Share

bab 6

Author: Tikha
last update Last Updated: 2025-02-26 06:22:55

"Bagaimana keadaan istri saya, Dok?" tanya Adi panik saat dokter yang memeriksa istrinya sudah keluar.

Dokter tersebut menghela napas dan menatap serius Adi. "Pak, istrinya sedang hamil muda. Jangan biarkan dia banyak pikiran dan kelelahan," jelas sang dokter.

"Tapi, dia gak apa-apa 'kan sekarang, Dok?"

"Iya, tiba-tiba banyak yang dia pikirkan dan membuat perutnya keram, terlebih dia belum makan siang."

Adi sedikit menghela napas lega. Tadi, saat istrinya pingsan, ia langsung membawa istrinya ke rumah sakit tanpa memperdulikan istri barunya yang bertanya dan mau ikut dengannya.

"Baik, Dok. Apa dia diperbolehkan pulang sekarang?" tanya Adi.

Dokter tersebut mengangguk. "Tunggu sore ya, Pak, baru bisa pulang."

"Baik, Dok. Terimakasih,"

Dokter mengangguk dan pamit pergi. Adi langsung memasuki ruangan untuk menemui istrinya itu. Terlihat Hafizah sedang melamun dan ia makin merasa bersalah.

"De,," Adi memegang lengan istrinya dan duduk di kursi samping brankar.

Hafizah yang tadinya melamun dengan cepat mengubah raut wajahnya seperti biasanya. Ia menoleh ke arah suaminya dan tersenyum manis.

"Anak kita baikkan, Mas?" suara lembut Hafizah yang begitu sakit didengar. Padahal biasanya Adi menyukai suara lembut istrinya itu.

Adi menggerakkan tangannya memegang perut rata Hafizah. "Anak kita baik, Sayang. Kamu jangan terlalu banyak pikiran, ya?"

Hafizah tersenyum kecut mendengar perkataan suaminya. "Kamu sendiri yang membuatku banyak pikiran, Mas. Jangan lawak deh."

Adi menunduk sedih. "Maafkan Mas, De. Entah kenapa bisa warga kampung berpikiran Mas apa-apain Lia. Padahal malam itu Mas cuma meluk, itu pun karena Mas liat dia sebagai kamu," jujurnya.

Hafizah hanya bisa tersenyum getir. Suaminya itu mencintai dirinya, bahkan saat sakit saja suaminya itu melihat orang sebagai dirinya. Kalau seperti ini, siapa yang bisa disalahkan?

"Gak apa-apa, Mas. Mungkin emang takdir Fizah di madu," Hafizah mencoba ikhlas walau sakit.

"De," Adi menatap Hafizah lekat. Ia tahu kalau istrinya itu paling tidak suka diduakan apalagi sampai poligami.

Hafizah menatap sayu Adi dan ia memaksakan senyum manisnya. "Fizah wanita seterong, Mas." candanya.

"Strong, De,"

Hafizah terkekeh. "Iya, itu maksud Fizah."

Hati Adi selalu menghangat kalau sudah melihat tawa dari istri tercintanya itu. Ia membelai lembut pipi sang istri.

"Jangan, Mas." Hafizah menepis lembut tangan Adi yang sedang membelai pipinya itu.

Adu terkejut karena baru pertama kali ini sang istri melarangnya untuk menyentuh wanita itu. "Kenapa, De? Mas cuma pegang."

Hafizah mendengus kesal. "Kamu ini, Mas. Biasanya kalau udah pegang gitu pasti mau lebih. Ini di rumah sakit lho...." sewot nya.

Adi terkekeh. Benar, ia kalau sudah pegang kulit istrinya dengan lembut, maka ia akan meminta lebih pada istrinya itu. Pakaian istrinya memang tertutup, tapi ia tetap tergoda.

"Apa salahnya bermain di sini? Apa aku perlu memindahkanmu ke ruang VVIP agar kita bebas ngapain aja dan ranjangnya lebih besar," celetuk Adi menggoda.

