bisa pernikahan yang diawali dari perjodohan menciptakan perasaan cinta di antara mereka dalam waktu singkat?Isabella tidak tahu kalau akan ada cerita seperti itu di dalam hidupnya. Mereka tidak menolak perjodohan yang direncanakan oleh kakek mereka. Kesamaan yang mereka punya yaitu sama-sama menyayangi kakek. Maka dari itu, mereka berakhir pada ikatan pernikahan.“Isabella.”“Ya, Ethan?”“Aku mencintaimu, Isabella Montague.”Isabella tersenyum. “Aku juga mencintaimu.”Mereka melalui malam yang panas, Ethan memperlakukan Isabella dengan lembut seolah malam itu akan menjadi waktu terakhir bagi mereka. Sementara Isabella merasakan gairahnya menggelora oleh sentuhan Ethan.Sarafnya tergelitik, begitu pula inti tubuhnya yang tidak berdaya di tangan Ethan. Mukanya merona merah dan napasnya yang panas mengepul. Pandangan berubah kabur seiring dirinya terpuaskan.Jemari yang saling bertaut, cincin pernikahan yang beradu, dan genggaman tangan yang semakin erat menambah kehangatan pada malam itu. Isabella semakin sadar kalau dia sudah benar-benar jatuh cinta pada Ethan Sinclair dan tidak ingin kehilangan pria ini.Tidak peduli dengan ibu mertua atau adik ipar yang selalu merusak suasana hati, jika melalui semuanya bersama Ethan, dia rasa akan bisa.“Ethan ....”Ethan mengertakkan gigi. Dia mengerang, tidak dapat menahan suaranya. Bagaimana pun berusaha menyembunyikan efek Isabella terhadap tubuhnya, dia tidak akan bisa.“Hah ... Isabella ....”Padahal, Ethan tahu kalau ini adalah kali terakhir untuk mereka berbaring di tempat yang sama. Dia tidak akan melihat Isabella lagi. Kebersamaan mereka hanya akan berakhir sampai di sini.Lima tahun berlalu, kesuksesan semakin menghampiri Sara. Dia sudah berjuang sejauh ini untuk menaikkan harga diri sebagai seorang istri. Bukan hanya kehidupan di rumah, kehidupan di luar pun dia berhasil memperjuangkan dirinya.Sehingga nama Sara dikenal oleh banyak kalangan, bahkan kepopulerannya bisa dikatakan berada di tingkat atas Rion yang notabene lebih dulu menjalani kegiatan berbisnis."Melalui perencanaan, kita perlu mengidentifikasi hasil kerja yang diinginkan dan mengidentifikasi cara-cara untuk mencapainya. Perhatikan juga soal pengorganisasian, struktur pemberian tugas, pengalokasian sumber daya, pengaturan kegiatan secara terkoordinir kepada setiap individu dan kelompok agar dapat menerapkan rencana yang sudah disepakati," ucap Sara sesaat mengurungkan niat untuk menaiki mobil."Mama!"Sara menoleh ke sumber suara, menemukan Rion dan putri kecil mereka. Dia tersenyum dan mengakhiri panggilan telepon, lalu menghampiri dua orang yang sangat disayangi."Kau yang menjemputny
Rion mengusap dagu, memikirkan betul-betul perkataan Auris. Bukan berarti dia tidak ingin menikahi Sara, akan tetapi dia butuh waktu yang pas untuk mengajak mantan istrinya itu untuk berumah tangga kembali.Rion mengeluarkan kotak kecil berwarna merah dari dalam saku, lalu memperlihatkan isinya pada Auris. Itu adalah kotak usang yang berisi cincin pernikahannya dengan Sara sebelum mereka berpisah."Aku selalu membawanya di dalam saku dan selalu ragu untuk memberikannya pada Sara, di samping mencari waktu yang cocok, aku juga ragu apakah harus membeli cincin baru atau tidak."Rion mengeluarkan satu kotak lagi dari saku yang berbeda dan berkata, "Pada akhirnya, aku memesan yang baru dan tadinya ingin aku berikan, tapi suasana hati Sara tampak tidak baik. Aku rasa belum saatnya untuk memberikan cincin ini padanya.""Anda membawa dua kotak cincin dalam saku pada saat bersamaan?""Setiap hari. Aku memikirkan tindakan mana yang pas untuk menggambarkan ketulusanku. Mungkin, aku bisa mati sak
