Dinnda nyaris gila kala sang suami dan adik madu yang tengah hamil menyiksa mental dan fisiknya terus-menerus. Untungnya, sahabat Dinda datang dan menyadarkannya untuk bangkit! Hanya saja, mengapa dalam perjalanan balas dendamnya, Adam--sepupu sahabatnya yang terkenal sebagai pemilik perusahaan dingin--mendadak ikut membantu Dinda?
View MoreMobilku melaju, sembari tersenyum jahat, membayangkan mas Aditya. Aku yakin, lelaki brengsek mata duitan itu, akan menyelidiki semua tentang ceritaku tadi.Dia pasti akan mati penasaran, jika tidak memastikan kebenaran dari ceritaku tadi. 3 tahun kami bersama, dia bahkan tidak tahu asal- usulku, yang ternyata adalah anak dari bosnya.Jangankan dia, aku sebagai anak saja tidak tahu. Setelah tahu, nyawaku malah jadi buronan mereka. Sialan memang.Sesampainya di parkiran apartemen, ponselku mendapatkan panggilan dari nomor tidak dikenal.Aku terkekeh, entah siapalagi, yang menghubungiku kali ini.Disaat panggilan telepon aku jawab, suara teriakkan melengking di ponselku. Aku menjauhkan ponsel dari telingaku, karena bass suaranya yang memekkan telinga. [Janda gatal ....] Suara yang cukup aku kenali. Aku terkekeh, wanita gila itu rupanya.[Ah, aku kira mas Aditya yang telepon. Baru aja tadi kami bersama, masa tiba- tiba kangen, eh ternyata kamu yang telepon,] ejekku dengan sengaja, biar m
Aku duduk di depan ruang tunggu. Sementara mas Aditya, sedang di tangani. Sesekali aku melirik jam tangan, serta lingkungan sekitar.Entah rencana busuk apa, yang sedang mas Aditya, serta wanita iblis itu rancang. Yang jelas, aku harus lebih berhati- hati lagi.Aku memainkan ponselku, menscroll media sosial. Aku tersenyum, ketika banyak yang membagikan berita- berita miring tentang keluarga besar papah. Terutama mengenai mental putri mereka, yang mulai dipertanyakan."Haha, pantes saja si ibu Melisa makin gila mengejar nyawaku. Rupanya karena ini," batinku tertawa keras.Ini baru awal sih, aku membuat putri kesayangannya itu malu. Tunggu saja, nanti aku akan membuat putri tercintanya itu, benar- benar gila.Apa aku jahat? Ya, aku sudah terlanjur jahat, dan aku nggak akan pernah berhenti, sekali pun ibu Melisa sudah bertobat.Dia harus merasakan, apa yang sudah aku rasakan.Disaat aku termenung memikirkan wanita jahat itu. Tiba- tiba masuk nomor tidak di kenal, melakukan panggilan ke no
"Nggak tau sih kalau hal itu, ibu Melisa juga nggak mau jelasin saat itu. Dia cuma minta pengertian saya, kalau Sesil ini punya trauma gitu." Aku pun lagi- lagi cuma mengangguk."Saya itu sebenarnya tidak mau, kamu berurusan dengan keluarga itu. Saya tidak tahu kebenaran jelasnya seperti apa. Tapi kalau dari cerita yang beredar. Ibu Melisa ini orangnya cukup kejam, Din. Sekeretaris saya dulu itu, pernah menampar wajah Sesil, ketika mereka ribut. Dan besoknya, sekretaris saya itu nggak masuk kerja lagi. Tau nggak seminggu setelahnya, dia ditemukan meninggal dunia," jelas pak Anwar.'Nggak heran dan nggak kaget juga. Aku tahu dia sekejam itu, Pak.' Aku membatin."Saya hanya khawatir sama kamu, Din.""Tenang saja, Pak. Saya punya seribu nyawa," candaku, biar pak Anwar tidak tegang dengan pemikiran takutnya."Hehe, bisa saja kamu, Din."Pak Anwar ikut terkekeh. Kami sampai di gedung halaman kantor dan berjalan masuk ke dalam.Para karyawan ada yang menyapa dan ada juga yang menghampiri.