"Ishh... Jangan lebay deh!" tegur Hafizah kesal.

"Haha, bercanda, Sayang. Bagaimana aku memintanya di rumah saja?"

Hafizah menatap lekat suaminya. "Bukankah pengantin baru tidak boleh dipisah dulu? Malam ini dan beberapa hari ke depan, kamu tidur bersama istri muda mu, Mas."

Adi menggeleng. "Dia istri muda namun tidak muda," pungkasnya yang membuat Hafizah bingung.

"Ha? Gimana maksudnya?"

"Umurnya lebih tua darimu,"

Hafizah yang mendengar itu terdiam dan detik berikutnya ia tertawa lepas. "Mas? Ternyata benar kaya orang, haha..." tawanya.

"Apa?" heran Adi yang melihat istrinya tertawa.

"Kata orang, kalau laki-laki selingkuh atau poligami istrinya, pasti nyari yang lebih bawah standarnya di banding istri pertamanya, haha." tawa yang seperti tidak ada beban, namun Adi tahu kalau istrinya tengah berdamai dengan keadaan dan menerima semuanya dengan ikhlas.

"Jadi, Fizah harus manggil dia apa? Mbak? Kan dia lebih tua dari Fizah. Atau nama saja? Nanti Fizah dibilang gak sopan sama yang lebih tua," lanjut Hafizah berceloteh riang.

"Suka-suka kamu aja, De. Bahkan kalau kamu mau Mas ceraikan dia, Mas lakuin sekarang."

Hafizah berhenti tertawa dan menggeleng. "Jangan, Mas. Dia tidak memiliki siapa-siapa 'kan di kota?"

Adi mengangkat bahunya acuh. "Mas tidak tau dan tidak mau tau. Mas hanya ingin kenyamanan kamu dan calon anak kita. Untuk itu, Mas harus menceraikannya, bukan?"

Hafizah tersenyum hangat. Ia memegang tangan suaminya dengan sayang. "Sebenarnya sakit. Tapi, aku juga kasihan dengannya karena pasti ini pertama kalinya dia ke kota, 'kan?"

"Mas mana tau. Dia itu wanita licik, De. Jangan kasihan." peringat Adi, berpirasat yang tidak-tidak tentang Lia.

"Dia tidak licik. Tapi, dia melakukan itu karena menyukaimu, Mas." menjadi guru, membuat Hafizah sedikit bisa menilai karakter seseorang. Karena sejatinya, murid akan merasa nyaman jika gurunya asik dan bisa menilai keadaan. Untuk itu, sangat penting seorang guru belajar psikologi untuk bisa memahami setiap karakter murid. Model pembelajaran seperti apa yang membuat murid tertarik dan tidak mudah bosen. Pasalnya, setiap orang beda-beda cara menangkap pelajaran. Ada yang sambil bermain, ada yang perlu melakukan hal kecil sambil belajar, misalnya seperti coret-coret kertas namun murid tetap memperhatikan pelajaran.

"Mas tidak menyukainya," ujar Adi.

Hafizah menghela napas panjang. "Terus gimana dong? Kita apain istri keduamu itu?"

"Bagaimana kalau kita jual dan kita mendapat uang yang banyak?" usul Adi absurd.

"Terus uangnya kita belikan mainan banyak-banyak buat calon anak kita?" timpal Hafizah ikut-ikutan.

Adi mengangguk semangat dan mereka berdua sama-sama tertawa. Mereka memang sering bercanda seperti ini. Untuk itu, Hafizah yang seorang humoris begitu serasi dengan Adi yang bisa menyeimbangi dirinya.

"Ada-ada saja kamu, De." Adi geleng-geleng kepala sambil terus tertawa.