Suasana semakin tegang sesaat Charla berseru. Dia benar-benar tidak menyukai bagaimana ibu dan anak ini berusaha mengambil keuntungan dari Rion, padahal sudah mencicipi dinginnya lantai penjara."Aku akan menyiapkan uangnya," ucap Rion.Sara terkejut, tidak pernah menyangka kalau keinginan ibu dan adik tiri ini akan dipenuhi. Dia hendak menghalangi, tetapi Rion menghentikannya.Malam itu Belinda dan Charla terpaksa menginap, karena tidak memiliki tempat tinggal. Hancur sudah harapan Sara yang menginginkan waktu bersama dengan Rion."Maafkan aku, Sara. Kau jadi harus kembali.""Tidak masalah. Aku hanya tidak habis pikir kalau kau akan memenuhi keinginan mereka setelah apa yang terjadi padaku dan juga padamu.""Aku sudah menyakitimu, karena membiarkan mereka masuk ke kehidupan kita kembali."Sara menggelengkan kepala. "Bukan itu masalahnya sekarang. Bagaimana kau akan menghadapi mereka selanjutnya? Apa ingin membuat kesepakatan agar aku mengembalikan warisan kakekmu? Aku akan meminta di
Sara jengkel saat mantan suaminya tertawa, padahal dia sudah begitu serius. Apa yang lucu dari pertanyaannya?"Ternyata kau masih menyimpan rasa cemburu pada Gista.""Memangnya, apa yang aku lakukan tidak wajar?""Wajar. Itu pertanda kau benar-benar memiliki perasaan padaku. Begitu pula dengan aku yang merasa cemburu ketika dirimu pergi makan malam bersama pria lain."Sara mencebik, karena dia masih belum mendapatkan jawaban dari pertanyaannya. Waktu kebersamaan antara Rion dan Gista membayangi pikiran sampai membuat dia tidak tenang."Aku belum pernah ke rumahnya Gista. Dia memiliki banyak pertimbangan untuk perabotan, jadi meminta penilaianku melalui foto. Di sana aku melihat kalau dia pandai dalam menata barang, karena rumahnya pun sangat rapi dan nyaman untuk dipandang."Sara mengernyitkan alis. "Nyaman untuk dipandang?"Sara menyingsingkan lengan baju, lalu bangkit seraya meletakkan kedua belah tangan di pinggang."Aku akan membuatnya jauh lebih nyaman dipandang."Lagi-lagi sikap
Benar. Rion memang mengatakannya, tetapi dia sangat ingin sekali menarik kata-kata itu kembali. Dia tidak ingin Sara membuka hati untuk pria lain. Dia hanya ingin Sara menyukai dirinya seorang."Jadi, kau sudah memutuskannya?" tanya Rion."Memutuskan apa?""Bahwa kau akan bersama dengan pria tadi?""Kau sudah mengacaukannya.""Tadi pria itu mengatakannya sendiri kalau dia tidak akan menyerah padamu. Aku tidak akan mengganggu waktu kencan kalian lagi jika kau memang ingin bersamanya.""K—kenapa berubah pikiran begitu cepat?""Aku tidak berubah pikiran. Seperti yang aku katakan kalau kau bisa bersama pria lain jika dari mereka ada yang membuatmu bahagia. Setelah apa yang kau lalui selama ini, aku tidak ingin menghambat langkahmu di masa depan.""Kau sudah membuatku menunggu begitu lama. Saat kembali, apa tidak ada yang ingin kau lakukan untukku? Bukankah kau sendiri yang meminta diberi kesempatan. Aku belum melihat apa-apa darimu.""Maksudmu soal perjuanganku untuk mendapatkanmu? Aku su
Sara melihat sekeliling dengan gelisah, sedangkan pria di hadapannya agak bingung dan sejak tadi merasa berbicara sendiri. Sara sama sekali tidak fokus. Hal apa yang membuatnya begitu? Padahal, yang meminta waktu makan malam mendadak adalah Sara sendiri."Apa Anda tidak lapar?"Sara langsung tersentak. Dia melihat porsi santapannya yang tidak usak, hanya memotong-motong steak sampai berukuran kecil, sedangkan pria yang menjadi teman makan malamnya hampir selesai. Ternyata dia termenung dan tidak sadar kalau keadaan terus berlalu."Tidak. Saya akan menikmatinya sekarang."Sara berpikir selama itu, apakah peringatannya belum jelas? Rion tidak datang setelah dia menyebutkan di mana tempat dirinya akan makan malam bersama seorang pria.Apa akhirnya akan begini lagi? Rion tidak benar-benar tulus padanya, bahkan mengetahui kalau wanitanya akan pergi bersama pria lain tidak membuat Rion terusik."Setelah makan malam nanti, apa Anda memiliki waktu?""Ah, apa? Waktu?""Ya, waktu."Sara agak fr