"Raid! Nissa diculik!"
Pria bernetra hijau yang baru saja menghenyakan tubuh pada sofa di apartemennya, seketika tersentak kaget dan menegakan tubuh kembali saat mendengar seruan panik dari Naira di seberang telepon."Apa katamu?" tanyanya kemudian dengan suara tenang."Iya, Raid! Nissa diculik!" Naira kembali memberi info. "Tadi pas aku pulang. Aku kaget banget pintu Apartement terbuka. Saat masuk ternyata isinya sudah kacau sekali. Aku langsung memeriksa cctv. Di sana, aku lihat Nissa di bawa paksa dua laki-laki yang memakai topeng!" Cerita pun akhirnya mengalir dari Naira tanpa harus di perintah.Mata Raid langsung menajam mendengar cerita Naira. Tangannya tanpa sadar mengepal kuat dengan detak jantung yang mulai memburu."Baiklah, aku mengerti. Kau segeralah tinggalkan apartement itu. Aku khawatir mereka masih di sekitar sana dan mengincarmu juga," titah Raid tegas."Lalu Nissa?""Nissa biar jadi urusanku. Aku akan segera menyuruh orang mencarinya. Sekarang, kau lebih baik mencari tempat aman dulu." Raid kembali bertitah."Baiklah, aku mengerti." Naira patuh.Sejurus kemudian. Naira pun memutuskan panggilan tersebut lebih dulu. Sementara Raid langsung mengecek laptopnya. Kebetulan, cctv apartemen Naira terhubung dengan laptopnya. Karena dulu apartemen itu adalah miliknya. Raid memberikannya pada Naira dan Nissa untuk tempat berlindung dua gadis itu."Sialan! Siapa mereka?" Nafas Raid semakin memburu setelah melihat rekaman cctv apartemen Naira. Nampaknya, ada yang mencoba bermain-main dengannya.Raid lalu meraih ponselnya dan mendial sebuah nomor. Bergerak cepat menyuruh anak buahnya mencari petunjuk. Dia harus segera menemukan Nissa, sebelum sesuatu yang buruk terjadi pada gadis itu.Sementara itu di tempat lain. Nissa terbangun dalam keadaan sulit membuka mata, seperti ada sesuatu yang menutup matanya. Mungkin kain atau apalah itu? Nissa berusaha membuka mulut juga, tapi sulit.Seperti ada yang menutup mulutnya. Dan, Ya Tuhan! Nissa baru menyadari rasa sakit dan perih menjalar di bagian pergelangan tangan dan kakinya. Kenapa ini?Di sana terasa jelas tali sudah mengikat erat. Ingin rasanya Nissa berteriak, hatinya gemetar ketakutan memikirkan apa yang tengah terjadi. Terlebih saat aroma alkohol menyeruak masuk ke penciumannya. Nissa pun semakin panik."Di mana ini?" batin Nissa meringis. Ingin sekali dirinya meminta tolong. Siapa saja, tolong Nissa!Detik-detik kemudian, ketukan sepatu tiba-tiba terdengar. Nissa berusaha menajamkan pendengaran. Kemungkinan orang-orang di sana belum sadar dirinya sudah terbangun."Lakukan apa saja yang kalian inginkan! Mau kalian perkosa terserah, terus dibunuh dan mayatnya dibuang juga terserah. Paling penting aku tidak ingin melihatnya lagi setelah ini," ucap seorang wanita dengan nada dingin. Suaranya agak familier di telinga Nissa. Tetapi Nissa tak ingat di mana dia pernah mendengar suara itu."Yakin dibunuh, Bos? Dia lumayan cantik, loh. Kalau dijual pasti laku mahal." Sebuah suara berat yang Nissa yakinin milik laki-laki menimpali."Jangan membantah! Aku bilang bunuh, ya bunuh! Mengerti!"Di tempatnya, Nissa kembali menelan saliva kelat mendengar titah tegas dari wanita yang ia yakini dalang penculikannya. Dibunuh?! Mendadak jantung Nissa berdetak kencang. Kenapa? Kenapa dirinya