"Ngapain sih kamu merasa gak enak segala Li, kamu tahu kan dia bukan anakku, nanti juga saat aku harus berpisah dari dia, dia gak bakalan baik-baik aja kok!" jawabnya begitu santai, dia tak memikirkan perasaan anaknya sama sekali, benar kata orang cinta itu buta, dia akan kehilangan akal sehatnya saat jatuh cinta tak memikirkan yang lain lagi kecuali orang yang dia cintai."Kamu gila, Van. Memangnya kamu tidak sayang sama anak itu?!" ujar Jelita tak percaya Revan akan menjawab setega itu."Yah sayang, tapi untuk saat ini yang aku prioritaskan hanya kamu, Sayangku!" Revan mengecup pipi Jelita tanpa rasa malu."Revan!! Ini tempat umum, kamu main nyosor-nyosor aja!!" protes Jelita sambil memegang pipinya."Yaelah, kamu juga suka kan aku cium, jangan ngeles, tuh muka kamu merah gitu!""Revaaan ...!!" teriak Jelita kesal.Bukannya merasa bersalah, Revan malah melakukannya lagi. Cup!"Malu Van, mana ini tempat umum. Kamu mau kita diciduk satpol PP, mau ditaruh di mana mukaku.""Hahaha ... k
Kini memorinya kembali melintasi masa remajanya, hanya saja dulu mereka tidak berani bergandengan tangan seperti ini, hanya jalan berdua sebelum mereka sampai di jalan besar untuk menaiki angkutan umum, berjalan menelusuri jalan yang lumayan jauh sambil menikmati udara segar, sambil bercengkrama soal apa saja, tentang sekolah, teman, tentang film atau lagu kesukaan pada zamannya, semua mengalir begitu indah saat Jelita mengenangnya, bahkan sampai bisa melupakan kejadian menegangkan yang baru saja dia alami."Seneng juga yah bisa melewati jalan ini, Van. Rasanya begitu damai, suasananya masih teduh dan indah kayak dulu." Jelita tampak lebih tenang sambil menyelami masa lalu mereka di masa sekolah."Iya Li, ini kesempatan aku bisa jalan bareng sama kamu, sehabis jam sekolah habis. Saat-saat menyenangkan saat di mana aku bisa jalan bareng menikmati waktu berdua sama kamu melihat keceriaan, cemberut, sedih, dan mengingat ekspresi wajah kamu yang menggemaskan saat kamu curhat tentang guru
Drrrt ... drrrt ... drrrt ... "Sebentar yah Sayang, ada telepon nih."kata Revan sedikit menjauh dari Jelita.Jelita diam-diam mencari sesuatu di pohon yang ada di taman itu, meraba-raba batang pohon besar yang masih kokoh berdiri di taman itu.'Masih ada, rupanya, hahaha ...!' ucap Jelita begitu senang rupanya belum hilang tulisan itu."Heeeei ... abis ngapain sih di pohon itu?" tanya Revan setelah selesai menerima telepon."Ada deh mau tahu aja, rahasia perempuan!" Jelita menutupinya dari Revan, tak ada satu orang pun yang tahu soal itu."Sama aku main rahasia-rahasiaan yah!" Revan menyipitkan matanya pada Jelita seakan ingin tahu rahasia apa yang belum dia ketahui soal Jelita."Sudahlah kamu gak perlu tahu, Kamu udah tahu hampir semua rahasia hidup aku.""Oke deh, kayaknya privasi banget yah!""Iya dong, siapapun gak ada yang tahu, hanya aku saja yang tahu, hehehe ...!!""Sudah ah, sudah magrib nih, di sini juga udah gelap.""Iya ayo!" Revan menautkan jemarinya pada jemari Jelita
"Apa maksud kamu, Li?" Revan menatap Jelita dengan tatapan tajam meminta jawaban."Bukan maksud apapun Van, aku hanya ingin memberikan kamu kenangan agar kamu bisa mengingatku." Jelita dengan tenang menjawabnya diakhiri dengan senyuman. Revan menyipitkan matanya makin tak mengerti maksud Jelita, "Kenangan?""Udah kamu jangan banyak tanya, Van. Kamu kan mau pergi lama, anggap saja itu buat pengobat rinduku buat kamu!" jawab Jelita lugas, Revan tak tahu ada makna yang dalam dalam kalimat terakhir Jelita."Oh begitu yah, ya sudah makasih yah, pengobat rindunya, sungguh manis Sayang!" Revan mengecap bibirnya dengan jarinya seakan merasakan bekas bibir Jelita."Hehe ...!""Sama-sama, Van. Hati-hati yah di jalan mudah-mudahan Jessi cepat sembuh!""Makasih Lili ...!" "Byeeee ...!" Revan turun dari mobil Jelita."Byeee ...!!" Sejenak dia menatap wajah Revan sambil tersenyum pilu sebelum melajukan mobilnya meninggalkan tempat itu.'Selamat tinggal Revan, aku sudah ikhlaskan kamu sama istri d
