"Waduh, Bibi enggak kenal, Bu. Tamunya laki-laki, ganteng tapi enggak seganteng Tuan Devanno." Mendadak hati Davika tak enak, apa mungkin tamu itu Rafi?
"Tamunya enggak disuruh masuk, kan, Bi?" tanya Davika was-was. Wanita itu menggigiti kuku-kuku di jari kanannya.
"Enggak, Bu. Bibi suruh tunggu di kursi luar," sahut Bi Marni. Wanita paruh baya itu merasa ada yang aneh dengan sikap majikannya. Tak biasanya sang majikan bersikap parno seperti hari ini. Ia ingin bertanya, tetapi sungkan. Akhirnya ia hanya menyimpan tanda tanya besar dalam hatinya.
"Bagus Bi, pokoknya kalau ada tamu laki-laki yang datang ke rumah ini saat Keenan enggak ada. Jangan pernah diizinkan masuk ya Bi, kecuali Kak Aldo, Irvan, atau saudara-saudaraku yang udah Bibi kenal. Kalau enggak kenal, Bibi minta tunggu di luar aja." Lagi, keringat dingin mulai mengucur di pelipis wanita cantik itu.
"Siap, Bu. Ini Bibi buatkan m
"Vik, sakit di perut kamu enggak keterusan, kan?" tanya Devanno lewat saluran pesan whatsApp."Vika, are you okay?" Lagi, satu pesan whatsApp kembali muncul di layar ponsel Davika 30 menit kemudian."Davika, jangan bikin khawatir. Kamu enggak kenapa-kenapa kan?" Satu jam kemudian setelah pesan ketiga, lalu muncul pesan-pesan lainnya dari Devanno."Vika, please jawab. Aku enggak bisa tenang kalau kamu tanpa kabar begini.""Davika? Serius nih aku kepikiran sama kesehatan kamu. Kamu baik-baik aja, kan?""Vika, please kabari aku.""Vik ....""Vika? Kamu udah tidur ya?""Kalau kamu baca WA ini, segera bales ya, Vik. Aku bener-bener enggak bisa tidur sekarang."Davika yang selesai melaksanakan Salat Subuh baru saja membaca pesan-pesan dari Devanno yang sudah dikirimkan sejak pukul 19.30 samp
"Vanno? Ngapain ke rumah pagi-pagi?" tanya Davika pada Devanno yang berdiri membelakangi wanita itu.Lelaki itu berbalik dan tersenyum manis. "Jemput kamu," jawabnya.Hari ini Devanno terlihat lebih casual dengan kaos lengan panjang berbahan rajut tipis berwarna cream dengan motif garis-garis halus. Ia menaikkan kedua lengan bajunya menjadi 3/4. Di lengannya melingkar jam tangan fossil berwarna silver berdiameter 38 mm dengan tali tangan berwarna cokelat. Rambutnya yang hitam kecokelatan terlihat lebih maskulin dengan gayanya hari ini. Lelaki itu mengenakan tapered fit jeans berwarna biru muda dan sepatu kets berwarna cream senada dengan kaosnya."Jemput? Ngapain dijemput Van? Aku kan bisa berangkat sendiri." Davika menaikkan satu alisnya dan menunjukkan kunci mobil di tangannya pada Devanno. Dengan sigap Devanno merebut kunci mobil milik Davika."Van, balikin kuncinya!" pinta Davika, tetapi le
"Ya Allah, ternyata kamu Vika? Ini aku Devanno, Kakak tingkat yang pernah ngerjain kamu waktu ospek dulu.""Ternyata Bapak masih ingat pada saya, iya Pak, saya Davika, adik tingkat yang diminta untuk bernyanyi di depan orang banyak hanya untuk mendapatkan tanda tangan Bapak." Davika ikut tersenyum."Jadi kamu udah kenal aku duluan nih ceritanya?" selidik Devanno. Lelaki itu tidak mengira jika pada akhirnya ia akan bertemu kembali dengan mantan cinta pertamanya saat masa kuliah dulu."Tentu saja. Bapak kan sudah merintis Shop.id sejak kuliah dulu, tidak mungkin saya tidak mengenal Bapak." Davika masih berusaha bersikap formal meski Devanno sudah berbicara non formal layaknya bertemu teman lama."Kok kamu enggak ngomong sih kalau kita satu almamater? Tahu gitu aku kan enggak usah sok formal di depan kamu tadi." Devanno menggulung lengan kemejanya agar lebih terlihat santai di hadapan Davika.
