“Yang sabar ya, Han. Kalau memang kejadian ini membuat konsentrasi bekerjamu menurun, saya izinkan kamu mengambil cuti untuk menenangkan diri dahulu. Saya memang tidak pernah merasakan ada di posisi kamu, tapi saya cukup mengerti bagaimana perasaan kamu ditinggal nikah oleh orang yang sangat dicintai. Apalagi kalian putus dalam keadaan masih cinta satu sama lain, hanya saja keadaan yang memisahkan.” Huft … Hana pikir kabagnya tahu tentang kehamilannya, tapi ternyata kabagnya mengira Hana stress karena ditinggal nikah oleh Alga.
“Iya Pak, terima kasih kalau ternyata Bapak bisa mengerti perasaan saya saat ini. Tapi saya mohon rahasiakan izin cuti saya dari siapa pun terutama dari Sindy ya, Pak.”
“Kenapa?”
“Tidak apa apa, Pak, saya ingin privasi saja dan saya percaya Bapak bisa menjaga rahasia saya ini.”
“Baiklah. Berapa lama kamu akan mengambil cuti?”
“Sejumlah cuti yang belum saya ambil, Pak.”
“12 hari?” Hana mengangguk.
“Mulai kapan?”
“Besok boleh, Pak?”
“Asalkan semua pekerjaan kamu rampung hari ini, kamu saya izinkan cuti mulai besok.”
“In syaa Allah saya pastikan semua pekerjaan saya beres hari ini, Pak. Sekali lagi saya ucapkan terima kasih banyak atas kepedulian dan izin cuti yang Bapak berikan kepada saya.”
“Saya harap setelah kembali dari cuti, kamu akan lebih bersemangat lagi dari sebelumnya, Hana.
“Semoga saja, Pak. Semoga saja saya bisa lebih legowo dan bisa bekerja lebih baik lagi nantinya.” Roby hanya menanggapi dengan anggukan kepala saja. “Kalau begitu saya permisi, Pak.” Hana pun pamit keluar ruangan.
Hana sungguh sangat bersyukur bisa mendapatkan izin cuti dengan gampang dari Roby, kabag devisinya. Setelah ini ia akan langsung memesan tiket travel menuju Semarang untuk kepulangannya nanti malam.
Di tempat lain, kini Alga memandangi foto dirinya dan Hana yang tersenyum bahagia, foto itu diambil ketika mereka sedang berlibur ke pantai seminggu sebelum tragedi perjodohan dari sang kakek. Air mata Alga jatuh mengenai figura tersebut. Sungguh Alga sangat merindukan sosok Hana. Biasanya malam gini dirinya berada di unit sang kekasih, bercanda, ngobrol, bermanja manja, dan lainnya. Sudah 2 minggu lamanya kegiatan itu tidak pernah ada, rasanya hidup Alga ada yang kurang. Hana yang meminta agar mereka berhenti untuk saling mengabari lagi, biarlah asing seolah mereka tidak pernah mengenal satu sama lain. Alga pun menghargai keputusan Hana, karena ia pun tak ingin melukai Hana lebih dalam lagi jika pada akhirnya dirinya tetap menikah dengan Sukma.
Alga ingin sekali menemui Hana, atau kalau tidak, dia hanya ingin say hallo di aplikasi ijo aja itu sudah akan membuatnya sangat bahagia. Tapi ketika itu juga Hana langsung bloking nomor Alga. Ketika kebersamaan yang biasa terjalin lalu tiba tiba dihentikan secara paksa, jujur saja akan membuat siapa pun tersiksa karenanya.
"Kamu sedang apa, Han? Kamu kangen aku gak sih?" ucapnya seraya mengelus wajah Hana pada figura yang dipegangnya. "Aku bisa gila lama lama, Han. Karena separuh hidupku hilang dibawa bersamamu." Ingin sekali Alga menemui Hana, ingin memeluk tubuh mungil yang selalu sukses membuatnya terasa hangat.