Hafizah terkekeh, kalau sudah bercanda dengan suaminya. Jiwa julid nya kadang keluar dan melupakan kalau ia wanita wanita muslimah. Banyak yang berhijab dan taat, tapi untuk urusan gibah dan julid, masih terdepan. Hafizah tidak munafik, ia juga seperti itu, walaupun ia tau bahwa gubah itu dosa, tapi baginya mengasikkan, mau bagaimana lagi? Hehe.

***

Sore harinya, Hafizah dan Adi sudah pulang dari rumah sakit dan mereka langsung disambut oleh Bini dan Lia.

"Bagaimana keadaan istri pertama mu, Mas?" tanya Lia tampak khawatir.

"Salam dulu, elah..." sindir Hafizah.

"Assalamu'alaikum," Adi mengucapkan salam.

"Walaikumsalam." sahut mereka.

"Gini 'kan enak. Udah ah, Bi, bantu Fizah ke kamar." pinta Hafizah pada pembantunya.

"Sama Mas aja," ujar Adi yang masih setia menggandeng tangan Hafizah.

Hafizah menggeleng. "Jangan ah, nanti kamu terkam aku lagi, rawwrrrr." ia terkikik.

"Apa salahnya?" tanya Adi.

"Gak boleh gitu, Mas. Ini jatah Lia, bukan? Kamu harus adil sebagai seorang suami," kata Hafizah bijak, walau sesak. Siapa yang rela suaminya tidur dengan wanita lain? Tidak ada.

Lia menunduk tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Namun, ia juga kesal dengan Hafizah karena begitu dicintai oleh Adi.

"Mas tidak menginginkan pernikahan ini. Jadi, kalau tidak adil ya wajar," tukas Adi yang membuat hati Lia sesak.

"Ish! Jaga bicara mu, Mas. Kalau tidak bisa adil, untuk apa setuju menikahinya?" tanya Hafizah sambil melirik Lia yang hanya menunduk dari tadi.

"Dipaksa." sahut Adi ketus. "Kamu mau Mas menceraikannya?" tawarnya pada sang istri tercinta.

Lia lantas mengangkat kepalanya dan menggeleng kuat. "Aku tidak mau, Mas!" sentaknya. Lalu, ia beralih menatap kesal ke arah Hafizah. "Eh, kamu harus berbagi suami dong. Aku ikhlas jadi istri kedua, dan kamu sebagai istri pertama harus ikhlas juga dong di poligami!" lanjutnya memarahi Hafizah.

Hafizah yang mendengar perkataan madunya itu tercengang. "Heh, lawak! Istri yang ikhlas itu istri penyabar. Sedangkan aku? Ya, sedikit sabar dan banyak tidak sabar..." celotehnya yang membuat Adi terkekeh.

Hafizah dan Lia saling menatap sinis satu sama lain. Mereka terlihat seperti hendak berkelahi namun tidak menyerang karena mental masih bayi.

"Sabar aja udah, Mbak..." celetuk Lia enteng.

"Eh, jaga mulutmu. Apaan Mbak? Tuaan kamu dibanding aku, ya?!" protes Hafizah tak terima dipanggil 'Mbak' oleh madunya. "Ah sudahlah, anakku tidak ingin Bunda nya berdebat dengan mamak tirinya," Hafizah melirik sinis Lia dan berlalu begitu saja.

"De..."

"Jangan susul Fizah. Anaknya ngambek sama kamu!" teriak Hafizah saat suaminya itu hendak menyusul.

Adi terdiam. Lia yang melihat itu lantas mengusap lengan kekar suaminya. "Udah, Mas. Istri pertama merajuk, masih ada istri kedua yang siap menerima mu,"

Adi menatap tajam Lia dan menghempaskan tangan Lia dari lengannya. "Apaan sih? Jangan pernah menyentuhku!" setelah mengatakan itu, Adi pergi dari hadapan Lia.

