Share

Bertahan Dalam Asa Hampa
Bertahan Dalam Asa Hampa
Penulis: Amih Lilis

Asa 1

*Happy Reading*

"Kita putus aja!" final Nissa Akhirnya. Karena sudah tak kuat menahan sesak atas sikap pacarnya itu. Ah Ralat, tepatnya orang yang dijodohkan oleh ayahnya.

Mendengar keputusan Nissa. Abyan, tunangan Nissa itu bukannya kaget, atau setidaknya merasa bersalah pada Nissa. Pria itu malah terlihat memutar mata jengah ditempatnya.

"Kayak bisa aja kamu hidup tanpa aku," jawabnya dengan jumawa. Membuat Nissa menggeram tertahan.

"Aku bisa kok! Aku akan--"

"Udahlah!" Abyan menyela dengan malas. Sambil mengibaskan tangannya dihadapan Nissa. Seperti Tak mau mendengar apapun lagi ucapan dari Nissa.

"Kamu tuh jangan banyak drama, bisa gak? Aku tuh capek!" imbuhnya lagi, sambil menatap Nissa dengan malas. "Aku udah kerja seharian, lembur, meeting sana sini. Aku butuh istirahat, Nis."

"Aku tahu, tap--"

"Makanya berhenti merengek!" pangkas Abyan dengan cepat. "Bisa gak? Kalau gak penting-penting amat. Kamu gak usah nemuin aku? Apalagi kalau niat kamu cuma buat ngerengek kaya gini. Nyebelin, tau gak?" tambah Abyan kejam. Membuat hati Nissa makin merepih sakit.

"Tapi, aku kan, cuma mau kepastian, Byan," ujar Nissa masih mencoba tegar.

"Kepastian apa lagi? Bukannya udah jelas, ya? Aku tuh udah milih kamu, dan nerima perjodohan kita, apa lagi?" jawab Abyan acuh.

"Ya, kalo gitu kenapa kamu masih jalan sama pacar-pacar kamu itu!!" seru Nissa mulai emosi.

"Ya terus masalahnya di mana?" Namun Abyan masih menjawabnya dengan tenang. Seakan perasaan Nissa itu memang tidak penting sama sekali untuknya.

"Toh, mereka kan, cuma pacar aku. Bukan calon istri aku seperti kamu! Jadi, tenang aja. sampai kapan pun, mereka gak akan bisa gantiin posisi kamu di sini!" tambah Abyan dengan lugas.

"Tapi bukan kaya gini yang aku mau, Byan." lirih Nissa akhirnya. Sudah tidak tahan menahan sakit hatinya. "Aku tuh, ... maunya kamu--"

"Ck, Malah nangis, lagi," desis Abyan tiba-tiba. Seraya kembali memutar mata dengan jengah.

"Udahlah! kita bicarain ini lagi nanti. Soalnya Aku males ngomong sama kamu, kalo kamu udah nangis gini."

"Tapi--"

"Pokoknya ingat ya, Nissa! Jangan menghubungiku, kalau bukan untuk masalah yang Urgent!"

"Tapi aku butuh kepastian dari kamu, Byan!" sergah Nissa cepat. Sambil menarik tangan Abyan yang hendak beranjak pergi.

"Kan, aku udah jelasin tadi." Abyan melepaskan tangan Nissa dengan malas.

"Tapi aku gak mau diginiin, Byan."

"Ya, terus maunya di kayak gimanain? Dimadu langsung?"

Astaga!

"Bukan begitu, Byan--"

"Ck, udahlah! Pokoknya kita bicara lagi nanti. Setelah kamu bisa lebih dewasa dan bisa nahan diri buat gak nangis di depan aku!" Abyan berdecak kesal kembali. "Kamu tahu, kan? Aku gak suka cewe cengeng! Apalagi ceweknya kaya kamu. Pasti gak bakal bisa mikir kalau lagi nangis. Udah, ya? Aku balik! Aku capek! Kamu bisa kan, pulang sendiri? Nih, aku ongkosin!" 

Setelahnya. Abyan pun benar-benar pergi, meninggalkan Nissa yang kini mulai tergugu di tempatnya, sambil menatap uang merah dua lembar di atas meja dari Abyan.

Nissa sudah tidak kuasa menahan sesak di hatinya. Benar-benar tidak tahu lagi harus bagaimana mengambil hati pria yang ayahnya jodohkan padanya itu.

Padahal, Nissa sudah berusaha menjadi seperti yang Abyan mau. Mengubah tampilannya lebih modis, belajar masak, belajar make up. Bahkan, belajar bisnis agar bisa membuat Abyan nyaman jika mengajaknya ngobrol. 

Namun ternyata, Abyan tetaplah Abyan. Sejauh apapun Nissa merubah diri. Abyan tetap tak mau melihatnya. Bahkan, pria itu terus saja berselingkuh di belakangnya.

Walaupun kata Abyan mereka cuma pacar, dan tidak mungkin jadi calon istri seperti Nissa. Tetap saja, rasanya ... sesak sekali.

*****

"Kukira, kau sudah pulang setelah ditinggal tunanganmu tadi?" 

