Ethan menarik selimut untuk menutupi tubuh Isabella. Pandangan matanya sendu, merasa sedih atas apa yang menimpa sang istri dan merasa begitu egois karena menahan istrinya agar tetap di sisinya saat dia tahu bagaimana perlakuan buruk yang diterima Isabella.
“Sir Ethan.”Ethan menatap ambang pintu, sekretarisnya sedang menunggu. Dia hampir lupa kalau tadi berada dalam perjalanan. Saat dia mendapatkan kabar dari kepala pelayan, dia langsung meminta sopir berputar arah, itulah alasan kenapa akhirnya dia sampai di Midnight Muse.“Bisakah kau membatalkan semua jadwalku selanjutnya? Aku tidak berada dalam kondisi baik sekarang.”“Itu sulit, tapi saya akan mencobanya.”Ethan kembali menatap Isabella, menyentuh pipi istrinya itu dengan lembut. Dia langsung menjauh saat Isabella bereaksi akan sentuhannya.“Kita pergi sekarang,” ucap Ethan. Dia dengan cepat pergi dari kamar itu. Sebaiknya, Isabella tidak tahu kalau dia sempat datang ke Midnight Muse.Ethan dan sang sekretaris kembali ke mobil dengan meninggalkan dua orang pengawal untuk berjaga-jaga di sekitar Isabella. Di dalam mobil, Ethan masih menatap pintu masuk Midnight Muse, berharap Isabella muncul.Tidak kunjung mendapatkan perintah, sang sekretaris mewakili atasannya berkata, “Kita akan kembali ke—““Kita tetap di sini,” sela Ethan.“Apa yang Anda tunggu, Sir?” Sang sekretaris tampak heran.“Istriku. Aku harus memastikannya keluar dari night club dengan selamat.”“Anda sudah meletakkan dua orang pengawal untuk menjaganya. Saya yakin istri Anda akan baik-baik saja.”“Jangan mencampuri keputusanku.”Sudah berkata begitu, tidak ada yang bisa dilakukan kecuali mendengar perintah atasan. Mereka menunggu hingga hitungan menit berlalu. Ethan memiliki keinginan untuk turun dan melihat keadaan Isabella secara langsung, tetapi sang sekretaris menahannya sehingga mereka hanya menggunakan para pengawal sebagai orang yang akan melaporkan situasi di dalam Midnight Muse.“Anda terlihat sangat mencintainya, tapi kenapa memilih berpisah?” tanya sang sekretaris, sudah lama memendam rasa penasaran.“Isabella selalu tersenyum saat bersamaku, kadang-kadang terlihat palsu. Dia tidak pernah mengeluh dan aku selalu merasa tidak becus menjaganya.”“Kenapa Anda merasa demikian? Bahkan, hari ini Anda membuat mobil ini berputar di tengah perjalanan hanya untuk menyusulnya. Saya benar-benar tidak paham.”“Ibuku menginginkan warisan yang hampir sepenuhnya jatuh ke tanganku. Dia berusaha menyingkirkan Isabella agar bisa lebih leluasa mengontrolku.”“Anda bisa saja melawan, ‘kan?”Ethan terdiam dalam waktu lama. Dia memang menginginkan hal itu, memberikan perlawanan dan hidup bersama wanita yang dicintainya berdua saja. Namun, sampai akhir dia tahu kalau dirinya tidak akan bisa.“Kakek meninggalkan wasiat. Beliau memintaku untuk menjaga ibu dan kedua adikku seperti keluarga sendiri, karena hubungan kami tidaklah baik semasa Kakek masih hidup.”“Dengan merelakan istri Anda?”“Ini adalah caraku menjaga Isabella. Aku tidak ingin Ibu menyentuhnya.”“Kenapa tidak coba membicarakannya dengan istri Anda?”“Dengan karakter Isabella, dia akan memilih tinggal bersamaku dan tidak peduli dengan dirinya yang terluka. Aku tidak ingin melihatnya seperti itu.”Sang sekretaris memijat kepala. “Konflik keluarga memang sangat rumit.”Dering ponsel mengalihkan perhatian. Sang sekretaris menerima panggilan dari pengawal yang kini menjaga Isabella. Hanya satu menit panggilan itu berlangsung sebelum dia mematikan sambungan telepon dan menatap atasannya.“Istri Anda sudah sadar.”