Share

Chapter #5

Setelah kejadian Mia mengatakan kalau dirinya tidak suka selalu dikira pacar Radit, Radit sudah tidak pernah mengantar ataupun menjemput Mia lagi. Mia sendiri sepertinya malah menikmatinya, karena dirinya sudah terbiasa dengan situasi yang seperti itu, malah kalau Radit tiba-tiba baik padanya, dirinya malah menjadi was-was.

Beberapa hari itu juga, Mia sudah sangat jarang bertemu dengan Radit, ia hanya bertemu dengan Rangga, dan ketika Mia menanyakan keberadaan Radit pada Rangga, Rangga hanya menjawab Radit sedang sibuk.

"Kenapa? Kamu kangen?" Tanya Rangga saat Mia menanyakan sosok Radit.

Dengan cepat Mia menyangkalnya. "Nggak lah, cuma tumben aja nggak pernah kelihatan,"

Rangga tertawa kecil. "Emang kenapa sih kok kayaknya kamu kesel amat sama Radit?"

"Ya kan dia sendiri yang mulai," jawab Mia enteng.

"Tapi dia sebenarnya peduli banget sama kamu lho," ujar Rangga karena dirinya sudah tidak tahan dengan tingkah Radit yang malah menjauhi Mia hanya karena kejadian beberapa hari yang lalu itu.

"Pedulinya kan cuma sesaat." Mia masih menanggapinya dengan tidak serius.

Rangga menghelakan napasnya sejenak. "Kata siapa?' Katanya.

"Dia baiknya cuma sebentar, itu juga kayaknya nggak benar-benar tulus, setelah itu juga dia balik jahil lagi." Kata Mia.

Rangga sudah benar-benar kehabisan kata-kata. Rangga masih berpikir mau menanyakan tentang apa lagi.

"Tapi sosok Radit termasuk cowok idaman kamu nggak?" Akhirnya Rangga memutuskan menanyakan hal itu.

Mendapat pertanyaan yang tidak pernah ia duga sebelumnya, Mia tidak langsung menjawabnya, ia menatap kedua mata Rangga selama beberapa detik karena Mia ingin tahu apakah Rangga sedang bercanda ataukah serius, dan ternyata Rangga sedang serius.

"Nggak lah," jawab Mia dengan yakin. "Kalo boleh jujur aku lebih prefer tipe cowok yang kayak kamu daripada kayak Radit." Mia melanjutkannya dengan jujur.

Rangga membelalakkan kedua matanya sejenak, ia juga melihat ke arah Mia untuk memastikan apakah Mia sedang bercanda atau serius. "Emang apa bedanya aku sama Radit?"

Tanya Rangga karena dirinya memang tidak tahu perbedaan dirinya dengan Radit.

"Sangat beda." Kata Mia dengan tertawa.

"Beda gimana?" Rangga menghentikan langkah kakinya karena mereka berdua sudah sampai di depan rumah Rangga dan juga depan rumah Mia.

Mia terlihat berpikir sebentar sebelum menjawabnya. "Kalo kamu tipe cowok yang care sama siapapun, tenang, serius," Mia berhenti sejenak. "Sedangkan Radit, dia lebih ke yang konyol, suka seenaknya sendiri, jahil, ya meskipun kadang-kadang aku dikagetkan dengan kebaikannya dia sih."

Mendengar jawaban Mia, Rangga tersenyum kecil namun tidak dengan menatap Mia.

"Kenapa, salah yaa?" Tanya Mia karena tidak mendapat balasan dari Rangga.

"Iya, kamu sangat salah. Aku nggak sebaik yang kamu kira," ujar Rangga sambil menundukkan kepalanya supaya sejajar dengan wajah Mia.

Mia tersipu malu, dan mengalihkan pandangannya dari Rangga. "Tapi yang aku tahu kamu kayak gitu, dan kamu termasuk tipe cowok yang aku idam-idamkan." Suara Mia memelan.

Sebenarnya Rangga sudah merasa kalau Mia mulai tertarik padanya, tapi Rangga masih tidak bisa berbuat apa-apa karena Mia masih belum mengatakan yang sejujurnya padanya. Bisa jadi itu juga hanya sekedar perasaannya saja.

"Masuklah," akhirnya Rangga hanya bisa berkata seperti itu, tapi ia masih belum beranjak dari posisinya sekarang, ia masih mensejajarkan kedua matanya dengan kedua mata Mia.

"Kamu juga masuklah," suaranya terdengar malu-malu.

Kali ini Rangga yang menganggukkan kepalanya sambil tersenyum lebar. Setelah itu Mia meninggalkan sosok Rangga di belakangnya, dan segera masuk ke rumah dengan perasaan yang sangat berbunga-bunga.

Setelah melihat Mia sudah benar-benar masuk ke rumahnya, Rangga pun juga masuk ke rumahnya sendiri. Baru saja Rangga selangkah memasuki rumahnya, Rangga dikejutkan dengan sosok Radit yang sedang menatapnya dengan tatapan garang sambil mengepalkan kedua tangannya.

"Kalo elo berani-berani deketin Mia, gue nggak bakal maafin elo." Radit sudah sangat yakin dengan perasaan Mia sekarang. Radit mendengar semua percakapan Rangga dengan Mia tadi.