"Ga," panggil Anggi.
"Iya, Ma?"
"Besok kamu ke butik tante Amina ya, baju pengantin kalian sudah jadi katanya."
"Iya, Ma."
"Kamu kenapa, Ga? Mikirin Hana?" Alga mengangguk. "Kemarin Mama menemui Hana di kantornya."
"Ngapain, Ma? Gimana keadaan dia sekarang, Ma?"
"Ngasih undangan pernikahan kamu. Hana terlihat kurusan sekarang, lebih banyak diam dan gak seceria biasanya." Mendengar kabar Hana saja Alga sudah sangat bahagia sekali, tapi dia juga sedih mendengar kondisi Hana sekarang.
"Gimana ekspresinya ketika terima undangan itu, Ma?"
"Tersirat kesedihan yang mendalam pada sorot matanya. Mama dan papa minta maaf yang sebesar besarnya pada Hana atas apa yang terjadi di antara kalian." Anggi pun menceritakan semuanya.
"Kenapa Alga tidak beruntung seperti orang lain yang bisa menikah dengan orang yang dicintainya ya, Ma? Kenapa kakek meminta Alga yang harus menikahi Sukma? Alga cintanya sama Hana, Ma, bukan Sukma."
"Sabar ya, Nak. Saat ini kita harus mementingkan kondisi kesehatan kakek juga. Mama tau ini berat sekali untuk kamu, untuk Hana juga. Tapi kalau takdirnya begini, tidak ada yang bisa kita lakukan selain menerimanya," ucap Anggi menenangkan anak semata wayangnya seraya mengelus lembut lengan Alga.
"Dunia ini gak adil buat Alga, Ma. Kenapa Alga harus dipisahkan dengan Hana? Separuh jiwa Alga berada pada Hana, Ma. Alga gak tau apakah setelah ini Alga masih bisa menjalani hidup sedangkan separuh hidup Alga di diri Hana." Alga menangis sesenggukan di pelukan sang Mama.
"Kamu yang sabar ya, Sayang. Mungkin ini takdir terbaik untuk kamu. Semoga nantinya Sukma bisa menggantikan Hana di hidup kamu dengan versi yang lebih lebih baik lagi, biar kamu bisa cepat move on. Dan kita juga doakan semoga Hana mendapat pengganti yang lebih baik dari kamu. Biar kalian sama sama bahagia dan agar pengorbanan kalian tidak sia sia."
"Alga gak akan sanggup melihat Hana bersanding dengan orang lain, Ma."
"Bismillah semoga semuanya baik baik saja ya, Sayang. Kamu harus percaya bahwa Allah akan selalu bersamamu dan Allah akan memberikan kebahagiaan yang lebih baik lagi meski kamu gak sama Hana. Kamu harus percaya bahwa rencana Allah itu lebih indah dari rencana kamu. Belajar menerima semua yang sudah ditetapkan oleh-Nya! Seberapa pun kamu berusaha untuk bersatu dengan Hana, kalau memang kalian tidak berjodoh, maka itu gak bakal terjadi," ucap Anggi seraya mengelus pundak sang anak. “Percayalah, bahwa takdir Tuhan lebih indah dari rencanamu, Nak. Tak perlu diratapi, jalani saja!”
“Bismillah, akan Alga usahakan untuk ikhlas menerima takdir-Nya, Ma.”
***
"Gagal sudah aku jadi orang tua, Papa sama mama sangat kecewa sama kamu, Hana," ucap sang papa dengan berderai air mata kecewa ketika Hana menceritakan apa yang terjadi pada dirinya.
"Maafin Hana, Ma, Pa." Hana memeluk kedua kaki orang tuanya dengan perasaan sangat bersalah.
"Mau ditaruh di mana muka Mama kalau semua orang tau kamu hamil di luar nikah, hah? Mama sama papa pasti akan sangat malu sekali. Mereka pasti mengira bahwa kami gak becus jaga kamu." Isak tangis mengisi ruang keluarga kediaman orang tua Hana.