**Isabella menyentuh belakang kepala yang terasa sakit, seperti ada benda tajam yang dipukulkan ke kepalanya. Samar-samar dia ingat dengan sosok pramusaji yang menatapnya di ambang pintu sambil memegang nampan.Apa aku dipukul dengan ujung nampan hingga akhirnya pingsan? batin Isabella.Isabella memperhatikan sekeliling sambil membawa ingatannya kembali. Hanya ada dia di ruangan itu, tidak ada Charla seperti yang dikatakan. Dia pun bangkit dan terhuyung-huyung menuju pintu. Berdiri sebentar di sana, dia merasa aneh karena pintu yang lepas dari kosen.“Apa sebelumnya pintu ini memang begini?” gumam Isabella, sesungguhnya dia juga tidak memperhatikan ketika masih sadar.Isabella menggeser pintu perlahan, lalu pergi dari kamar tersebut. Dia akhirnya mendapatkan keseimbangan ketika menyusuri lorong sampai bisa keluar dari Midnight Muse.Di depan night club itu, Isabella celingak-celinguk. Dia belum menemukan Charla yang berada dalam bahaya. Nomor sang adik ipar pun tidak aktif sehingga dia bingung harus mencarinya ke mana lagi.Di tengah kebingungan, dia mendapatkan panggilan telepon dari Ethan. Dia menarik napas dalam-dalam sebelum menerimanya. Hingga detik di mana dia membutuhkan Ethan kini, dia ragu memberi tahu soal Charla karena tidak ingin menyulitkan suaminya itu.“Ethan?”“Aku mencarimu.”“Kau mencariku? Apa maksudmu? Bukankah kau lembur di kantor?”“Aku memutuskan untuk pulang.”Raut wajah Isabella langsung khawatir. “Kenapa? Apa kau sakit?”“Tidak, aku baik-baik saja. Kau di mana?”Isabella menggigit bibir dalam kebingungan. “Ethan, aku tidak ada di rumah. Aku keluar untuk mencari Char—““Bisakah kau pulang sekarang?”“Tapi Charla—““Aku merindukanmu sampai rasanya ingin mati.”Isabella tidak bisa meninggalkan Charla yang berada dalam bahaya, di sisi lain Ethan juga membutuhkannya. Karena tidak tahu ke mana harus mencari Charla, dia pun memutuskan untuk pulang dan bicara dengan Ethan secara langsung.Tepat di saat Isabella beranjak dari depan gedung Midnight Muse, satu unit mobil yang terparkir tidak jauh dari sana ikut bergerak. Masih dengan sosok Ethan yang sengaja menunggu istrinya keluar dari night club dengan aman.“Nyonya Sinclair sepertinya tidak mengenali pengawal yang Anda tempatkan di sekitarnya.”Ethan tidak memberi tanggapan, hanya melihat sosok Isabella dari kaca luar. Dia menatap lurus ke depan sesaat bayangan istrinya itu menghilang seiring jarak mereka yang semakin jauh.“Aku ingin sampai di kediaman sebelum Isabella.”Sang sekretaris mengangguk, kemudian berkata pada sopir, “Tingkatkan kecepatannya.”“Baik,” ucap sang sopir.Seperti keinginan Ethan, dia sampai di kediaman lebih awal. Tanpa menunda-nunda lagi, dia segera pergi menemui ibunya. Saat pintu rumah terbuka, ekspresi yang semula baik-baik saja telah berubah menjadi dingin, menciptakan aura yang membuat siapa pun yang melihatnya akan bergidik.Ibunya seperti sudah menanti kedatangan Ethan, bersama Charla di sampingnya. Mereka berdua segera menyadari kehadiran Ethan dan berdiri dari sofa. Televisi yang menyala langsung dimatikan oleh Charla.Ethan tidak mengira jika situasinya akan begitu mudah bagi ibunya dan Charla. Di saat hal buruk menimpa istrinya, justru mereka berdua asyik menonton.“Kita perlu bicara, tentang apa yang terjadi hari ini,” ucap Ethan dengan nada suara tegas yang mendominasi.Suasana ruangan seolah membeku dan dalam ketegangan yang menyelimuti, ibunya berusaha untuk tidak menunjukkan rasa takut terhadap sosok Ethan yang marah.“Apa yang ingin kau bicarakan?”“Mari membuat kesepakatan.”Ibunya mengerutkan dahi. “Kesepakatan?”