*Happy Reading*"Kau membunuh pria itu?"Raid yang baru saja menyimpan ponselnya setelah bertelepon dengan Nissa, menaikan alisnya satu sisi mendengar tanya barusan dari pria di hadapannya. "Pria mana yang kau maksud?""Yang di dalam penjara.""Jepri?" Raid memastikan."Ya.""Kenapa aku harus membunuhnya?" tanya balik Raid akhirnya. Membuat alis pria dihadapannya kini gantian bertaut. Ia adalah Frans. Pria itu sudah kembali ke tanah air kemarin."Dia mengganggu Nissa, kan? Kau pasti tak akan membiarkan pria itu hidup tenang, setelah melakukan hal tersebut, bukan?" Raid mengangguk setuju dengan dugaan Frans. "Ya, aku memang sangat ingin membunuhnya.""Kalau begitu benar, kau yang melakukannya?""Tidak," bantah Raid tegas. Lipatan di kening Frans semakin dalam. Raid menghela napas kasar di tempatnya, sebelum memberi penjelasan, "Awalnya, aku memang sangat ingin membunuh pria itu. Tapi dia sudah terlanjur masuk dalam daftar orang pencarian di kantor polisi. Apalagi yang menangani kasu
*Happy Reading*"Yeaayyy ... sampai ..."Sementara Eca berseru heboh setelah membelokan mobil dan masuk ke sebuah gerbang tinggi berwarna hitam. Nissa malah tertegun di tempatnya melihat bangunan di balik gerbang tersebut, yang Eca sebut rumah ternyata bentukannya Mansion guede banget.Ah, untung saja Nissa pernah bertandang ke rumah Dokter Karina yang besar dan megahnya serupa, jadinya Nissa tidak kelihatan norak-norak amat menjumpai kemewahan yang ada di hadapannya saat ini. "Ayo, Mbak! Kita turun! Tuh, udah pada nungguin kayaknya." Eca berucap lagi. Menyita perhatian Nissa hingga matanya melirik pada arah tunjuk Eca.Benar saja, di sana, di depan pintu sudah berjejer delapan orang, termasuk Raid yang berdiri di tengah. Pria itu tersenyum menyambut kehadiran mobil Eca yang mendekat. Ketika mobil berhenti. Seorang pria mendekat dan membuka pintu bagian Nissa. Membuat Eca di sebelahnya cemberut dan menggerutu, "Dasar pilih kasih!" katanya. Nissa hanya menggeleng tak habis pikir. La
*Happy Reading*Nissa merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur king size dalam kamar yang sudah Raid sediakan khusus untuknya. Kamar yang luas, megah dan indah. Sayangnya, saat ini Nissa belum bisa menikmati keindahan yang di tawarkan kamar ini, karena pikirannya terus terngiang ucapan Raid beberapa jam lalu. "Nissa, aku tidak tahu seberapa jauh kamu sudah mengenalku. Tapi, aku yakin kamu pasti tau kalau aku bukanlah orang baik, bahkan bisa dikatakan aku termasuk orang banyak dosa. Sudah banyak kejahatan dan kekejaman yang aku lakukan. Karenanya, sudah sejak lama hidupku penuh dengan bahaya. Banyak musuh yang selalu mengincarku dan orang-orang sekitarku. Itulah alasan utama kenapa dulu aku berusaha keras menolak dan menjauhkanmu dari hidupku. Aku tidak ingin kamu terlibat dalam bahaya, Nissa."Raid menjeda kalimat, menghela napas berat sejenak sebelum melanjutkan kalimat yang masih ingin di sampaikan. Dari raut wajah pria itu, terlihat Raid seperti punya beban sendiri. "Tapi siapa l
***Ayem bek ....***"Mbak? Udah siap belum?" Eca memunculkan kepalanya dari balik pintu kamar Nissa, setelah sang pemilik mengijinkannya masuk paska mengetuk tadi. "Udah, kok. Ini tinggal pake hijab aja," sahut Nissa sambil meraih hijab instan yang tersampir di kepala ranjang. "Cakep! Kuy lah kalau begitu. Anak-anak juga udah nungguin, tuh!" ucap Eca memberikan jempolnya sambil melebarkan daun pintu yang ada di kamar setelah melihat Nissa mengenakan hijabnya.Eca cukup paham akan kondisi Nissa yang memang harus menjaga auratnya. Hingga ia pun tak sembarangan masuk kamar Nissa dan membuka lebar daun pintunya. Meski sering di katai bodoh, tapi Eca cukup peka kok untuk hal itu. "Ayo!" sambut Nissa kemudian. Menghampiri Eca dan menyambut uluran tangan gadis itu. Setelah mengunci pintu ruangan yang menjadi kamar Nissa di rumah ini. Mereka berdua pun melenggang dengan riang ke tempat yang biasa digunakan untuk berlatih. Ya! Setelah melakukan pertimbangan yang cukup dan atas dukungan