Share

Chapter #3

Hari ini Mia berangkat kerja lebih pagi dari biasanya karena sudah tidak ada lagi yang harus ia lakukan di rumah, jadi pikir Mia tidak ada salahnya dirinya berangkat kerja lebih pagi.

Mia keluar dari rumahnya dengan mood yang baik, senyum merekah terpasang di wajahnya. Setelah mengunci pintu rumahnya dengan benar, Mia membalikkan badannya dan segera berjalan menuju luar gang untuk menunggu kedatangan angkot yang menuju tempat kerjanya.

Selama berjalan menuju luar gang, senyuman Mia masih belum menghilang, sampai Mia takut orang akan mengira dirinya adalah orang gila. Alasan di balik mood baik Mia hari ini adalah, ide Mia kemarin diterima dengan baik oleh atasannya dan karyawan lainnya, bahkan Mia mendapat pujian dari atasannya yang terkenal sangat jarang memberikan pujian, maka dari itu perasaan bahagia dan puas itu masih bersarang di dirinya.

Karena Mia sedang larut dalam dunianya sendiri, Mia tidak menyadari ada sebuah motor yang berjalan menuju ke arahnya dan seseorang yang mengendarai motor tersebut sedang tersenyum ke arah Mia, namun karena Mia tidak menyadarinya jadi ia tidak membalas senyuman dari seseorang itu.

"Berangkat kerja?" Tanya seseorang itu saat sudah menghentikan motornya tepat di samping Mia.

Mia terkesiap, ia langsung menolehkan kepalanya ke asal suara. "Oh Rangga, maaf aku tadi nggak sadar kalau ada kamu," senyuman Mia masih bersarang di wajahnya bahkan saat menjawab pertanyaan Rangga. "Iya aku berangkat kerja."

Rangga mengangguk-anggukan kepalanya dua kali. "Apakah ada kabar baik, kamu terlihat sangat bahagia?"

Mia tersipu malu karena ketahuan. "Benar, kemarin aku mendapat pujian dari atasanku," sebelum pikiran Mia bisa bekerja dengan baik, mulutnya sudah mengeluarkan kalimat tersebut. Setelah menyadari tingkahnya, Mia meminta maaf pada Rangga. "Maaf, tiba-tiba curhat." Ucapnya dengan meringis malu.

Setelah itu Mia merasa Rangga sedang menatapnya dengan tatapan gemas, Mia pun segera menghindari eye contact dengan Rangga, supaya perasaannya dapat dikendalikan.

"Kalau gitu aku doain hari ini kamu dapat pujian lagi dari atasanmu, supaya kamu bisa bahagia setiap hari." Kata Rangga dengan menatap Mia cukup intens.

Setelah itu Rangga menyalakan motornya kembali, dan tanpa menunggu Mia menjawab ucapannya, Rangga sudah melanjutkan perjalanannya menuju rumahnya.

Mia masih terpaku di tempatnya bahkan ketika Rangga sudah meninggalkannya. Mia merasakan jantungnya berdetak tidak seperti biasanya, kali ini jantungnya berdetak lebih cepat. Meskipun Mia sangat tahu penyebab perubahan detak jantungnya, namun Mia berusaha sekeras mungkin untuk menyangkalnya. Berulang kali Mia menghelakan nafasnya, sampai akhirnya Mia memutuskan untuk melanjutkan langkah kakinya yang sempat terhenti.

***

Mia berjalan ke arah rumahnya dengan langkah kaki menyeret. Hari ini Mia mendapat omelan dari atasannya sebanyak 2 kali, bahkan di saat Mia sudah membawa kain yang sebelumnya hilang kepada pak Adli, beliau masih memarahi Mia. Meskipun Mia memaklumi sikap pak Adli tersebut, tapi tetap saja Mia jadi merasa lesu. Doa Rangga yang diucapkannya pagi tadi, benar-benar tidak terkabul.

"Kamu mau kemana?" Tiba-tiba terdengar suara yang sangat familiar bagi kedua telinga Mia.

Mia segera menghentikan langkah kakinya dan menoleh untuk mencari asal dari suara itu. Disaat Mia sudah menemukan asal suara itu, ternyata pemilik suara tersebut adalah Rangga, padahal awalnya Mia mengira itu suara milik Radit.