“Aku akan berpisah dengan Isabella, asalkan kalian tidak lagi mengusik kehidupannya.”Ibunya menatap Charla sesaat dengan ekspresi seolah bingung. “Kenapa kau berpisah dengan Isabella? Memangnya, ada masalah apa di antara kalian?”“Berhenti berpura-pura. Ibu kira, aku tidak tahu soal rencana kalian yang ingin menjebak Isabella? Kalian ingin merusak rumah tangga kami, ‘kan? Sehingga kalian bisa dengan leluasa mengontrolku.”“Begitukah? Kau sudah tahu, tapi pura-pura tidak tahu selama ini?”“Untuk suatu alasan, aku sengaja membiarkan kalian. Kalau sebelumnya tindakan kalian bisa ditoleransi, maka kali ini berbeda. Aku ingin kalian tidak lagi menyentuh Isabella. Lakukan perkataanku ini selama aku masih menganggap kalian ada.”“Kau mengancam kami?”Ethan mendekati ibunya hingga jarak mereka menjadi dekat. Dia menghunuskan tatapan tajam dan berkata, “Ya, aku mengancam kalian. Jika kalian tidak menurut, maka fasilitas yang kalian nikmati secara cuma-cuma selama ini akan dicabut. Sebaiknya pikirkan lagi tindakan kalian,” ucapnya, kemudian melangkah pergi.Charla berteriak kesal, sedangkan sang ibu melontarkan sumpah serapah untuk Ethan.Lima tahun berlalu, kesuksesan semakin menghampiri Sara. Dia sudah berjuang sejauh ini untuk menaikkan harga diri sebagai seorang istri. Bukan hanya kehidupan di rumah, kehidupan di luar pun dia berhasil memperjuangkan dirinya.Sehingga nama Sara dikenal oleh banyak kalangan, bahkan kepopulerannya bisa dikatakan berada di tingkat atas Rion yang notabene lebih dulu menjalani kegiatan berbisnis."Melalui perencanaan, kita perlu mengidentifikasi hasil kerja yang diinginkan dan mengidentifikasi cara-cara untuk mencapainya. Perhatikan juga soal pengorganisasian, struktur pemberian tugas, pengalokasian sumber daya, pengaturan kegiatan secara terkoordinir kepada setiap individu dan kelompok agar dapat menerapkan rencana yang sudah disepakati," ucap Sara sesaat mengurungkan niat untuk menaiki mobil."Mama!"Sara menoleh ke sumber suara, menemukan Rion dan putri kecil mereka. Dia tersenyum dan mengakhiri panggilan telepon, lalu menghampiri dua orang yang sangat disayangi."Kau yang menjemputny
Rion mengusap dagu, memikirkan betul-betul perkataan Auris. Bukan berarti dia tidak ingin menikahi Sara, akan tetapi dia butuh waktu yang pas untuk mengajak mantan istrinya itu untuk berumah tangga kembali.Rion mengeluarkan kotak kecil berwarna merah dari dalam saku, lalu memperlihatkan isinya pada Auris. Itu adalah kotak usang yang berisi cincin pernikahannya dengan Sara sebelum mereka berpisah."Aku selalu membawanya di dalam saku dan selalu ragu untuk memberikannya pada Sara, di samping mencari waktu yang cocok, aku juga ragu apakah harus membeli cincin baru atau tidak."Rion mengeluarkan satu kotak lagi dari saku yang berbeda dan berkata, "Pada akhirnya, aku memesan yang baru dan tadinya ingin aku berikan, tapi suasana hati Sara tampak tidak baik. Aku rasa belum saatnya untuk memberikan cincin ini padanya.""Anda membawa dua kotak cincin dalam saku pada saat bersamaan?""Setiap hari. Aku memikirkan tindakan mana yang pas untuk menggambarkan ketulusanku. Mungkin, aku bisa mati sak