"Gini amat nasib istri kedua yang dipaksakan pula," gumam Lia.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bertahan Karena Terlalu Mencintaimu   bab 30

    "Pa! Bisa jangan desak Hafidz untuk menikah?" protes Hafidz menatap kesal ayahnya."Sampai kapan, hah?! Usiamu sebentar lagi memasuki kepala tiga dan kamu belum menikah juga?" ketus Pak Harmoko menatap Hafidz datar.Hafidz menggulirkan bola matanya malas. Beginilah sosok ayahnya, pemaksa dan keinginannya harus selalu dituruti. Untuk itu Hafidz lebih memilih untuk membeli rumah dan tinggal sendiri dari pada bersama kedua orang tuanya."Aku belum menemukan pasangan yang pas, Pa," jawab Hafidz berusaha santai."Bagaimana kamu bisa menemukan yang pas kalau kamu menginginkan Hafizah! Ingat, Hafidz! Hafizah itu istri dari Adi, dan mereka saling mencintai.." ocehan dari ayahnya itu sering kali ia dengar, hingga sudah membuatnya muak.Pak Harmoko tau kalau anaknya itu menyukai Hafizah. Karena memang Hafidz sendiri mengatakan padanya. Ia sebagai ayah selalu memperingati sang anak bahwa wanita yang disukai itu sudah bersuami."Pulang aja kalau Papa kesini hanya mau marahin Hafidz, bukan mau jen

  • Bertahan Karena Terlalu Mencintaimu   bab 29

    Merasa di panggil, Pak Harmoko menghentikan langkahnya dan membalik badannya. Ia mengerutkan keningnya kala melihat sepasang suami-istri menghampiri dirinya."Assalamu'alaikum, Pak," ucap Hafizah saat sudah berada didepan Pak Harmoko."Walaikumsalam, Fizah. Ada apa?" tanya beliau to the point.Hafizah menggeleng kecil dan tersenyum. "Tidak ada, Pak. Apa anda pindah rumah?" tanyanya.Pak Harmoko menatap bangunan disamping nya itu dan menggeleng. "Ini rumah anak saya. Katanya dia sakit dan saya kesini untuk menjenguknya," pungkasnya.Hafizah menatap suaminya dan mereka saling pandang."Oh iya, Pak. Kalau begitu kami pamit pulang dulu," kata Hafizah sopan.Dengan kebingungan pak Harmoko mengangguk. "Iya, silakan."Hafizah dan Adi tersenyum. Mereka lantas pergi dari hadapan pak Harmoko yang masih menatap bingung kearah mereka.Di dalam mobil, Adi dan Hafizah saling berbicara. "Lumayan mengejutkan," ujar Hafizah pada suaminya itu.Adi tersenyum tipis. "Ini belum pasti, Sayang," Adi yang se

  • Bertahan Karena Terlalu Mencintaimu   bab 28

    "Pak?" Putra kebingungan melihat atasannya itu datang dengan Lia."Urus dia, Put," pinta Adi dan langsung pergi menuju ruangannya.Putra yang kebingungan menurut saja. Ia bertanya lebih dulu pada Lia."Mau apa, Bu?" tanya Putra yang tetap hormat.Lia tersenyum dan memberikan map yang berisi kertas-kertas penting untuk melamar pekerjaan.Putra mengambil itu dan memeriksa sebentar. "Mari ke resepsionis dulu, Bu," ajaknya."Untuk apa? Langsung berikan id card saja, soalnya Mas Adi sudah setuju." kata Lia yang tidak ingin berlama-lama dengan menunggu konfirmasi dulu.Putra mengangguk patuh, namun tetap ke meja resepsionis untuk minta buatkan id card di divisi administrasi.Lia tersenyum senang. Sambil menunggu id card nya siap, Lia ingin ke ruangan suaminya dulu."Kantor Mas Adi mewah," batinnya menatap bangunan besar nan mewah itu. "Put, dimana ruangan Mas Adi?" tanyanya."Di lantai 15, Bu." jawab Putra jujur."Aku akan kesana, terimakasih," Lia langsung meninggalkan Putra yang tengah me

