Aku duduk di depan ruang tunggu. Sementara mas Aditya, sedang di tangani. Sesekali aku melirik jam tangan, serta lingkungan sekitar.Entah rencana busuk apa, yang sedang mas Aditya, serta wanita iblis itu rancang. Yang jelas, aku harus lebih berhati- hati lagi.Aku memainkan ponselku, menscroll media sosial. Aku tersenyum, ketika banyak yang membagikan berita- berita miring tentang keluarga besar papah. Terutama mengenai mental putri mereka, yang mulai dipertanyakan."Haha, pantes saja si ibu Melisa makin gila mengejar nyawaku. Rupanya karena ini," batinku tertawa keras.Ini baru awal sih, aku membuat putri kesayangannya itu malu. Tunggu saja, nanti aku akan membuat putri tercintanya itu, benar- benar gila.Apa aku jahat? Ya, aku sudah terlanjur jahat, dan aku nggak akan pernah berhenti, sekali pun ibu Melisa sudah bertobat.Dia harus merasakan, apa yang sudah aku rasakan.Disaat aku termenung memikirkan wanita jahat itu. Tiba- tiba masuk nomor tidak di kenal, melakukan panggilan ke no
Mobilku melaju, sembari tersenyum jahat, membayangkan mas Aditya. Aku yakin, lelaki brengsek mata duitan itu, akan menyelidiki semua tentang ceritaku tadi.Dia pasti akan mati penasaran, jika tidak memastikan kebenaran dari ceritaku tadi. 3 tahun kami bersama, dia bahkan tidak tahu asal- usulku, yang ternyata adalah anak dari bosnya.Jangankan dia, aku sebagai anak saja tidak tahu. Setelah tahu, nyawaku malah jadi buronan mereka. Sialan memang.Sesampainya di parkiran apartemen, ponselku mendapatkan panggilan dari nomor tidak dikenal.Aku terkekeh, entah siapalagi, yang menghubungiku kali ini.Disaat panggilan telepon aku jawab, suara teriakkan melengking di ponselku. Aku menjauhkan ponsel dari telingaku, karena bass suaranya yang memekkan telinga. [Janda gatal ....] Suara yang cukup aku kenali. Aku terkekeh, wanita gila itu rupanya.[Ah, aku kira mas Aditya yang telepon. Baru aja tadi kami bersama, masa tiba- tiba kangen, eh ternyata kamu yang telepon,] ejekku dengan sengaja, biar m
Di depan tivi yang baru saja aku setting, aku terdiam memantau sekitar apartemenku.Terlihat seorang lelaki misterius, mulai memantau disekitar. Bener- bener nggak sabaran banget keluarga pak Hanung ini, pengen banget aku mati rupanya.Aku tetap duduk santai, mengamati gerak- geriknya. Nampaknya orang itu hanya mengamati sekitar, kemudian pergi. Mungkin saja, dia hanya mengenali lingkungan apartemen ini, sembari mengenali tingkat keamanannya.Andai saja dia berani mencoba membuka pintu apartemenku, bisa- bisa dia mengantarkan nyawanya saja. Karena aku, sudah memasang sentruman tegangan tinggi disana. Haha, sayangnya umurnya panjang masih mungkin.******Seperti biasa, pagi ini aku bersiap- siap, untuk berangkat ke kantor. Hari ini, aku akan memulai pembalasan kepada mereka. Enak saja mereka terus yang beraksi, sedangkan aku mode kalem. Mereka bakal menginjak- injakku terus kalau begini.Aku melajukan mobil, membelah jalanan kota, menuju kantor. Sesampainya di kantor, aku masih duduk
Aku pun melaporkan perbuatan Sesil ke kantor polisi, dengan membawa hasil visum, dan juga bukti cctv yang memperlihatkan betapa brutalnya Sesil.Berita tentang penganiayaan Sesil kepadaku langsung menjadi trending topik di media sosial. Aku sengaja menyuruh orang untuk memviralkannya dengan judul- judul memalukan.Dan hari itu juga, Sesil dibawa pihak yang berwajib, dan lagi- lagi aku meminta seseorang merekam sebuah video penangkapan Sesil di kantor kerjaku.Semua berjalan sesuai harapan. Aku memilih pulang, dibandingkan melanjutkan kerjaanku. Rasanya aku butuh ketenangan. Kuabaikan panggilan telepon pak Anwar yang terus- menerus masuk.Tanpa kuduga, disaat aku sampai ke apartemen, om Kustomi berdiri di depan pintu, menatap datar ke arahku.Aku pun menyapanya, dia hanya diam. Aku membuka pintu dan mempersilahkannya masuk.________Aku menjelaskan semua yang terjadi hari ini. Tanpa kuduga, om Kustomi langsung marah.Brak .... Om Kustomi menggebrak meja tamu dengan emosi, tatapannya