Hati orang tua mana yang tidak hancur mendengar anak perempuannya hamil diluar nikah? Orang tua jelas akan merasa gagal dalam melindungi anak gadisnya.
"Hana akan aborsi janin ini agar kalian tidak menanggung malu atas aib Hana," ucap Hana mantab.
“Aku pastikan anak anak kita nanti akan bangga dan sempurna memiliki ibu sepertimu, Istriku.”“Dan anak anak kita bisa beranggapan seperti itu pada ibunya karena hadirmu yang selalu menyempurnakanku, Suamiku.”“Terima kasih, sudah mencintaiku tanpa peduli jarak dan waktu. Kalau bukan kamu yang aku cintai, aku gak tahu apa orang lain itu bisa tetap mencintaiku diketidak pastian diriku yang menghilang. Aku pun sulit untuk membayangkan hal itu.”“Kamu juga, ‘kan? Kamu mencintaiku tanpa peduli jarak, waktu, serta dimensi koma yang kamu selami kala itu.” “Kamu lebih hebat dan lebih setia, Sayang. Kamu yang setiap saat menapaki bumi dengan lalu lalang lelaki yang jelas jelas sudah mengisi hari harimu, tapi sedikit pun kamu tidak goyah dengan kehadirannya. Kamu kuat mempertahankan cinta kamu tetap untukku. Kamu hebat, sangat hebat.” Alga membingkai wajah Hana dengan kedua telapak tangannya. “Tentang aku, saat itu aku tebujur kaku yang bernapas saja bergantung pada mesin. Andai papa dan mama
“Aku bisa merasakan denyut lemah itu sedang kesakitan saat ini.” “Denyut lemah?” “Iya, yang di dalam sana,” tunjuk Sindy pada dada Aris. “Kenapa kamu bisa tahu?” “Cinta benar benar buta ya, sampai kamu tidak sadar ketika tadi kamu mengutarakan isi hati kamu pada Hana, aku berada tepat di samping tubuh Hana, tubuh yang sebenarnya ingin kamu bersamai seumur hidupnya.” “Oh maaf, aku kira kamu –“ “Cenayang? Tentu tidaklah. Aku manusia biasa, yang bisa mendengar dan melihat atraksi dan interaksi orang orang di sekelilingku.” “Bukan gitu, aku kira kamu melihat wajahku begitu mengenaskan, terlalu nampak jika aku sedang berduka di atas kebahagiaan orang yang aku cintai.” “Kamu cinta atau sayang dia?” “Aku mengakui getaran cinta itu saat bersamanya, aku merasakannya. Bahkan ketika tadi aku ajak ia berbicara pun masih sama rasanya.” “Kamu percaya bahwa cinta itu bisa hilang sedangkan rasa sayang itu tidak akan bisa hilang?” “Kenapa bisa begitu? Bukannya cinta itu sudah pasti sayang se
“Mana ada calon? Belum ya.” “Lah yang selalu kamu posting itu siapa?” “HTS-an doang mah,” jawab Sindy seraya mengerucutkan bibirnya. “Ya cepet diresmikan dong!” “Udah lost contact.” “Kok bisa?” “Udah ah jangan bahas itu, aku lagi gak mau sedih di hari pernikahan kamu loh.” “Ututu, sini sini peluk, Sayang!” Hana pun memeluk Sindy sambil menepuk nepuk pelan bahunya. “Han, selamat ya! Sudah bahagia kan dengan seseorang yang selama ini kamu inginkan?” Tiba tiba Aris mendekati Hana seraya menjabat tangan Hana. “Makasih banyak, Ris.” “Aku juga ucapkan terima kasih untuk kamu. Karena kamu sudah mengajarkan banyak hal padaku, Han, terutama tentang ikhlas untuk melepas. Tentang arti mencintai tanpa memiliki serta terkait makna lebih mementingkan hati yang cintai untuk menjemput bahagianya meski bukan denganku ia melanjutkan jalan hidupnya. Kamu juga mengajarkan dan membuktikan ada semesta bahwa ternyata cinta bisa habis pada satu orang, Han,” ungkap Aris sesuai apa yang ada dalam hati