mau dibunuh. Dan siapa perempuan itu, kenapa tega sekali ingin membunuh Nissa? Apa salah Nissa?Masih berusaha tenang, Nissa ingin mendengar alasan dari percakapan orang-orang di sana. Namun, ternyata nihil. Wanita itu tak mengungkit alasan keinginannya membunuh Nissa."Baik, Bos. Kami akan melakukan yang Bos perintahkan, tapi Bos bagaimana dengan bayarannya? Ini bukan perkara sepele," sahut suara lainnya, yang juga milik seorang lelaki."Tenang aja, bayaran kalian pasti sesuai sama kerjaan kalian. Kalian cukup lakukan yang saya perintahkan." Setelah memberi titah, terdengar suara ketukan sepatu yang perlahan menjauh.Sudah bisa dipastikan, wanita itu pergi dari tempat ini. Ah, tempat macam apa ini, kenapa terasa begitu pengap bagi Nissa?"Uh, Manis! Udah bangun nih kayanya. Mau nggak penutup matanya dibuka, atau bajunya aja sekalian, biar langsung eheum-eheum kita. Hahaha." Suara tawa laki-laki yang bagi Nissa sangat kurang ajar itu bukan sendiri, gelak tawanya diikuti laki-laki lain.Sungguh, gelak tawa mereka membuat bulu kuduk Nissa berdiri. Suasana terasa semakin mencekam, saat dengan tiba-tiba lelaki kurang ajar itu mengelus pipi Nissa."Mmmm." Nissa berusaha memberontak, dengan kekuatan yang tersisa darinya. Berusaha lepas dari ikatan.Sayang, tali yang diikatkan di tangannya sangat kuat. Bukan terlepas justru menambah perih di sana. Nissa malah semakin lemas, upayanya tidak membuahkan apapun."Kenapa, Sayang?" Tanpa sopan santun, salah satu pria lain mencolek dagu Nissa, kembali membuat Nissa memalingkan muka. Murka pun merasa kesal.Mulutnya terkunci kain yang mereka ikatkan. Sukar bagi Nissa berteriak, meski dia sangat ingin. Ya Tuhan! Siapa saja tolong Nissa! Nissa tidak ingin hidupnya jadi seperti ini, apalagi jadi pemuas nafsu pria-pria bejad itu."Ah, lama lo semua," seru pria lain yang berjenggot hitam. Dengan cepat dia buka penutup mata Nissa.Mata Nissa sontak terbelalak. Ketakutan semakin menjalar tat kala melihat preman-preman berpakaian hitam yang menculiknya dari apartement. Mereka semua sangat mengerikan di matanya."Mmm ... mmm ...." Nissa berniat menghardik semua pria yang ada di sana. Tetapi lupa jika penutup mulutnya belum terbuka."Ngomong apa sih, Cantik. Suaranya gak jelas, lho." Seorang pria berjanggut tebal mendekat. Berdalih memperlihatkan telinganya agar suara Nissa terdengar, tapi sebenarnya tengah sengaja menggosokan bulu-bulu kasar itu pada Nissa. Nissa pun semakin jijik."Mmm ... mmm ...." Nissa kembali bersuara tidak jelas seraya memundurkan wajahnya. Menghindari wajah berbulu salah satu penculiknya."Ah, lupa. Belum dibuka, ya?" Tangan pria tadi terulur membuka lakban yang sedari tadi menutupi mulut Nissa. Namun, kasar sekali. Membuat kulit sekitar mulut Nissa terasa panas dan perih.Kurang ajar!"Si-siapa kalian?!" Akhirnya Nissa bisa bersuara lantang, matanya melotot memancarkan ketakutan.Si pria yang membuka penutup mulut tadi itu pun menyeringai, dalam hati dia sangat mengagumi wajah Nissa dan tak sabar mencobai gadis itu. Sementara di tempat Nissa, melihat seringai tadi menambah ketakutan di hatinya."Lo nggak perlu tahu siapa kami, yang harus lo tahu, hari ini kita bakal seneng-seneng. Gue jamin lo bakal ketagihan, Hahaha."Suara tawa mereka benar-benar membuat Nissa jijik