"Kamu mau kemana?" Rangga mengulangi pertanyaannya karena masih belum mendapat jawaban dari Mia.

"Pulang," jawab Mia sambil mendekat ke arah Rangga dan menatap ke arah Rangga dengan tatapan yang lesu.

Rangga membalas tatapan Mia dengan tatapan bingung. "Bukankah rumahmu disitu?" Tanya Rangga sambil menunjuk ke belakang Mia.

Mia menoleh ke arah jari telunjuk Rangga. Sesaat itu juga Mia merasa malu pada Rangga. Ternyata tadi Mia sudah melewati rumahnya, namun Mia tidak menyadarinya karena pikirannya yang sedang tidak bisa bekerja dengan baik.

"Ah benar," Mia hanya menjawab ucapan Rangga sesingkat itu karena dirinya tidak bisa menyembunyikan perasaan malunya, itupun Mia mengucapkannya tanpa melihat ke arah Rangga langsung.

Rangga seketika itu juga langsung tertawa terbahak-bahak, ia tidak memikirkan perasaan Mia yang sedang malu sama sekali. "Kok bisa? Kamu lagi ada masalah?" Tanya Rangga lagi.

Dengan pipinya yang masih memerah, Mia menganggukkan kepalanya dengan lemas. "Hari ini sangat buruk bagiku," Mia merasa heran pada dirinya sendiri, bagaimana bisa dirinya bisa langsung terbuka seperti ini pada Rangga.

Tawa yang tadinya masih ada di wajah Rangga, hilang seketika. "Kenapa?"

"Doamu nggak terkabul," lagi-lagi Mia menjawabnya dengan jujur.

"Doa?" Rangga terlihat tidak paham dengan maksud Mia. Ketika Mia mau mengingatkan Rangga, Rangga menyelanya. "Ah doa itu, hari ini kamu diomelin sama atasanmu?" Tanpa Mia katakan, Rangga sudah mengetahuinya sendiri.

Mia mengangguk. "Meskipun itu memang karena salahku sendiri, tapi sama aja," ucap Mia dengan nada lesu.

Rangga tersenyum penuh arti ke arah Mia. "Kalau memang itu salahmu, kamu nggak boleh merasa keberatan dong," Rangga menggoda Mia yang masih memasang wajah muram.

Mia yang sebenarnya juga setuju dengan ucapan Rangga, hanya bisa menganggukkan kepalanya pelan.

Melihat Mia yang sepertinya tidak menganggap ucapannya sebagai candaan, Rangga langsung berusaha menenangkan Mia. "Bercanda," ucapnya sambil tersenyum lebar sampai membuat Mia terpesona, Mia yang semula melihat langsung ke arah kedua mata Rangga, segera mengalihkan tatapannya. "Bukankah atasanmu memarahimu demi kebaikanmu sendiri? Kalo lagi jangan sampai ceroboh, jangan mencari masalah, kalo memang kamu inginnya semua jadi sempurna, kamu harus berusaha sekeras apapun untuk mendapatkan kesempurnaan itu, kamu mau dapat pujian dari atasanmu lagi kan?" Rangga berusaha bertatapan mata langsung dengan Mia, namun Mia meresponnya dengan sebaliknya, ia berusaha menghindari tatapan mata secara langsung dengan Rangga.

Paham kalau Mia menghindari tatapan matanya, Rangga pun menyerah. "Nggak usah terlalu dipikirin, nanti malah jadi penyakit." Ucap Rangga dengan nada yang dibuat-buat, Rangga mengucapkannya juga sambil menepuk-nepuk bahu Mia.

Mia merasa tersentuh mendapatkan perhatian setulus itu dari seseorang. Akhirnya Mia memberanikan diri untuk menatap ke arah Rangga dan balas tersenyum. "Makasih," ucap Mia dengan suara yang pelan namun Rangga bisa langsung mendengarnya.

Dengan belum menghilangkan senyumannya, Rangga membalasnya dengan anggukkan kepala.

Setelah itu mereka berdua saling diam. "Kalau begitu aku masuk dulu ya," kata Mia kemudian memecah keheningan di antara mereka.