Suasana semakin tegang sesaat Charla berseru. Dia benar-benar tidak menyukai bagaimana ibu dan anak ini berusaha mengambil keuntungan dari Rion, padahal sudah mencicipi dinginnya lantai penjara."Aku akan menyiapkan uangnya," ucap Rion.Sara terkejut, tidak pernah menyangka kalau keinginan ibu dan adik tiri ini akan dipenuhi. Dia hendak menghalangi, tetapi Rion menghentikannya.Malam itu Belinda dan Charla terpaksa menginap, karena tidak memiliki tempat tinggal. Hancur sudah harapan Sara yang menginginkan waktu bersama dengan Rion."Maafkan aku, Sara. Kau jadi harus kembali.""Tidak masalah. Aku hanya tidak habis pikir kalau kau akan memenuhi keinginan mereka setelah apa yang terjadi padaku dan juga padamu.""Aku sudah menyakitimu, karena membiarkan mereka masuk ke kehidupan kita kembali."Sara menggelengkan kepala. "Bukan itu masalahnya sekarang. Bagaimana kau akan menghadapi mereka selanjutnya? Apa ingin membuat kesepakatan agar aku mengembalikan warisan kakekmu? Aku akan meminta di
Sara jengkel saat mantan suaminya tertawa, padahal dia sudah begitu serius. Apa yang lucu dari pertanyaannya?"Ternyata kau masih menyimpan rasa cemburu pada Gista.""Memangnya, apa yang aku lakukan tidak wajar?""Wajar. Itu pertanda kau benar-benar memiliki perasaan padaku. Begitu pula dengan aku yang merasa cemburu ketika dirimu pergi makan malam bersama pria lain."Sara mencebik, karena dia masih belum mendapatkan jawaban dari pertanyaannya. Waktu kebersamaan antara Rion dan Gista membayangi pikiran sampai membuat dia tidak tenang."Aku belum pernah ke rumahnya Gista. Dia memiliki banyak pertimbangan untuk perabotan, jadi meminta penilaianku melalui foto. Di sana aku melihat kalau dia pandai dalam menata barang, karena rumahnya pun sangat rapi dan nyaman untuk dipandang."Sara mengernyitkan alis. "Nyaman untuk dipandang?"Sara menyingsingkan lengan baju, lalu bangkit seraya meletakkan kedua belah tangan di pinggang."Aku akan membuatnya jauh lebih nyaman dipandang."Lagi-lagi sikap
Benar. Rion memang mengatakannya, tetapi dia sangat ingin sekali menarik kata-kata itu kembali. Dia tidak ingin Sara membuka hati untuk pria lain. Dia hanya ingin Sara menyukai dirinya seorang."Jadi, kau sudah memutuskannya?" tanya Rion."Memutuskan apa?""Bahwa kau akan bersama dengan pria tadi?""Kau sudah mengacaukannya.""Tadi pria itu mengatakannya sendiri kalau dia tidak akan menyerah padamu. Aku tidak akan mengganggu waktu kencan kalian lagi jika kau memang ingin bersamanya.""K—kenapa berubah pikiran begitu cepat?""Aku tidak berubah pikiran. Seperti yang aku katakan kalau kau bisa bersama pria lain jika dari mereka ada yang membuatmu bahagia. Setelah apa yang kau lalui selama ini, aku tidak ingin menghambat langkahmu di masa depan.""Kau sudah membuatku menunggu begitu lama. Saat kembali, apa tidak ada yang ingin kau lakukan untukku? Bukankah kau sendiri yang meminta diberi kesempatan. Aku belum melihat apa-apa darimu.""Maksudmu soal perjuanganku untuk mendapatkanmu? Aku su
Sara melihat sekeliling dengan gelisah, sedangkan pria di hadapannya agak bingung dan sejak tadi merasa berbicara sendiri. Sara sama sekali tidak fokus. Hal apa yang membuatnya begitu? Padahal, yang meminta waktu makan malam mendadak adalah Sara sendiri."Apa Anda tidak lapar?"Sara langsung tersentak. Dia melihat porsi santapannya yang tidak usak, hanya memotong-motong steak sampai berukuran kecil, sedangkan pria yang menjadi teman makan malamnya hampir selesai. Ternyata dia termenung dan tidak sadar kalau keadaan terus berlalu."Tidak. Saya akan menikmatinya sekarang."Sara berpikir selama itu, apakah peringatannya belum jelas? Rion tidak datang setelah dia menyebutkan di mana tempat dirinya akan makan malam bersama seorang pria.Apa akhirnya akan begini lagi? Rion tidak benar-benar tulus padanya, bahkan mengetahui kalau wanitanya akan pergi bersama pria lain tidak membuat Rion terusik."Setelah makan malam nanti, apa Anda memiliki waktu?""Ah, apa? Waktu?""Ya, waktu."Sara agak fr