Share

Bertahan Karena Terlalu Mencintaimu
Bertahan Karena Terlalu Mencintaimu
Author: Tikha

bab 1

Author: Tikha
last update Last Updated: 2025-01-12 14:15:21

Sepasang suami-istri tengah memadu kasih di malam sunah yang dianjurkan Nabi, yaitu malam Jumat. Di tengah permainan, si suami berhenti bergerak dan menatap istrinya lekat.

"De, boleh Mas ngomong serius?" tanya si suami.

"Apa, Mas? Kalau mau ngomong, ngomong aja," sahut si istri yang menekan punggung suaminya agar milik suaminya menusuk hingga terdalam.

"Mas mau poligami, boleh?"

Deg!

Hafizah, wanita cantik yang berumur 23 tahun itu, menatap suaminya lekat. Ia yang tadinya bergairah dengan permainan itu tiba-tiba merasakan kehambaran.

"Jangan bercanda, Mas," ujar Fizah lembut. Pasalnya, rumah tangganya dan sang suami baik-baik saja. Terlebih, mereka baru saja menjalani biduk rumah tangga selama 4 bulan. Masih baru dan hangat-hangatnya.

"Mas serius," kata lelaki di atas Hafizah itu.

Hafizah menarik napas panjang. "Minggir, Mas," pintanya. Sakit? Tentu. Siapa yang tidak sakit hati saat suaminya meminta izin untuk menikah lagi? Meminta izin saat sedang santai saja sakit hati. Apalagi ini, saat mereka sedang memadu kasih di atas ranjang, dan dengan entengnya sang suami meminta izin untuk menikah lagi.

Mendengar perkataan dari istrinya itu, Adi menggeleng. Permainan mereka belum selesai dan akan sangat menyakitkan jika permainan itu berhenti di tengah perjalanan seperti ini. Tidak sadar diri!

"Aku bilang minggir, Mas," ucap Fizah lagi dengan satu kali tarikan napas menahan sabar.

"Selesaikan dulu, oke? Sebentar lagi Mas keluar," bujuk Adi Yahya, suami Hafizah.

Fizah hanya diam, mau menolak berdosa. Karena melayani suami itu suatu kewajiban bagi seorang istri.

Melihat istrinya diam, dengan tak tahu dirinya Adi meneruskan permainan itu. Tidak ada suara dari Hafizah. Wanita itu hanya diam dengan tatapan yang mengarah ke samping.

Beberapa menit berlalu, akhirnya permainan itu selesai. Adi segera beranjak dari tubuh atas istrinya dan langsung memasuki kamar mandi. Kehidupan Adi memang mapan, karena pria itu memiliki perusahaan sendiri, ya walaupun tidak besar sampai jajaran pengusaha ternama nomor satu dunia.

Fizah ikut bangkit dan membenarkan pakaiannya. Ia berjalan menuju meja riasnya dan membuka laci yang di sana. Ia mengobrak-abrik isi laci guna mencari sesuatu. Namun, tidak ada sama sekali benda yang ia cari itu.

"Kamu mencari apa?" tanya Adi yang baru keluar dari kamar mandi itu.

"Pil KB aku kok gak ada, ya?" ujar Fizah heran. Padahal ia meletakkan pil KB-nya di laci tersebut.

"Bukankah pil itu sudah lama habis? Dan kamu tidak pernah membelinya lagi setelah satu bulan terakhir," pungkas Adi mengingatkan.

Mendengar perkataan suaminya, Fizah menepuk jidatnya sendiri. Ia ada niatan untuk hamil, maka dari itu ia berhenti minum pil KB setelah 3 bulan rumah tangga mereka.

"Aku menyesal," gumam Fizah lirih. Ia berjalan gontai menuju kamar mandi guna membersihkan dirinya.

Setengah jam berlalu, Fizah keluar dengan rambut yang sudah dililit dengan handuk kecil. Adi memperhatikan istrinya itu sambil terus tersenyum tengil. Ia melirik jam yang ada di kamar mereka, yang ternyata sudah masuk jam 12 malam.

Fizah mengambil mukenanya dan meletakkan sajadah di lantai kamar mereka itu.

Adi geleng-geleng kepala karena istrinya itu diam saja. Padahal istrinya itu absurd, jadi ia berniat untuk bercanda dengan mengatakan menikah lagi. Awalnya ia mengira kalau sang istri akan menjawab perkataannya dengan absurd seperti biasanya. Tapi, kali ini istrinya hanya diam, bahkan sampai mencari pil KB yang jelas-jelas sudah habis itu.