"Jel, lupakan Revan mulai sekarang, walaupun Mama yakin kamu masih mencintai laki-laki itu, tapi Mama mohon lakukan ini demi Mama Papa, Mama gak tega melihat menantu Mama harus bersedih seperti itu. Kamu tahu Jel, saat Papa memberikan kejutan bulan madu ini, Arman kelihatan sangat bahagia, Mama begitu senang melihat raut wajahnya yang berbinar saat itu. Jadi Mama mohon yah Jel, jangan hancurkan kebahagiaan Arman, begitu juga Mama Papa.. Kami akan sangat bahagia kalau bisa melihat kamu bahagia bersama suami kamu, pasangan halal kamu, Jel. Jangan berbuat sesuatu yang dilarang sama Allah, Jel. Selingkuh itu dosa besar apalagi sampai berbuat zinah." Rima begitu panjang menasehati sang putri semata wayangnya, dia ingin sang anak kembali ke jalan yang benar, jalan yang tidak membawanya ke jalan kesesatan bersama Revan, yang hanya akan menambah jumlah dosanya."Aku bersumpah Ma, aku tidak pernah berbuat zinah dengan Revan!" tegas Jelita."Terus yang barusan Mama lihat apa Hah, kamu mencium d
"Mas, lama banget sih?" keluh Jelita yang sedang menunggu di ruang tunggu melihat sang suami berjalan terburu-buru ke arahnya."Iya, tumben perut aku tiba-tiba mules, Yang.""Cieeeh ... pengen cepet-cepet aja naik pesawat anak Papa nih! Padahal mah cuma nunggu Arman bentaran tapi keselnya udah kayak nunggu setahun, hahaha ...!" Rudi berkali-kali menggoda Jelita, senang sekali membuat putrinya itu kesal."Papaa ...!!" teriak Jelita sambil memanyunkan bibirnya."Bercanda atuh Neng, gitu aja marah!!" ujar Rudi sambil tersenyum melihat wajah putrinya yang cemberut."Tapi kalau cemberut gini tambah cantik, hehehe!" Papa Rudi merayu sang putri agar tak marah lagi."Papa ... aaah!" Jelita tersipu malu kini pipinya memerah."Hahahaha ...!!" Rudi, Rima dan Arman tergelak bersama.'Menyenangkan sekali kalau bisa tertawa bersama begini bersama orang-orang yang aku sayangi, melihat mereka tertawa bahagia sekali rasanya!' gumam Jelita dalam hatinya.'Aku harus bisa membuat mereka selalu bahagia, a
Cukup lama Jelita merajuk hingga malam tiba, "Sayaaang ... maafkan aku yah!" ujarnya penuh penyesalan.Jelita melipat tangannya di dada lalu memunggungi Arman."Enggak! Kali ini gak ada maaf buat kamu, Mas!" tegas Jelita.Arman menghadap ke arah Jelita yang tengah cemberut. "Maaf yah, Sayang sumpaaah ... aku gak layani gadis-gadis itu!" "Bohong!!" Jelita memalingkan mukanya, tak ingin melihat wajah Arman."Ayolah Sayang, mereka cuma iseng, cuma bercanda aja, gak mungkin kali beneran minta cium, heeee ...! Mana iya, gadis itu mau dicium Om-om kayak aku, hehehe ...!" Arman berusaha melucu, sayangnya usahanya sia-sia."Huh! Emang situ udah tua, makanya tahu umur dong! Masa gadis belasan gitu dilayanin juga!" ujar Jelita begitu sinis.'Aduuuh ... tanggapannya gitu amat, salah ngomong lagi!' keluh Arman bingung harus bagaimana agar sang istri tidak marah."Kan aku udah bilang Sayang, aku gak layanin mereka, mereka aja yang terus ngedesek aku, aku sih ogah yah cium-ciun anak bau kencur git
Hari ini Jelita merasakan tubuhnya tidak enak saat bangun tidur, semalam tidurnya gelisah karena tidak nyaman dengan pakaiannya.Berat Jelita membuka matanya, dia paksakan karena merasa hari sudah siang, dia beranjak melihat sekelilingnya, sosok sang suami tidak ada di sana."Ke mana dia?" Begitu dia bangun, dia melihat di meja ada sepiring makanan dan segelas air putih dengan kertas di sebelahnya.Selamat Siang Istriku, maaf aku gak bangunin. Aku lihat tidur kamu sangat pulas, tak tega aku bangunin kamu. Ini aku bawain sarapan, semoga kamu suka yah..TertandaSuamimu Yang gantengnya se-Bandung Raya."Awalnya kamu sangat romantis, ujungnya tetep narsis, hahaha ...!" Jelita terkekeh begitu baca kalimat terakhirnya.Setelah mandi, Jelita pun menikmati makan pagi yang kesiangan itu dengan lahap. "Hmmm ... enak juga sandwich ini!" "Aduuuh ... gimana nih, aku bingung harus pakai baju apa? Masa iya aku keluar harus pakai baju beginian ... !" Rima mengganti baju-baju Jelita dengan celana