Tidak salah jika Bali sering kali dinobatkan sebagai tempat paling romantis di Indonesia bahkan juga telah diakui oleh dunia. Tak heran jika dream wedding Hana adalah Bali. Hari yang ditunggu tunggu kini telah tiba, yaitu pernikahan Hana & Alga. Keduanya menggelar resepsi pernikahan di sebuah taman yang begitu indah yang diapit oleh dua pantai pasir putih yang memang sudah menjadi salah satu favorit wedding venue dengan pemandangan beachfront. Tidak banyak tamu undangan, hanya kurang lebih 200 orang saja. Hanya orang orang terdekat dari kedua keluarga juga dari teman teman Alga dan Hana.Akad nikahnya dilaksanakan pagi hari di semi outdor yang berlokasi di satu tempat yang sama, namun berjarak. Akan tetapi masih dengan pemandangan pantai yang menenangkan, menjadikan acara sakral tersebut menjadi lebih khidmat dan syahdu secara bersamaan.“Wahai ananda Alga Mahardika, tangan yang saat ini kau genggam itu adalah tangan dari seorang ayah dari calon pengantin wanitamu, Hana Camilla. Yang s
“Gak apa apa dong. Nanti aku bantuin kamu urus café di sela aku pantau kantor yang di Jakarta. Sambil menunggu waktu setahun itu, sekalian kita nanti bangun café juga di Jakarta ya. Biar café kamu punya cabang.”“Seriusan?”“Pernah aku gak serius dengan apa yang aku ucapkan sama kamu?” Hana menggeleng. “Semoga gak ada halangan aja biar semua terealisasikan dengan baik ya, Sayang.” Keduanya pun mengaamiinkan. “Aku tahu, memiliki café dengan menu per-dessert-an adalah impian kamu sejak dulu. aku masih ingat semua mimpi yang pernah kamu bilang ke aku. Jadi, aku gak mau dengan hadirnya aku, dengan hidupnya kamu bersamaku nantiny, itu akan menghalangi semua mimpi kamu, Sayang. Aku bahkan akan selalu support semua yang kamu impikan selagi itu baik.”“Ah … terharu aku tuh.” Hana pun langsung memeluk tubuh laki laki yang sangat dia cintai itu.“Oh iya, aku malam ini tidur sama kamu boleh gak sih?”“Mana boleh? Kamu tidur sama Al aja.”“Kamu gak kangen aku?”“Kangen, tapi gak harus tidur berdua
“Aku harus merebut cinta anak kita agar bisa mencintaiku sepenuhnya,” ucap Alga kemudian.“Kamu mau merebut dia dari aku? Aku yang hamil, aku yang melahirkan, aku yang kasih ASI, aku juga yang ngurus bahkan bergadang jagain dia, terus kamu datang datang mau merebut dia dari aku? Oh tidak semudah itu Ferguso!” Hana ngomel seraya mendorong dada Alga.“Heiii … bukan merebut dari kamu, Sayang. Tapi maksudku, aku mau menggantikan sosok laki laki itu dari hati anak kita. Aku gak mau ya dia lebih sayang ke orang lain timbang ke aku yang notabennya adalah ayah kandungnya,” jelas Alga.“Ish kirain.” Satu kecupan langsung Alga layangkan di bibir Hana. Lelaki itu gemas melihat wanitanya ngomel. “Gak sopan ih,” protes Hana.“Sopan aja lah, lah wong sudah pernah buat anak aja.” Hana pun langsung melayangkan cubitan di perut Alga. “Auuu … sakit tahu, Sayang.”“Biarin ah,” sewot Hana.“Kalau kayak gini, aku bawaannya pengen ngajak kamu ke KUA sekarang aja deh.” Hana hanya mencebikkan bibirnya saja.“