Disaat pikiran sedang kalut, tiba- tiba panggilan telepon dari mas Aditya masuk. Aku menatap sesaat, kemudian menjawabnya.[Ya, Mas.][Ehem. Din, lagi ngapain? Mas ganggu kamu nggak ya?] tanya mas Aditya.[Aku lagi rebahan saja, Mas. Aku bingung, rumah, dan kebun peninggalan Abba terbakar habis. Kini, keunganku menjadi tipis,] jawabku dengan suara lesu.Meskipun om Kustomi memberikan aku biaya hidup selama ini. Tapi aku juga tahu, kalau dia mengelola kebun dan ternak Abba di Kalimantan. Dan ongkos yang biasa aku terima, adalah hasil bagi rata kami.[Kok bisa, jadi sekarang gimana kondisinya disana?][Nggak tau, Mas.] [Padahal aku rencananya mau jual kebun dan tanahnya. Buat ngelawan Papahku di Pengadilan. Dia membawa surat wasiat saham dari Abba katanya] aku terpaksa menjelaskan semua ini ke mas Aditya.Aku terpaksa menggunakan mas Aditya, untuk melawan papah. [Sudah kuduga. Aku mendengar kabar, kamu laporin Sesil ke kantor polisi. Untuk apa, Din? Percuma, pak Hanung dan ibu Melisa
Tiba- tiba, rasa panas mengenai lenganku. Aku memekik pelan, merasakan sakit. "Sialan," umpat ibu Melisa, yang langsung masuk ke dalam mobilnya. Aku memegang lenganku dan menoleh ke arah belakang.Aku cukup terkejut, ketika melihat kak Adam, sedang berkelahi dengan lelaki yang ditangannya masih memegang senjata api.Aku berlari ke arah mereka, dan ikut menyerang lelaki itu. Meskipun lenganku yang kiri sakit dan terluka. Tapi aku masih mampu menggunakan 1 tangan kananku, juga dua kakiku untuk menghajar lelaki si penembak itu.Aku dan kak Adam berusaha menangkapnya. Namun ketika aku berhasil merebut senjata apinya, dia melemparkan kami bubuk cabe, membuat aku dan kak Adam seketika menjauh darinya.Lelaki kurang ajar itu pun berhasil kabur. "Kamu nggak apa- apa?" tanya kak Adam, menatap khawatir ke arahku."Alhamdulilah cuma luka, Kak. Aku masih hidup," jawabku sambil terkekeh."Dasar!!" ujarnya sambil menjitak kepalaku."Aww, sakit." Aku memekik."Ayo, kita ke rumah sakit," katanya sa
"Aku juga nggak tau, Kak. Aku nggak ada ngasih tahu siapa- siapa tentang kondisiku," jawabku yang juga ikutan bingung."Kamu nggak ada hubungin Anwar kan?" "Belum ada, Kak. Sensi banget sama pak Anwar, kan kalian masih ada hubungan keluarga," kataku merasa heran dengan tingkahnya."Sudahlah, aku liat dulu." Kak Adam menutup wajahnya dengan masker, kemudian bangkit dan langsung berjalan ke arah pintu. Entah kenapa, sikapnya begitu menunjukkan ketidaksukaan pada pak Anwar, ada masalah apa mereka?Disaat aku termenung, tiba' tiba pintu terbuka. Aku terkejut, ketika melihat yang masuk ke dalam kamarku, adalah om Kustomi."Om," lirihku. Kak Adam masih menunduk diam, agar om Kustomi tidak mengenalinya."Ceroboh! Kenapa kamu sampai tertembak seperti ini?" bentak om Kustomi, menatap marah kepadaku."Dari mana Om tahu aku disini?" tanyaku penasaran. Om Kustomi mendengkus."Kamu pikir, Om akan diam saja, tanpa memantau kamu sama sekali setelah kamu mempermalukan keluarga Hanung? Om itu sangat
[Din, Dinda ....] Belum lagi kubalas pesan pak Anwar, masuk pula pesan dari mas Aditya.[Ya, Mas.] Langsung kubalas saja, pesan dari mas Aditya.[Maaf, Pak. Saya masih cukup kaget dengan kejadian hari ini. Saya ditemani om Kustomi, Bapak tidak perlu khawatir.] Aku mengirim pesan balasan pada pak Anwar.[Uangnya sudah cair, Din. Mau langsung aku transfer, atau gimana?] Balasan dari mas Aditya, membuat cerah hatiku.Uhh, mas Aditya, kerja bagus. [Transfer, Mas.] Hanya itu balasanku, tidak lupa kukirim nomor rekening. Tidak menunggu waktu lama, sejumlah uang yang cukup besar, masuk ke rekeningku. Aku tersenyum bahagia, akhirnya aku dapatkan kembali hak aku.Mas Aditya pasti akan syok dan frustasi, jika pada akhirnya, dia hanya kumanfaatkan. Andai saja dia tidak sejahat itu, aku tidak mungkin melakukan hal seperti ini.[Kamu yang terbaik, Mas.] Aku mengirimkan pesan padanya, dan dia membalas pesanku dengan stiker love. Dasar buaya.Entah bagaimana, jika Astri tahu semua ini? Bisa- bisa