sekaligus takut. Ia benar-benar tak sudi jika harus berakhir jadi pemuas nafsu pria-pria brengsek itu."Awas lo, ya! Jangan berani lo sentuh gue!" teriak Nissa dengan degup jantung yang semakin tak karuan."Wih, berani juga ni cewek." Salah satu pria lain melirik temannya dengan senyum meremehkan."Gak papa. Justru bagus, kan? Yang liar biasanya lebih menantang. Hahahah ...." Lagi tawa mereka terdengar.Lalu, tanpa basa-basi temannya itu segera menarik kerudung instant yang masih Nissa kenakan. Begitu cepat, sampai Nissa tak sadar bagaimana dia melakukannya.Raid keluar dari kamar rawat dengan langkah berat. Di luar, Darius dan Naira masih menunggu. Wajah Naira masih penuh amarah, tapi ia tidak mengatakan apa-apa."Kamu diusir?" tebak Darius, menepuk bahu Raid.Raid tidak menjawab, hanya mengangguk pelan."Bagus," Naira mendengus. "Harusnya dia usir kamu lebih jauh lagi."Raid mendongak, menatap Naira tajam. Tapi ia tidak dalam posisi untuk membalas. Apa pun yang dikatakan wanita itu benar."Aku akan menunggu." Hanya itu yang Raid ucapkan sebelum berjalan pergi.Naira mendengus muak. "Terserah."Hari-hari berikutnya, Raid tetap setia di rumah sakit. Ia tidak masuk ke kamar Nissa, tapi ia selalu ada di luar, setia menunggu. Setiap kali dokter atau perawat keluar dari kamar itu, Raid akan bertanya tentang kondisi istrinya itu dengan detail sekali. Sementara itu, seiring hari berganti Nissa sendiri semakin pulih secara fisik, tapi tidak untuk hatinya. Sebongkah daging dalam dadanya itu masihlah sangat terluka. Wanita itu masih belum bisa m
Suara sirene ambulans memecah keheningan malam, membawa Nissa yang tak sadarkan diri menuju rumah sakit terdekat. Raid mengikuti dari belakang dengan perasaan kalut, bayangan Nissa yang terbaring berlumuran darah terus menghantuinya.Di ruang tunggu rumah sakit, Raid mondar-mandir dengan gelisah. Setiap detik terasa seperti siksaan, menunggu kabar dari tim medis yang tengah berjuang menyelamatkan istrinya. Pikirannya dipenuhi penyesalan; andai saja ia tidak asal tarik tadi, mungkin semua ini tak akan terjadi.Faktanya yang terjadi hanyalah kesalahpahaman semata. Raid yang tadi sedang menunggu Nissa di ruang vvip, tiba-tiba matanya ditutup sebuah tangan yang lembut. Raid kira itu Nissa, makanya dia main tarik saja tangan itu hingga jatuh dalam pangkuan. Raid pun syok saat akhirnya tau tangan tadi ternyata milik Nichole, bukan istrinya.Sialnya, Nissa malah datang di saat tidak tepat. Raid yang masih syok pun butuh beberapa detik menyadari kesalahpahaman itu hingga akhirnya gegas mengej
"Sayang, hari ini Abang ada urusan di knightsbridge. Kamu mau ikut nggak?""Di mana itu, Bang? Jauh nggak dari sini?""Knightsbridge terletak di jantung kota London yang modis, menggabungkan jalur Hyde Park yang dilalui kuda, kedutaan besar Belgravia, museum Kensington, dan kediaman seniman Chelsea. Saat ini, lingkungan itu dipenuhi dengan berbagai toko, restoran, townhouse bersejarah kelas dunia, dan merupakan rumah bagi dua properti Jumeirah . Di sana, kita juga bisa melihat sejarah Knightsbridge dan bagaimana ia bisa mempertahankan reputasi yang dimilikinya saat ini." Raid menjelaskan dengan sabar dan panjang lebar. "Nggak tahu ah, Bang. Nggak ngerti juga. Udahlah, Abang aja yang pergi. Nissa lagi mager," sahut Nissa kemudian dengan malas. Raid mengerutkan keningnya bingung. Beberapa hari ini entah kenapa Nissa memang berubah jadi pemalas. Tak seperti biasanya yang selalu antusias jika di ajak ke tempat baru. Apa mungkin Nissa sudah bosan tinggal di sini? Akan tetapi, mereka baru