"Kenapa gak ngajakin Mas buat tahajud, De?" tanya Adi menatap istrinya yang sudah mengenakan mukena itu.

"Kalau mau sholat, ambil wudhu dan laksanakan sholatnya," sahut Fizah ketus.

Adi terkekeh mendengar perkataan istrinya itu. Ia mendekati sang istri dan memeluknya. "Jangan marah, hm," ujarnya seraya mengecup singkat pipi Hafizah.

"Mas ih! Batal 'kan aku jadinya," kesal Fizah memberontak dalam dekapan suaminya itu.

"Aku tadi cuma bercanda. Mana mungkin aku cari istri kedua, sedangkan aku sudah memiliki istri secantik dirimu?" puji Adi begitu manis.

Fizah tersenyum malu, namun dengan cepat ia merubah raut wajahnya agar sang suami tidak menyadari akan hal itu.

"Alah, mulut buaya emang selalu manis."

"Aku buaya? Kamu pawangnya."

Hafizah memasang wajah sombong. "Bukan cuma pawang kamu. Aku pawang dari segala buaya, siapa coba yang tidak tertarik dengan kecantikanku?" sombongnya.

Adi tertawa kecil karena kepedean sang istri. Tapi, ia mengakui itu. Dulu, sebelum ia menikah dengan Hafizah, wanita itu banyak menarik perhatian para lelaki. Terlebih Hafizah seorang guru muda di kampungnya, begitu banyak guru laki-laki yang mengidolakan Hafizah.

Ia berjumpa dengan istrinya itu saat ia berkunjung ke sekolah tempat Hafizah mengajar, guna ingin memberikan dana bantuan pada sekolah tersebut. Ia terpana kala melihat Hafizah tengah berbincang sambil tertawa pada murid-murid di sana.

Ia memberanikan diri mengajak Hafizah berkenalan dan ta'aruf. Hafizah yang terkenal ceria dan absurd itu, mudah sekali diajak berkenalan hingga akhirnya ia berhasil menikahi Hafizah, wanita berpendidikan itu. Setelah menikah, ia meminta istrinya ke kota dan mengajar di sekolah yang ada di kota saja. Dan Hafizah menyetujui itu.

"Iya, iya, istri Mas paling cantik," ujar Adi yang tidak ingin bercanda terlalu lama, karena hari sudah larut.

Mereka berdua tertawa dan kembali ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu. Setelah mengambil wudhu, mereka sama-sama melaksanakan sholat tahajud berjamaah.

***

Paginya, Hafizah sudah sibuk di dapur untuk menyiapkan sarapan mereka. Walaupun kehidupan mereka berkecukupan dan memiliki satu pembantu, Hafizah tidak melupakan kewajibannya sebagai istri.

Hafizah selalu membuatkan makanan untuk suaminya itu dan membantu menyiapkan pakaian kerja dari suaminya. Mereka hidup tenang berdua di rumah mewah tersebut, tanpa adanya mertua. Inilah alasan kenapa Hafizah tidak ragu menerima pinangan dari suaminya itu. Selain sudah dewasa, suaminya itu juga sudah mapan. Jarak usia mereka 7 tahun, yang artinya umur suaminya itu sudah 30 tahun.

Hafizah tersenyum cerah kala melihat suaminya menuruni anak tangga. "De," panggil Adi.

"Kebiasaan," gumam Hafizah tersenyum tipis. Ia mendekati suaminya itu dan mengambil dasi yang ada di tangan sang suami.

Hafizah memasangkan dasi itu dengan telaten. "Kenapa kamu tinggi sekali, Mas?" keluhnya karena capek berjinjit.

"Kamu saja yang pendek," ledek Adi terkekeh.

"Enak aja kalau ngomong. Tinggi ku ini sudah masuk jajaran paling ideal dari kurcaci," celetuknya membuat Adi tak bisa menahan tawa lagi.

"Emang kurcaci berapa tingginya?"

Hafizah menggeleng tak tahu. "Mana aku tahu, 'kan gak pernah bertemu kurcaci secara live," celotehnya.

"Live-live, emang siaran TV?"

"Lah? 'Kan live itu langsung."

"Iya, iya, terserah kamu aja deh. Sekarang kita sarapan, lalu kita berangkat bareng ke tempat kerja."

Hafizah mengangguk mengiyakan. Ia menggenggam pergelangan suaminya dan menuntunnya menuju meja makan.