Na
*Happy Reading*"Ck, kalau itu tidak usah dikhawatirkan lagi. Mereka tidak akan bisa menggugat apa pun semua milik Nissa." Raid menyahut santai.Frans pun mengangguk paham. "Lalu, bagaimana dengan Nissa sendiri? Apa dia sudah tahu semuanya? Tentang harta itu dan cerita yang sebenarnya. Apa kau sudah memberitahunya?"Kali ini Raid terdiam. Dia tidak mampu berkomentar apa pun, karena memang belum melakukannya. Raid sadar, dia masih banyak hutang cerita pada Nissa. "Saranku, seger beritahu dia kebenarannya. Dia bisa saja kecewa jika akhirnya tahu dari orang lain." Seolah tahu apa yang Raid pikirkan, Frans pun kembali bersuara memberi usulan. "Aku tahu," jawab Raid singkat. Meski begitu, Raid sendiri sebenarnya yakin jika Nissa sedikit banyak sudah tahu kebenarannya. Raid rasa dia hanya tinggal melengkapinya saja. ***Nampaknya Nissa terlalu menikmati waktunya bersama gadis-gadis bodyguard sekaligus pelatihnya. Hingga tak terasa, ternyata sudah lima bulan berlalu sejak Nissa menjalani
*Happy Reading*"Hahahahaha ...."Tiba-tiba saja tawa Nissa pecah. Raid yang tengah bingung bingung dan merasa bersalah, malah menjadi semakin kebingungan melihat Nissa. "Ya ampun, Bang. Serius banget itu muka. Padahal Nissa cuma becanda, loh." Nissa berucap di sela tawa yang masih berderai. Raid mengerjap pelan. "Becanda?" beonya kemudian. Nissa mengangguk. "Nissa cuma becanda, Bang. Nggak serius kok dengan permintaan lamaran resmi tadi."Hah?!"Kamu jadi nggak mau di lamar resmi?" Raid meminta keyakinan. "Bukan nggak mau. Tapi lebih ke ... ya udahlah. Toh mau ngadain lamaran resmi juga bingung. Nissa kan udah nggak punya orang tua. Sodara juga nggak tahu di mana? Jadi Abang mau minta Nissa ke siapa, coba? Kan, Nissa udah nggak punya saudara. Nissa sebatang kara." Nissa menjelaskan dengan santai. Seolah tanpa beban. Meski begitu, senyum yang Nissa tampilkan tak sampai mata. Bahkan, Raid bisa menangkap binar sendu dari sorot gadis itu sekarang. Pria itu pun menghela nafas panjang
*Happy Reading*Terjawab sudah! Akhirnya semua puzzle misteri yang Nissa rasakan dalam hidupnya mulai tersusun rapi. Semua benak yang membuatnya bingung mulai menemukan titik terang. Terutama tentang perlakuan aneh sang ayah yang lebih membela Abyan daripada dia. Ternyata memang mereka tertukar.Kini Nissa juga tahu kenapa di rumah tak ada satu pun photo tentang ibunya. Semua di sembunyikan sang ayah. Dulu Ridwan bilang, karena tak ingin mereka larut dalam kenangan sang ibu. Tetapi kini Nissa yakin, itu semua karena Ridwan tak ingin Nissa tau tentang kenyataan bahwa sang ibu adalah kembaran ibunya Abyan. Dulu saat pertama kali bertemu Nyonya Farida alias Firda, Nissa memang merasa lumayan familiar dengan wajah itu. Seperti pernah bertemu dan melihat di mana gitu. Tapi Ridwan bilang, itu hanya perasaan Nissa saja. Lagipula itu bukan hal aneh, katanya kan di dunia ini orang punya kembaran tujuh. Nissa percaya saja waktu itu. Namun kini, dia tahu ternyata wajah itu mengingatkan Nissa pa
*Happy reading*"Maksudnya? Abang menyelidiki aku selama ini?" "Abang menyelidiki semua orang yang dekat dengan Naira."Raut wajah Nissa langsung berubah. Meski tidak terlalu kentara, tapi Raid menyadarinya. Seolah mengetahui kesalahannya, Raid pun buru-buru berucap, "Jangan cemburu, please. Kamu tahu kan, bagaimana arti Naira dulu untukku?"Nissa menunduk lesu. Sekuat apa pun dia meneguhkan hatinya, tetap saja rasa cemburu itu kerap mengusiknya. Bagaimana pun dia tetaplah seorang wanita yang punya rasa egois ingin dijadikan ratu satu-satunya oleh seorang pria. Namun, mau bagaimana lagi? Naira dan Raid seperti satu paket. Saling ketergantungan satu sama lain. Mau tak mau Nissa harus menerima kenyataan tentang keberadaan Naira di sekitar mereka, jika memang telah memutuskan menerima Raid. Sejujurnya Ini sungguh tak nyaman. Tetapi Nissa tak punya pilihan. "Apa ...Abang masih mencintai, Naira?" Nissa ingin memastikan pilihannya sekali lagi. Dia butuh diyakinkan jika pilihannya sudah te