Sebenarnya enggan sekali untuk Nissa menerima tawaran Naira pergi ke London. Bukan hanya karena dia tidak suka naik pesawat, tapi juga karena malas ketemu Nichole. Gimana ya, jelasinnya? Semua orang memang bilang Nichole itu sudah berubah. Tetapi sebagai sesama wanita, jelas Nissa tahu dan bisa merasakan kalau sebenarnya Nichole itu belum menyerah tentang perasaannya pada Raid. Wanita itu masih mendamba Raid meski tidak terang-terangan seperti dulu. Di depan Naira dan suaminya, Nichole memang akan bersikap biasa saja dan seolah acuh pada keberadaan Raid. Tetapi Nissa tahu betul, kadang dia masih mencuri pandang pada Raid, dan mencoba mendekati pria-nya dengan gaya halus.Ah, pokoknya Nissa tidak suka sama Nichole!"Sayang, kita nggak akan lama, kok. Hanya mengantarkan Naira saja ke rumah mertuanya.""Abis itu langsung pulang, ya?""Uhm ... tinggal dulu beberapa hari, ya? Soalnya Abang juga ingin menengok Damien dan juga harus mengecek usaha Abang yang ada di sini. Kita juga bisa sek
Raid mengulas senyum manis sambil menatap Nissa yang terlelap paska percintaan panas mereka. Panas dan menegangkan seperti permintaan wanita itu. Sungguh, Raid selalu dibuat kagum setiap kali bercinta dengan Nissa. Wanita itu banyak kejutan. Gadis alim itu sudah tidak ada. Wanita polos, cengeng, dan menyusahkan itu sudah sirna. Berubah menjadi wanita dewasa yang mengagumkan.Ia adalah Anissa fatih Zhakia. Wanita lemah yang awalnya tak pernah Raid inginkan dan terus ia hindari. Merepotkan! Beban! Titel itu sering Raid sematkan pada Nissa. Apalagi jika Nissa sudah mulai menunjukan sifat cengengnya. Rasanya ingin Raid cekik saja lehernya agar berhenti menangis selamanya. Namun, siapa sangka? Gadis yang awalnya tak pernah Raid inginkan ini justru mampu mencuri hatinya. Membuat seorang Raid bertekuk lutut hingga rela menyerahkan seluruh hidupnya hanya untuk seorang Nissa yang cengeng. Terlebih setelah berhasil memiliki Nissa seutuhnya, Raid dibuat tergila-gila. Jatuh cinta setiap hari da
Setelah urusan ngisi perut kelar, maka waktunya ... tidur. Eh, ya enggak, dong! Itu mah kaum rebahan yang makin menggemoy kayak Amih. Kalau Nissa sama Raid mah, abis makan mereka belanja. Soalnya, inget kan, kalau mereka perginya tadi dadakan dan tanpa tujuan. Jadi ya mereka nggak ada persiapan apa pun sebelumnya. Bahkan baju saja, mereka hanya bawa beberapa lembar. Raid membawa Nissa ke salah satu pusat pembelanjaan yang ada di sana. Membeli keperluan yang dibutuhkan sekaligus jalan-jalan cuci mata. Ya, anggap aja ng'date setelah nikah."Abang, cukup! Ngapain sih beli sebanyak ini? Abang mau buka toko atau gimana?" tegur Nissa saat melihat Raid memasukan banyak sekali barang. Bukan barangnya yang membuat Nissa keberatan, tapi jumlahnya. Masalahnya, Raid beli satu jenis barang dalam jumlah besar. Padahal, mereka di sana hanya akan liburan, bukan menetap. Tetapi Raid belanja seolah mereka akan lama saja. "Nggak papa, sayang. Abang sanggup kok bayarnya.""Ck, ini bukan masalah sanggu