Sebuah suara tiba-tiba menginterupsi Nissa. Membuat gadis itu segera menghapus air matanya dengan kasar, dan menoleh ke arah sumber suara, yang sepertinya berdiri disampingnya.

Raid Anderson.

Si bule galmov yang terus membayangi sahabatnya, Naira.

"Ngapain? Masih mikirin tunanganmu yang brengsek itu?" tanya Raid lagi. Seraya duduk di samping Nissa dengan santai, Nissa refleks sedikit beringsut menjauh. 

Jika mendengar dari pertanyaan Raid. Sepertinya bule ini cukup tahu apa yang telah di alami Nissa di dalam tadi? Atau mungkin, malah tahu banget. Karena buktinya. Dia bisa bertanya selugas ini pada Nissa.

"Bukan urusan Abang," tukas Nissa galak akhirnya. Seraya memalingkan wajah ke arah depan kembali.

"Memang bukan. Tapi saya jengah aja, liat kelakuan kamu yang diam saja di tinggalkan tunangan kamu tadi," balas Raid enteng. 

Namun Nissa sepertinya sedang malas menjawab Raid sekarang. Karena itulah, Nissa memilih diam dan menerawang jauh ke depan tanpa mau repot-repot membalas ucapan Raid.

"Ck, malah bengong! Di kira saya martabak apa? Di kacangin gak pake coklat," ucap Raid lagi. Mencoba berkelakar untuk menghibur Nissa. Tetapi yang dihibur malah tetap diam, dan sepertinya tak ingin peduli. 

Raid pun akhirnya menghela napas berat, lalu mengusap kepala gadis yang saat ini terbalut hijab pink muda itu. Mau tak mau Nissa kembali menoleh ke arah Raid, dan menatap pria bernetra hijau itu dengan lekat.

"Kalau kamu tidak kuat. Lepaskan saja. Tidak usah ditahan. Juga ... tidak usah banyak berpikir. Karena tidak ada yang tau apa yang bisa membuatmu bahagia, selain dirimu sendiri," ucap Raid bijak. Membuat Nissa tertegun cukup lama. Sebelum akhirnya menunduk dalam.

"Nissa juga sebenernya gak mau kaya gini, Bang," lirih Nissa akhirnya. "Tapi ayah-- "

"Sekali-kali egois itu tidak papa, kok," sela Raid cepat. Kembali membuat Nissa tertegun dan berkaca-kaca.

"Tapi Nissa gak mau kecewain ayah. Soalnya, Nissa cuma punya ayah sekarang" jawab Nissa lagi.

Raid kembali menghela napas panjang mendengar hal itu.

"Saya yakin. Kalau niat ayah kamu melakukan perjodohan ini, awalnya juga pasti memikirkan kebahagiaan kamu. Tapi jika kenyataannya perjodohan ini tidak membuat kamu bahagia. Ayah kamu pasti mau mengubah keputusannya." Raid mencoba memberi Nissa keyakinan. Agar gadis dihadapannya ini bisa lebih berani, dan tidak selalu mengorbankan dirinya untuk orang lain.

Karena, sepengetahuan Raid. Nissa ini memang setipe dengan Naira. Selalu lebih memikirkan kebahagiaan orang lain dibanding kebahagiaannya sendiri. 

"Tapi Nissa juga gak mau bikin kondisi ayah drop lagi. Soalnya, kata Dokter, ayah gak bisa terlalu banyak mikir hal-hal yang berat sekarang. Dan juga ... Nissa pengen jadi anak berbakti sekali saja untuk ayah. Dengan mengabulkan satu permintaan terakhirnya. Yaitu menikah, sebelum ayah menutup mata. Karena Nissa gak tau sampai kapan ayah masih bisa bertahan," terang Nissa, mulai menangis lagi. Membuat Raid menghela napas berat sekali lagi.

"Kamu gak bisa mengorbankan kebahagiaan kamu sendiri untuk sebuah bakti, Nissa. Karena, memilih calon pendamping hidup itu hak kamu. Dan kamu harus bisa bahagia dengan pilihan mu. Kamu tidak bisa--"

"Ya kalo gitu, kenapa Abang gak mau nikahin Nissa?" Nissa memangkas cepat ucapan Raid. Seraya menatap bule itu lekat-lekat.

"Abang kan, tahu. kalau dari dulu juga Nissa sukanya sama abang. Tapi Abang gak pernah mau nerima Nissa dan terus aja ngejar Naira, yang jelas-jelas gak akan milih Abang. Karena bahkan abang sendiri tahu, kan, hati Naira buat siapa? Tapi kenapa--"

"Karena Tuhan kita beda."

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Puput Assyfa
ayo nissa jgn selalu mengalah untuk kebahagiaan orang lain, ayahmu pasti ingin yg terbaik untuk anaknya klo km mau jujur
goodnovel comment avatar
ararya elora
novel Amih slalu baguss, baru smpt baca yg ini ..
goodnovel comment avatar
Kiki Sulandari
Putuskan pertunanganmu dengan Abyan,daripada kau sakit hati,Nisa...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status