"Oke." Jawab Rangga.

Mia pun mulai melangkahkan kakinya lagi menuju rumahnya. Mia merasa Rangga masih belum beranjak dari tempatnya dan sedang menatapnya hingga Mia masuk ke rumahnya, namun bisa saja itu hanyalah perasaannya saja.

Setelah melihat Mia sudah masuk ke dalam rumahnya, Rangga langsung membalikkan badannya untuk kembali masuk ke rumahnya sendiri. Ketika badannya sudah benar-benar menghadap ke arah rumahnya, Rangga dikejutkan dengan sosok Radit yang sedang menatapnya dengan tatapan serius bercampur marah.

"Ngagetin aja, dari kapan elo disitu?" Kata Rangga sambil berjalan menuju Radit.

Radit masih menatapi Rangga dengan tatapan yang seperti tadi, tidak berubah sedikit pun. "Emang penting sejak kapan gue ada disini?" Balik tanya Radit dengan nada sinis.

Rangga bingung dengan kembarannya yang tiba-tiba bersikap seperti itu padanya. "Nggak sih," jawab Rangga. "Elo kenapa sih?" Lanjut Rangga setelah berada di depan Radit.

"Gue lihat tadi elo sama Mia kayak akrab banget," ada nada cemburu pada suaranya yang awalnya berusaha disembunyikan oleh Radit.

Setelah mendengar alasan Radit, Rangga segera mengeluarkan tawa yang terbahak-bahak. "Emang kenapa, nggak boleh?" Sebenarnya Rangga sudah tahu kalau kembarannya itu sedang cemburu, namun Rangga masih ingin menggodanya.

"Gue duluan yang suka sama dia, awas kalo elo berani ngerebut." Radit terdengar sangat serius. "Elo juga udah ada Andini." Radit mengingatkan Rangga tentang kekasihnya.

Tawa Rangga langsung menghilang. "Serius amat sih, gue akrab sama Mia bukan berarti gue suka sama dia kan, gue masih cinta sama Andini, tenang aja gue nggak bakal ngerebut gebetan elo." Nada suara Rangga berubah serius.

Radit jadi merasa keki karena sudah salah mengira terhadap kembarannya sendiri. Radit tidak bisa mengucapkan sepatah katapun.

Sebenarnya Rangga merasa kesal pada Radit karena sudah dicurigai seperti itu, tapi ia bisa memahami perasaan cemburu Radit, apalagi sudah lama Rangga tidak melihat Radit menunjukkan perasaan cemburunya pada Rangga.

Rangga menggapai pundak Radit dan mengajaknya masuk ke rumah. "Makanya kalo elo emang suka sama Mia, cepet deketin, jangan cuma dijahilin mulu," Rangga mengingatkan Radit. "Mumpung hari ini Mia lagi suntuk, besok elo semangatin dia." Saran Rangga.

"Emang tahu darimana dia lagi suntuk?" Awalnya Radit tidak berniat menanyakan akan hal itu meskipun rasa penasarannya sudah bergejolak, tapi ternyata rasa penasaran itu tidak bisa dihilangkan begitu saja.

"Dia sendiri yang cerita," ucap Rangga enteng sambil meninggalkan Radit yang menghentikan langkah kakinya saat sudah tinggal selangkah lagi sampai di dalam rumahnya. Setelah beberapa langkah Rangga masuk, ia baru menyadari kalau Radit tertinggal di belakangnya. "Tenang aja, gue udah serius sama Andini, jadi elo nggak usah merasa tersaingi." Katanya menenangkan Radit.

Setelah berkata seperti itu, Rangga kembali melangkahkan kedua kakinya. Namun di lain tempat, Radit masih terpaku di tempatnya, ia tidak beranjak sedikit pun. Pikiran Radit sedang penuh.

Kenapa perasaanku seperti ini? Kenapa aku merasa ada sesuatu yang spesial di antara Rangga dan Mia? Kenapa aku merasa sudah tertinggal jauh dibanding Rangga? Pertanyaan-pertanyaan itu ada dalam pikiran Radit saat ini.

Disaat Radit masih terpaku di tempatnya, suara Rangga membuyarkan lamunannya. Radit pun dengan segera melanjutkan langkah kakinya.