"De, besok Mas akan dinas keluar kota."

"Berapa hari, Mas?"

"3 hari."

"Nitip oleh-oleh ya, Mas." Hafizah nyengir kuda menatap suaminya itu.

"Dibawakan madu mau?" tawar Adi bercanda.

"Madu lebah atau madu tawon?" tanya Hafizah absurd.

"Lebah sama tawon apa bedanya, De?" bingung Adi.

"Beda tempat tinggal."

"Hah?" Adi semakin tidak paham.

"Lebah tinggal di sarang lebah. Sedangkan tawon, tinggal di sarang tawon," jawab Hafizah semakin absurd.

Adi geleng-geleng kepala dan tertawa kecil. "Kamu ini."

"Iya, Ade, Mas..." Hafizah mengedipkan sebelah matanya menggoda sang suami.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bertahan Karena Terlalu Mencintaimu   bab 30

    "Pa! Bisa jangan desak Hafidz untuk menikah?" protes Hafidz menatap kesal ayahnya."Sampai kapan, hah?! Usiamu sebentar lagi memasuki kepala tiga dan kamu belum menikah juga?" ketus Pak Harmoko menatap Hafidz datar.Hafidz menggulirkan bola matanya malas. Beginilah sosok ayahnya, pemaksa dan keinginannya harus selalu dituruti. Untuk itu Hafidz lebih memilih untuk membeli rumah dan tinggal sendiri dari pada bersama kedua orang tuanya."Aku belum menemukan pasangan yang pas, Pa," jawab Hafidz berusaha santai."Bagaimana kamu bisa menemukan yang pas kalau kamu menginginkan Hafizah! Ingat, Hafidz! Hafizah itu istri dari Adi, dan mereka saling mencintai.." ocehan dari ayahnya itu sering kali ia dengar, hingga sudah membuatnya muak.Pak Harmoko tau kalau anaknya itu menyukai Hafizah. Karena memang Hafidz sendiri mengatakan padanya. Ia sebagai ayah selalu memperingati sang anak bahwa wanita yang disukai itu sudah bersuami."Pulang aja kalau Papa kesini hanya mau marahin Hafidz, bukan mau jen

  • Bertahan Karena Terlalu Mencintaimu   bab 29

    Merasa di panggil, Pak Harmoko menghentikan langkahnya dan membalik badannya. Ia mengerutkan keningnya kala melihat sepasang suami-istri menghampiri dirinya."Assalamu'alaikum, Pak," ucap Hafizah saat sudah berada didepan Pak Harmoko."Walaikumsalam, Fizah. Ada apa?" tanya beliau to the point.Hafizah menggeleng kecil dan tersenyum. "Tidak ada, Pak. Apa anda pindah rumah?" tanyanya.Pak Harmoko menatap bangunan disamping nya itu dan menggeleng. "Ini rumah anak saya. Katanya dia sakit dan saya kesini untuk menjenguknya," pungkasnya.Hafizah menatap suaminya dan mereka saling pandang."Oh iya, Pak. Kalau begitu kami pamit pulang dulu," kata Hafizah sopan.Dengan kebingungan pak Harmoko mengangguk. "Iya, silakan."Hafizah dan Adi tersenyum. Mereka lantas pergi dari hadapan pak Harmoko yang masih menatap bingung kearah mereka.Di dalam mobil, Adi dan Hafizah saling berbicara. "Lumayan mengejutkan," ujar Hafizah pada suaminya itu.Adi tersenyum tipis. "Ini belum pasti, Sayang," Adi yang se

  • Bertahan Karena Terlalu Mencintaimu   bab 28

    "Pak?" Putra kebingungan melihat atasannya itu datang dengan Lia."Urus dia, Put," pinta Adi dan langsung pergi menuju ruangannya.Putra yang kebingungan menurut saja. Ia bertanya lebih dulu pada Lia."Mau apa, Bu?" tanya Putra yang tetap hormat.Lia tersenyum dan memberikan map yang berisi kertas-kertas penting untuk melamar pekerjaan.Putra mengambil itu dan memeriksa sebentar. "Mari ke resepsionis dulu, Bu," ajaknya."Untuk apa? Langsung berikan id card saja, soalnya Mas Adi sudah setuju." kata Lia yang tidak ingin berlama-lama dengan menunggu konfirmasi dulu.Putra mengangguk patuh, namun tetap ke meja resepsionis untuk minta buatkan id card di divisi administrasi.Lia tersenyum senang. Sambil menunggu id card nya siap, Lia ingin ke ruangan suaminya dulu."Kantor Mas Adi mewah," batinnya menatap bangunan besar nan mewah itu. "Put, dimana ruangan Mas Adi?" tanyanya."Di lantai 15, Bu." jawab Putra jujur."Aku akan kesana, terimakasih," Lia langsung meninggalkan Putra yang tengah me