"Sesil. Kenapa dia sampe teriak begitu?" gumamku."Rese banget wanita kecil itu," gerutu pak Anwar nampak kesal."Hei, Sesil. Sini, Nak!" panggil bu Melisa, yang langsung berdiri dari duduknya, ketika melihat Sesil yang mulai berjalan ke arah kami."Kalian nggak tau malu banget," hardik Sesil kepada kami. Pak Anwar melepaskan pegangannya tubuhku yang sudah berdiri tegap."Sil, jaga bicara kamu! Kamu nggak pantes ngomong begitu sama saya," tegas pak Anwar. Sebelum Sesil bersuara lagi, bu Melisa sudah berada di dekat anaknya itu."Bu," lirih Sesil yang langsung memeluk ibunya itu."Pak Anwar, tolong maklumi Sesil, dia masih labil," ujar ibu Melisa."Labil apa? Teriak- teriak dan ngata- ngatain atasannya begitu, apa pantas? Dia ini bukan gadis remaja, tapi sudah wanita dewasa," timpalku dengan sengaja."Diam kamu!" bentak Sesil kepadaku, membuat semua tamu yang ada di restoran, memandang ke arah kami."Sebaiknya kamu diam saja," pinta ibu Melisa dengan geram kepadaku."Dia sudah memperma
"Ya begitulah anak manja, seenaknya. Bukannya belajar kerja di kantor ayahnya, malah kerja di kantor ini," keluh pak Anwar."Pantes tingkahnya seperti bos besar," batinku. Menarik sekali ini."Dia kontrak atau cuma dititipin di sini?" Aku terus bertanya, demi mendapatkan informasi tentang wanita muda tadi."Kontrak, sesuai SOP." "Baiklah! Akan kukerjai dia di sini," gumamku dalam hati.Kami memasuki ruangan yang cukup mewah dan elegan. Ruangannya rapi, juga wangi."Selamat bekerja, semoga kamu betah," ujar pak Anwar sembari berjalan ke arah mejanya.Aku tersenyum, lelaki itu sangat humble, juga ramah sekali. Di dekatnya, aku merasa seakan- akan, di bukanlah bosku. Sikapnya itu membuat nyaman, seolah- olah aku adalah temannya.Kami pun mulai fokus kerja. Setelah selesai mempelajari beberapa file yang terletak di atas meja dan menyelesaikannya. Aku mulai bermain- main sedikit dengan laptop, untuk membuat onar keamanan IT kantor Danum.Sesekali, aku melirik pak Anwar, yang tengah fokus
Sesampainya aku di apartemen, aku bergegas masuk ke dalam. Bukan karena takut. Tapi aku hanya tidak ingin membuat masalah lagi.Aku yakin, wanita berhati iblis itu, tidak akan tinggal diam.Apalagi, setelah tahu anak buahnya aku lukai. Entah bagaimana sekarang paniknya lelaki kejam itu. Biarlah, kali ini aku hanya menakut- nakutinya. Tapi nanti, aku bakalan beneran datang ke rumahnya.Hening malam, membuatku sedikit terjaga. Aku terdiam, teringat dengan tatapan kak Adam tadi.Tatapan yang sulit aku mengerti. Tatapan luka, khawatir dan entahlah. Yang aku heran, siapa wanita di sampingnya tadi.Kenapa, wanita itu membawa kak Adam, keacara bu Melisa. Apa tujuannya? Apa itu perawatan utusan mas Aditya?Apa tujuan mereka, sengaja ingin mempermalukan keluarga Raharja? Entahlah.Sebagai orang yang nyawanya sedang diburu. Tentu saja, aku harus banyak waspada. Dari pada puyeng tidak bisa tidur. Aku memilih memasang cctv, yang tadi aku beli di Mall. Aku sudah mempersiapkan semuanya. Besok tin
