Share

Night Club

Di tengah perjalanan, Isabella singgah ke salah satu toko yang ada di jantung kota untuk membeli pakaian sesuai dress code. Dia langsung mengenakannya dan keluar dari butik dengan penampilan yang bisa dikatakan jauh dari kesan seorang Isabella.

“Pakaian yang Anda kenakan kini terlihat sangat cocok,” ucap pegawai toko.

“Jangan bercanda. Pakaian ini terlalu terbuka dan membuatku jadi terlihat menyedihkan.”

Pegawai itu langsung kikuk. “Saya akan mencarikan pakaian lain untuk Anda.”

“Tidak perlu. Aku akan membeli ini. Berikan aku satu outer yang cocok.”

Perkataan Isabella lain di mulut lain di hati, membuat sang pegawai kebingungan. “Anda akan membelinya? Bukankah tadi Anda berkata kalau—”

Isabella menatap pegawai di depannya, lalu berkata, “Aku terburu-buru.”

“Baik! Saya akan mengambilnya untuk Anda.”

Isabella menunggu di dekat kasir. Outer yang dimintanya datang beberapa saat kemudian. Dia langsung mengenakannya. Selesai membayar, dia pun keluar dari toko dan berkendara kembali.

Isabella memarkirkan mobil tidak jauh dari Midnight Muse. Dia berjalan dengan langkah cepat, melepaskan outer yang melapisi gaun hitamnya saat hampir sampai di depan night club. Antrean panjang pengunjung langsung menjadi pemandangan utama bagi Isabella. Mereka harus melewati petugas keamanan terlebih dahulu.

Ketika Isabella mendekati pintu masuk, cahaya lampu neon yang berkilauan menyoroti figur wajahnya yang memesona. Dia dapat lolos dari klasifikasi pengunjung yang diizinkan masuk.

Langit-langit rendah diselimuti kilauan lampu LED yang berubah warna setiap sekian detik, menciptakan suasana magis. Di tengah ruangan ada area dansa yang luas, kini diisi oleh goyangan para penikmat dunia malam seiring irama musik yang menggema. Sofa-sofa, bartender, alkohol, lampu berkedap-kedip, menambah nuansa kebebasan malam itu. Namun, kebebasan bukanlah tujuan Isabella. Kedatangannya hanya untuk mencari keberadaan Charla.

Isabella mengenakan outer kembali untuk melindunginya dari tatapan pria hidung belang. Kemudian, dia menanyakan soal Charla pada pekerja di sana. Dia tidak menyerah dan terus mencari sampai akhirnya menemukan seseorang yang mengenali Charla. Orang itu bekerja sebagai pramusaji di sana.

“Anda siapa bagi Charla?” tanya pramusaji tersebut.

“Aku kakak iparnya. Bisakah kau mengantarku pada Charla sekarang?”

“Ya, saya bisa mengantar Anda. Anda bisa mengikuti saya.”

Isabella mengikuti sang pramusaji. Mereka terus melangkah sampai suara musik terdengar sayup-sayup. Pada saat itu, mereka berjalan di koridor yang sempit. Di kanan dan kiri hanya ada pintu berwarna merah, tidak hanya beberapa jumlahnya.

“Ini tempat apa?” tanya Isabella, tidak bisa menahan rasa penasarannya.

“Ruang peristirahatan bagi para pengunjung,” jawab sang pramusaji.

“Aku tidak pernah tahu kalau Midnight Muse memiliki tempat seperti ini. Apa kalian menggunakannya ketika ada pengunjung yang mabuk?”

“Ya, bahkan bisa lebih dari itu.”

“Maksudnya?”

“Kita sudah sampai.”

Mereka berhenti di depan salah satu pintu di antara banyaknya pintu. Pramusaji itu membuka pintu dengan mudah tanpa mengetuk lebih dulu. Isabella merasa aneh karena seharusnya pramusaji itu menghormati privasi pengunjung.

Isabella tidak ingin terlalu memikirkannya, karena yang terpenting sekarang adalah Charla. Dia pun masuk setelah sang pramusaji menyingkir dari jalan yang akan dilewatinya. Dia berharap bisa langsung melihat Charla, tetapi ruangan itu kosong.

Saat Isabella akan mempertanyakan kejanggalan itu, tiba-tiba kepalanya dipukul dengan keras. Dia membalikkan badan untuk melihat siapa yang telah berani memukulnya, di saat itu juga tubuhnya menjadi berat hingga akhirnya dia pun terjatuh.

Di detik-detik kesadarannya hilang, dia melihat pramusaji itu mematung dengan nampan besi di tangannya. Ada orang lain datang setelah itu dan entah siapa, dia tidak tahu karena perlahan kedua matanya terpejam.

“Bukankah dia istri kakakmu? Seharusnya kau tidak melakukan hal seperti ini,” ucap sang pramusaji pada Charla yang kini berdiri di sampingnya.

“Itu bukan kau yang memutuskan.” Charla merogoh sesuatu dari dalam tas dan memberikannya pada sang pramusaji. “Ini bayaranmu. Jangan lupa untuk tutup mulut atas kejadian ini.”