  • Bertahan Karena Terlalu Mencintaimu   bab 27

    Hafizah menatap mata suaminya dengan penuh kelembutan dan kepercayaan, tersenyum menguatkan ikatan cinta yang telah terjalin antara mereka berdua. "Kamu gak masalah Lia kerja di kantorku, De?" tanya Adi dengan nada gugup namun penuh harap."Aku percaya sama kamu, Mas," jawab Hafizah dengan lembut, meyakinkan suaminya bahwa kepercayaan itu adalah pondasi kuat dalam pernikahan mereka.Adi merasa lega, senyumnya semakin lebar seiring rasa syukurnya yang meluap. Ia meraih lengan istrinya, mengajaknya duduk di pangkuannya, dan memeluknya erat. "Terimakasih karena selalu percaya sama Mas, De," bisik Adi dengan penuh kasih sayang.Mereka berada di kamar mereka, menikmati kehangatan dan kedekatan setelah makan malam yang lezat. Hafizah membelai pipi suaminya, merasa bersyukur memiliki pasangan yang setia dan penyayang seperti Adi. "Dalam hubungan kuat, harus saling percaya, Mas," ucap Hafizah dengan tegas namun lembut."Iya, De," sahut Adi, menggenggam tangan istrinya dan mencium punggung tan

  • Bertahan Karena Terlalu Mencintaimu   bab 26

    "Nunggu suamimu, Fizah?""Eh iya, Pak." sahut Hafizah yang sempat kaget karena tiba-tiba Hafidz sudah ada disampingnya.Hafidz tersenyum tipis saat melihat Hafizah menjauhkan diri darinya. Semenjak ia jujur akan perasaannya bulan lalu, wanita cantik berhijab itu sering menghindarinya."Kamu wanita kuat, Fizah," puji Hafidz.Hafizah tersenyum dalam tunduk nya. "Apa yang membuat saya lemah, Pak?""Madumu,"Hafizah terkekeh mendengar perkataan dari Hafidz. "Selagi cinta suami saya masih full, saya tidak akan lemah,""Laki-laki bisa memberikan cinta pada dua orang yang berbeda, Fizah,""Begitukah? Contohnya seperti anda, Pak?" tanya Hafizah bercanda."Hanya kamu,"Hafizah geleng-geleng kepala mendengar jawaban dari Hafidz. Ia hanya berharap suaminya lekas datang dan ia bisa menghindari Hafidz.Hafidz menatap lekat Hafizah yang terus menundukkan kepala itu. Tidak pernah ia lihat Hafizah menatapnya jika sedang berbicara berdua. Dikatakan tidak sopan, tapi tutur kata Hafizah begitu lembut."

  • Bertahan Karena Terlalu Mencintaimu   bab 25

    "Jangan capek-capek, ya, Sayang? Mas gak mau kamu sakit," kata Adi pengertian.Hafizah menghela napas dan menatap suaminya itu. Ia tersenyum dan mengusap lembut punggung tangan suaminya. Semenjak hamil, Adi selalu mengatakan hal serupa jika ia hendak ke sekolah."Iya, Mas, iya. Cerewet banget sih suaminya Fizah ini, eh sama suami Mbak Lia juga." Hafizah terkekeh saat melihat perubahan raut wajah Adi."Jangan sebut-sebut Lia, Sayang. Mas hanya cinta kamu,""Fizah juga cinta sama Mas."Adi tersenyum senang, ia membawa Hafizah dalam dekapannya. Dicium nya puncak kepala Hafizah.Hafizah menikmati pelukan dari suaminya itu. "Mas," panggilnya tiba-tiba."Iya?""Apa kamu tidak ingin mencaritahu siapa ayah dari anak yang Mbak Lia kandung?" tanya Hafizah yang penasaran.Adi melepaskan pelukannya dan menatap Hafizah lekat. "Jangan berpikiran aku diam karena membiarkan Lia terus menjadi istriku, ya, Sayang? Sejak awal, aku sudah memerintahkan Putra untuk memantau Lia. Aku harap secepatnya dapat

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status