"Apa maksud ibu ini? Ibu berani ngusir saya?" tantang Astri, yang mulai tidak terkendali."Jangan sampai saya bongkar rahasia besar ibu ya," ancamnya sembari berkacang pinggang.Beuh, seru sekali. Apalagi saat melihat wajah mas Aditya yang ketar- ketir, mendengar ancaman Astri."Tutup mulut besarmu itu, aku bisa saja melakukan hal yang kejam sama kamu," ujar bu Melisa mengancam balik dengan suara pelan penuh tekanan."Saya tidak takut! Sebelum ibu menyentuh saya, saya bisa lebih dulu, membuat ibu dipenjara," jawab Astri sembari mendekati wanita itu."Dosa kejahatan ibu, semua ada pada saya," lanjut Astri tanpa takut sama sekali."Cukup Astri, lebih baik kita pulang saja," kata mas Aditya, sembari meraih tangan wanitanya itu.Bu Melisa hanya menelan ludah, tanpa berani bersuara lagi. Aku yang didekat mereka, tentu saja mendengar dengan jelas pembicaraan keduanya."Manis sekali ancamannya. Padahal saya juga tahu, betapa kejamnya Anda, ibu Melisa yang terhormat. Sayangnya, saya belum pun
"Dia, dia ...." kak Adam semakin menjerit, menunjuk ke arahku. Bahkan, dia berlari ke arahku dengan histeris."Linda! Kenapa kamu bawa Adam kemari?" teriak tante Ammara, ibu kak Adam.Pesta wanita kejam itu menjadi kacau, di saat kak Adam langsung berlari memelukku yang masih duduk. Aku benar- benar syok, mendapat perlakuannya."Adam, Adam tenang," pinta pak Anwar, yang begitu sigap langsung berdiri dari duduknya, membantuku melepaskan diri dari kak Adam.Sebenarnya bisa saja aku gunakan tenagaku, untuk melepaskan diri dari pelukan kak Adam. Hanya saja, entah kenapa aku tidak tega melakukan hal itu. Secara, dia menjadi seperti ini, karena berusaha menyelamatkanku saat itu.Orang yang harus bertanggung jawab dalam hal ini, adalah ibu Melisa, wanita berhati iblis itu, harus mempertanggung jawabkan semuanya."Kak Adam," lirihku, sembari menatap wajahnya. Lelaki yang tadinya tantrum di pelukanku itu, kini mulai bersikap tenang, sembari menatapku juga."Adam," lirih tante Ammara, yang kini
Meskipun 2 tahun lebih tidak bertemu, wajahnya tetap terlihat cantik. Begitulah orang kaya, perawatannya saya mahal- mahal. "Eh, Tante." Lelaki bernama Anwar itu berdiri, begitu pula denganku. Perasaanku sangat tidak nyaman, ketika wajah datar dan tatapam tajamnya mengarah padaku.Tangan mulus itu tiba- tiba mengudara, mengarah ke wajahku. Namun dengan sigap, aku menangkapnya."Dasar pendusta," tekannya, menatap marah kepadaku. Aku yang masih memegang tangannya berusaha bersikap tenang."Maaf, jangan sentuh saya, Tante," ujarku. Tidak akan kubiarkan, tangan siapapun berani memukul wajahku lagi, termasuk ibunya kak Adam."Kurang ajar! Kamu berani sekali bohongi saya tempo hari, dengan mengaku sebagai istri anak saya. Dan kini, anak saya mendadak menjadi orang bodoh yang tidak ingat apa- apa, dan kamu, mulai merayu sepupunya lagi, dasar murahan!!" makinya kepadaku."Bukan saya yang mengatakannya, tapi anak Tante yang punya ide gila itu, hanya karena tidak mau Tante jodohkan!" jawabku
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.