“Kau juga harus membayar untuk hal itu.”

Charla berdecak. “Aku sudah melebihkan bayaranmu. Sekarang pergilah.”

“Apa yang akan terjadi pada kakak iparmu setelah ini?”

Charla menoleh ke kiri, seorang pria berdiri di sana menunggu perintah. “Aku dan orangku yang akan mengurusnya. Kau tidak perlu khawatir.”

Pramusaji itu menggeleng-geleng. “Kau memang kotor, Charla.”

Charla terkekeh. “Kau juga sama kotornya.”

Tidak ingin ikut campur lebih dalam, pramusaji itu pun pergi. Charla menatap Isabella masih tergeletak di lantai. Dia menyuruh pria yang datang bersamanya untuk memindahkan Isabella ke ranjang, sedangkan dia akan mengabarkan sang ibu.

Percakapan di telepon adalah percakapan biasa. Tidak ada hal istimewa selain kegembiraan akan rencana yang sebentar lagi akan sempurna 100%. Ibunya juga menyatakan kebanggaan atas hasil kerjanya, membuat Charla semakin bersemangat.

Selesai percakapan di telepon, Charla menyimpan ponselnya. Dia beranjak ke kamar yang pintunya terbuka lebar, membuat dia langsung melihat kondisi di dalam kamar. Pria yang disewanya sekarang sedang menyentuh pipi Isabella dengan pandangan mata membara.

“Jauhkan tanganmu darinya! Aku belum memintamu untuk memulai!”

Pria itu tertawa. Meskipun tidak ingin diperintah oleh anak kecil, tetapi dia tetap menjauhkan tangannya karena tahu kalau Charla adalah orang yang akan membayar hasil keringatnya malam ini.

“Maaf, Bos. Wanita ini sangat cantik dan membuat saya tidak bisa menahan diri.”

Charla mendengkus. Dia menutup pintu, lalu menghampiri sudut kamar yang sudah ditata kamera di sana. Dia menekan sebuah tombol untuk memulai rekaman, kemudian duduk di sofa sambil memangku kaki.

“Lakukan dengan benar, buat seolah-olah kalian memang menikmatinya.”

Pria itu menyeringai. “Saya tidak habis pikir akan mendengar ucapan seperti itu dari mulut seorang anak kecil. Tapi ... apa Anda benar-benar akan menonton kami? Tidak ada perjanjian seperti itu sebelumnya.”

Charla berdecak. “Tidak usah banyak bicara! Lakukan saja sesuai perintahku jika kau masih ingin dibayar!”

Pria itu terdiam, tidak bisa membantah. Dia pun berkata, “Baiklah.”

Pria itu mulai melepaskan pakaiannya hingga tersisa celana dalam. Dia menaiki ranjang untuk mencapai Isabella. Jujur saja, dia sudah tidak sabar menyentuh wanita yang menurutnya begitu memesona ini.

Outer Isabella berhasil dilepaskan, menunjukkan kedua bahunya. Melihat tali tipis yang menggantung di bahu jatuh membuat hasrat pria itu melonjak. Dia merasa beruntung karena disuguhkan berlian dan segepok uang dalam waktu bersamaan.

“Wanita ini sangat harum.”

Charla terlihat kesal kini. “Kenapa lama sekali?! Cepat lakukan sekarang juga!”

Pria itu ikut kesal, tetapi sekali lagi dia harus menurut. Dia berbaring kembali di sebelah Isabella, membuat wanita itu membelakanginya untuk penyatuan mereka.

Saat dia akan menurunkan celana dalamnya, tiba-tiba seseorang menendang pintu kamar hingga terpisah dari kosen. Pria yang akan melecehkan Isabella mendadak kaku dengan tangan masih memegang garis celana dalam. Sementara itu, Charla membelalak, antara takut dan bingung dalam bertindak.

“K—kak Ethan!” Akhirnya, nama itu lolos juga dari mulut Charla yang seperti terkunci tadi.

“Menjauh dari istriku, Bajingan!”

Ethan menarik pria yang berada di atas ranjang bersama istrinya, lalu melemparnya dengan kuat hingga tersungkur di lantai. Kemudian, dia menghampiri Charla dengan tatapan penuh amarah.

“Kak ... maafkan aku! Ini semua ide dari Ibu! Aku hanya menjalankan perintah ....” Charla yang duduk di sofa seperti mengecil karena terus didesak. Dia tidak memiliki tempat pelarian lain, terpaksa menghadapi tatapan menghunus sang kakak.

Ethan menahan keinginan untuk melukai Charla saat berkata, “Pergilah, bawa Bajingan itu dan katakan pada Ibu kalau aku ingin bicara dengannya malam ini.”

Charla menelan ludah sebelum pergi meninggalkan Midnight Muse bersama pria sewaan. Rencana yang semula dia pikir akan mencapai 100% sudah gagal. Dia harus segera mengabarkan ibunya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status