  • Bertahan Karena Terlalu Mencintaimu   bab 27

    Hafizah menatap mata suaminya dengan penuh kelembutan dan kepercayaan, tersenyum menguatkan ikatan cinta yang telah terjalin antara mereka berdua. "Kamu gak masalah Lia kerja di kantorku, De?" tanya Adi dengan nada gugup namun penuh harap."Aku percaya sama kamu, Mas," jawab Hafizah dengan lembut, meyakinkan suaminya bahwa kepercayaan itu adalah pondasi kuat dalam pernikahan mereka.Adi merasa lega, senyumnya semakin lebar seiring rasa syukurnya yang meluap. Ia meraih lengan istrinya, mengajaknya duduk di pangkuannya, dan memeluknya erat. "Terimakasih karena selalu percaya sama Mas, De," bisik Adi dengan penuh kasih sayang.Mereka berada di kamar mereka, menikmati kehangatan dan kedekatan setelah makan malam yang lezat. Hafizah membelai pipi suaminya, merasa bersyukur memiliki pasangan yang setia dan penyayang seperti Adi. "Dalam hubungan kuat, harus saling percaya, Mas," ucap Hafizah dengan tegas namun lembut."Iya, De," sahut Adi, menggenggam tangan istrinya dan mencium punggung tan

  • Bertahan Karena Terlalu Mencintaimu   bab 26

    "Nunggu suamimu, Fizah?""Eh iya, Pak." sahut Hafizah yang sempat kaget karena tiba-tiba Hafidz sudah ada disampingnya.Hafidz tersenyum tipis saat melihat Hafizah menjauhkan diri darinya. Semenjak ia jujur akan perasaannya bulan lalu, wanita cantik berhijab itu sering menghindarinya."Kamu wanita kuat, Fizah," puji Hafidz.Hafizah tersenyum dalam tunduk nya. "Apa yang membuat saya lemah, Pak?""Madumu,"Hafizah terkekeh mendengar perkataan dari Hafidz. "Selagi cinta suami saya masih full, saya tidak akan lemah,""Laki-laki bisa memberikan cinta pada dua orang yang berbeda, Fizah,""Begitukah? Contohnya seperti anda, Pak?" tanya Hafizah bercanda."Hanya kamu,"Hafizah geleng-geleng kepala mendengar jawaban dari Hafidz. Ia hanya berharap suaminya lekas datang dan ia bisa menghindari Hafidz.Hafidz menatap lekat Hafizah yang terus menundukkan kepala itu. Tidak pernah ia lihat Hafizah menatapnya jika sedang berbicara berdua. Dikatakan tidak sopan, tapi tutur kata Hafizah begitu lembut."

  • Bertahan Karena Terlalu Mencintaimu   bab 25

    "Jangan capek-capek, ya, Sayang? Mas gak mau kamu sakit," kata Adi pengertian.Hafizah menghela napas dan menatap suaminya itu. Ia tersenyum dan mengusap lembut punggung tangan suaminya. Semenjak hamil, Adi selalu mengatakan hal serupa jika ia hendak ke sekolah."Iya, Mas, iya. Cerewet banget sih suaminya Fizah ini, eh sama suami Mbak Lia juga." Hafizah terkekeh saat melihat perubahan raut wajah Adi."Jangan sebut-sebut Lia, Sayang. Mas hanya cinta kamu,""Fizah juga cinta sama Mas."Adi tersenyum senang, ia membawa Hafizah dalam dekapannya. Dicium nya puncak kepala Hafizah.Hafizah menikmati pelukan dari suaminya itu. "Mas," panggilnya tiba-tiba."Iya?""Apa kamu tidak ingin mencaritahu siapa ayah dari anak yang Mbak Lia kandung?" tanya Hafizah yang penasaran.Adi melepaskan pelukannya dan menatap Hafizah lekat. "Jangan berpikiran aku diam karena membiarkan Lia terus menjadi istriku, ya, Sayang? Sejak awal, aku sudah memerintahkan Putra untuk memantau Lia. Aku harap secepatnya dapat

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status