"Maaf, Bu. Ada tamu lelaki yang memaksa ingin bertemu dengan Ibu di kantor. Katanya, dia calon suami Ibu." Mendengar pernyataan Raissa, jantung wanita itu serasa dipukul dengan palu. Davika sangat yakin tamu itu adalah Rafi. Ah, Rafi kenapa lelaki itu tak berhenti mengganggu hidup wanita berhidung bangir itu?"Usir aja, Sa. Saya tidak punya calon suami," pinta Davika seraya menghirup napas jengah.Mendengar pernyataan Davika, Devanno refleks menoleh dan meminta penjelasan dengan ekspresi wajah yang menyiratkan tanya, "Siapa yang mengaku sebagai calon suamimu?" Namun, bukannya menjawab Davika hanya memberi kode tangan pada Devanno untuk menunggunya selesai berbicara dengan sekretarisnya."Sudah kami usir berkali-kali, Bu, tapi orangnya ngeyel tetep pengen ketemu dulu sama Ibu. Orangnya masih nunggu di lobi kantor, Bu," jelas Raissa."Yasudah, abaikan saja, Sa. Saya masih di perjalanan menuju kantor. S
"Anda tenang saja. Keenan tidak merindukan sosok ayah kandungnya karena dia memiliki ayah lain yang siap mencintainya. Perkenalkan Devanno, calon ayah Keenan." Mata Rafi dan Davika membulat sempurna mendengar pernyataan Devanno. Apalagi setelah Devanno tiba-tiba saja merangkul bahu Davika dengan sangat posesif menggunakan tangan kirinya. Mata wanita itu mengerjap beberapa kali berusaha menetralkan kekagetannya karena ulah Devanno barusan. Devanno mengulurkan tangan kanannya pada Rafi. Namun, uluran tangan Devanno mengambang di udara begitu saja karena diabaikan oleh Rafi. Jelas lelaki itu merasa terganggu dengan kehadiran Devanno saat ini. Apalagi Devanno dengan seenaknya merangkul bahu Davika, membuat hati lelaki itu terbakar habis. "Mantan enggak mau salaman rupanya. Sorry, Sayang, aku balik lagi soalnya hape kamu ketinggalan di mobilku." Devanno menyodorkan ponsel Davika. Davika yang masih bingung hanya menatap
"Assalamualaikum, Bunda. Apa kabar?" Davika menyapa Bunda Erlyannie, owner brand skincare yang sudah tujuh tahun ini Davika pasarkan bersama agen dan resellernya."Waalaikum salam, masya Allah Vika apa kabar? Makin cantik dan bersinar aja nih." Kedua wanita itu berpelukan melepas rindu. Tersungging senyuman manis dari wajah keduanya."Alhamdulillah, berkat B Erl, Bun." Davika kembali menyunggingkan senyuman bahagianya."Makasih lho, udah jauh-jauh dari Bandung dateng ke sini," sambut Bunda Erlyannie ramah."Aku yang makasih, Bun. Berkat semangat dari Bunda dan Ayah Agus, aku bisa berada di titik ini." Perempuan itu benar-benar bersyukur bisa mengenal B Erl Family 7 tahun silam."Sama-sama. Kesuksesan kamu sekarang juga berkat kerja keras dan doa dari Mama Erna juga pastinya. Ayo, masuk Vik, acaranya akan segera dimulai."Ini yang paling Davika kagumi da
"Waalaikum salam. Tolong jangan biarkan lelaki itu menemui Keenan ya, Um. Saya tidak mau asma Keenan kambuh hanya karena bertemu dengan lelaki di foto itu. Jika Umi bisa memintanya untuk pulang akan lebih baik, tetapi jika Umi sungkan saya mohon dengan sangat tahan lelaki itu agar tidak bertemu dengan Keenan sampai saya datang ke pondok. Sekarang saya sedang dalam perjalanan dari Cipondoh ke Depok. Terimakasih banyak, Um. Mohon maaf karena saya sudah merepotkan Umi. Wassalamualaikum."Davika langsung mengirimkan pesan itu pada Umi Masriyah berharap dirinya belum terlambat. Jangan sampai Keenan bertemu dengan Rafi. Ia tidak mau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada anak lelaki kesayangannya itu.Putaran memori masa lalu itu kembali terulang di kepala Davika. Bagaimana Keenan harus menderita karena merindukan sang ayah yang tak pernah datang menemui atau sekadar menghubunginya membuat hati Davika ngilu."M
"Mami? Papi?" Mata anak lelaki itu membulat sempurna. Untuk sepersekian detik, anak lelaki itu hanya terpaku menatap dua orang yang terlihat bersitegang. Keenan yakin ibunya takkan nyaman berada di dekat sang ayah sekarang. Niatnya untuk melepas rindu pada sosok wanita yang paling ia hormati dan sayangi itu kandas bersamaan dengan luruhnya kristal bening di mata sipit anak lelaki itu.Luruhnya air mata dari anak lelaki bernama Keenan itu bukan karena ia bahagia, bukan pula karena ia merindu pada sosok lelaki yang berdiri di hadapannya sekarang. Justru anak lelaki itu sangat membenci pria yang kini tampak menua dari yang terakhir kali ia lihat. Ah, entahlah Keenan hanya samar-samar mengingat wajah Rafi. Jika bukan karena lelaki itu adalah salah satu pengusaha terkenal, Keenan mungkin takkan pernah mengingat wajah laki-laki yang tak ada layak-layaknya dianggap sebagai seorang ayah itu.Rasa sakit itu kembali meremas dada. Kenapa ay