Setelah sekian lama, Radit merasakan kembali perasaan cemburu seperti ini. Sudah sekitar 2 tahun Radit tidak merasakan perasaan yang Rangga sebut sebagai suka ini.

***

Keesokan harinya, Radit sudah siap di depan rumah Mia bersama motornya dengan penampilan yang sangat rapi. Radit sengaja bangun lebih pagi dari biasanya meskipun hari ini dirinya tidak ada kelas, itu semua demi bisa mengantar Mia ke kantornya. Semalaman Radit memikirkan cara supaya Mia bisa menerimanya seperti Mia menerima kehadiran Rangga. Akhirnya Radit memutuskan untuk berada di dekat Mia sesering mungkin.

Tidak lama setelah Radit menunggu di depan rumah Mia, Radit bisa melihat sosok Mia sudah mulai membuka pintu rumahnya, dan tidak lama kemudian Mia keluar dari balik pintu. Ketika Mia melihat sosok Radit sedang berada di depan rumahnya sambil menatapnya dengan tatapan yang susah diartikan bagi Mia, Mia terkejut dan heran.

"Ngapain?" Tanya Mia langsung pada Radit sambil mengunci pintu rumahnya.

"Emang nggak boleh?" Radit malah balik bertanya.

Mia membalikkan badannya dan mulai berjalan. "Terserah kamu," jawab Mia dengan cuek.

Mendapat jawaban cuek seperti itu dari Mia, Radit sedikit merasa sakit hati karena semalam ia melihat Mia memperlakukan Rangga tidak seperti ini. Perasaan cemburu Radit muncul kembali.

"Aku antar kamu berangkat kerja," Radit mengucapkannya dengan nada dan kata-kata yang membingungkan, jadi Mia tidak langsung paham.

"Apa?" Tanya Mia.

Radit berdehem sebelum menjawab Mia. "Aku mau mengantarmu berangkat kerja," ucap Radit masih dengan nada yang terdengar tidak percaya diri.

Mia memiringkan kepalanya dan menaikkan alisnya. "Serius?" Mia sendiri heran, kenapa malah kata itu yang keluar dari bibirnya saat ini, namun Mia tidak menyalahkan dirinya sendiri karena Mia heran dengan sosok Radit yang sekarang, Radit jarang berbuat baik seperti ini kepadanya, ia selalu menggoda ataupun menjahili Mia, namun sekarang Radit terlihat serius. Mia lebih percaya kalau yang mengucapkan ajakan itu adalah Rangga dibanding Radit.

Radit terlihat salah tingkah, ia menggaruk-garuk belakang kepalanya sambil mencoba mengalihkan tatapannya dari Mia. "Iya lah," jawabnya singkat.

Mia masih merasa tidak percaya, bahkan dirinya menunggu-nunggu Radit berkata kalau itu semua hanya candaan, namun ternyata apa yang ditunggu-tunggu Mia tidak terjadi.

"Mau apa nggak?" Karena tidak kunjung mendapat jawaban dari Mia, Radit pun kembali menanyakannya pada Mia.

Karena dirinya masih merasa kebingungan, secara tidak sadar Mia langsung mengiyakan ajakan Radit. "Ya udah," meskipun Mia hanya berkata seperti itu, namun tubuhnya mendekat ke arah Radit dan motornya, Radit pun menganggap itu sebagai persetujuan. Radit tidak bisa menyembunyikan perasaan senangnya, ia tersenyum lebar setelah Mia menyetujui ajakannya.

Mia sudah berada di depan Radit. Dengan masih tersenyum lebar, Radit menyerahkan helm yang sudah ia siapkan untuk Mia ke arahnya. Mia menerima helm itu dengan masih merasa ragu, namun meskipun begitu Mia tetap naik ke atas motor Radit. Melihat Mia sudah duduk di belakangnya dengan benar, Radit segera menyalakan motornya, baru setelah itu ia melajukan motornya.

Tanpa mereka berdua sadari, sosok Rangga sedang memperhatikan Mia dan Radit dari tadi bahkan sampai motor yang Radit kendarai menghilang dari tatapan Rangga. Dengan masih menatap ke arah yang sama, Rangga tersenyum penuh arti.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status