Rangga terkesiap karena takut Radit akan tiba-tiba memukulnya, meskipun dirinya sangat mengenal Radit yang tidak akan memukul seseorang dengan sembarangan, tapi melihat raut wajahnya saat ini, Radit terlihat bisa saja memukul Rangga dengan keras. "Tenang man, gue kan udah bilang, gue nggak suka sama Mia," Rangga mencoba menenangkan kembarannya sambil masih berusaha menjauh dari Radit.

Radit tidak membalas ucapan Rangga, ia hanya menatapi Rangga dengan serius. Dan dari situ, Radit bisa tahu kalau Rangga memang sungguh-sungguh saat mengatakan kalau dirinya tidak menyukai Mia.

Tapi tetap saja, Mia suka denganmu, batin Radit. Memikirkan tentang fakta itu, membuat perasaan Radit semakin sakit.

Radit memejamkan kedua mata sejenak untuk menenangkan perasaannya. Setelah merasa perasaannya sudah mulai membaik, Radit membalikkan badannya untuk masuk ke rumahnya dan meninggalkan Rangga di belakangnya.

Baru beberapa langkah, Radit kembali membalikkan badannya menghadap Rangga yang kembali terkesiap. "Elo juga jangan terlalu baik sama dia, atau kalau nggak dia bakal naruh harapan ke elo, dan akhirnya elo bakal nyakitin perasaan dua orang." Ucap Radit dengan tegas. Setelah itu Radit melanjutkan langkah kakinya lagi tanpa menoleh ke arah Rangga.

"Ternyata elo benar-benar mencintai Mia," ujar Rangga dengan suara yang pelan.

***

Keesokan harinya, ketika matahari belum benar-benar terbit, Radit sudah siap di depan rumah Mia. Radit menunggu dengan sabar kemunculan sosok Mia, ia berniat kembali mengantar Mia ke kantornya seperti beberapa hari yang lalu. Radit sudah tidak peduli dengan omongan orang lain, atau anggapan Mia seperti apa, yang ia pikirkan hanya dirinya tidak mau Mia akhirnya akan memilih Rangga daripada dirinya.

Saat Radit sedang membenarkan tali sepatunya yang terlepas, pintu rumah Mia terbuka lebar dan keluarlah sosok Mia. Mia sebenarnya sudah melihat Radit saat ia membuka pintu, tapi Mia mengabaikannya, Mia semakin menghiraukan Radit saat berjalan di depannya.

"Cuek amat," kata Radit dengan kesal.

Mia menoleh ke belakang. "Kenapa?"

"Aku mau antar kamu." Kata Radit blak-blakan.

"Emang kamu nggak sibuk?" Mia ingin segera menolak tawaran Radit, namun karena Mia masih punya sopan santun, jadi ia bertanya seperti itu terlebih dulu.

"Nggak." Jawab Radit sambil langsung mengulurkan sebuah helm ke arah Mia.

"Kamu nggak kuliah?" Mia masih berusaha berkelih.

"Ini aku mau ke kampus sekalian," Radit memang berniat mau sekalian ke perpustakaan yang ada di kampusnya.

Mia mengalihkan pandangannya dari Radit dan menundukkan kepalanya sejenak. "Ya udah kalo gitu," akhirnya mau nggak mau Mia menerima tawaran bisa dibilang paksaan Radit. Mia berjalan mendekati motor Radit, Radit sudah duduk di atas motornya. Radit tersenyum kecil melihat Mia berjalan mendekatinya.

Mia naik ke atas motor Radit dengan berpegangan ke bahu Radit. "Besok nggak usah nungguin aku atau nganterin aku lagi." Kata Mia dengan suara yang tegas.

Namun sepertinya Radit tidak mau menuruti ucapan Mia. "Iyalah, besok kan hari libur," canda Radit.

"Beneran." Karena motor sudah melaju dengan cepat, jadi Mia harus meninggikan suaranya, dan kekesalannya semakin terdengar jelas.

"Emang kenapa?" Tanya Radit sungguh-sungguh.

Mia tidak langsung menjawabnya, ia terdiam dulu sebentar. "Nggak usah pura-pura baik ke aku, kalau ujung-ujungnya nantinya kamu bakal jahilin aku lagi." Jawab Mia jujur.

"Emang aku cuma pura-pura?" Radit bertanya karena ia benar-benar tidak menduga selama ini Mia menganggapnya hanya berpura-pura.

"Terus apa kalo kamu nggak sekedar pura-pura?" Balik tanya Mia.

Radit menghelakan napasnya pelan. "Aku tulus tahu," Radit meyakinkan Mia.

Karena mendapat respon yang serius dari Radit, Mia jadi tidak tahu harus menjawabnya seperti apa, jadi dirinya hanya diam, namun Mia masih meragukan ucapan Radit.

Selama beberapa menit kemudian, Radit dan Mia saling diam, lalu Radit memecah keheningan itu. "Terus kenapa kamu nggak pernah menganggap Rangga juga cuma pura-pura baik ke kamu? Kenapa kamu merasa Rangga memang benar-benar tulus?" Motor sudah mulai mendekati kantor Mia.

Mia tidak langsung menjawab pertanyaan mendadak yang datang dari Radit itu, ia masih memutar otaknya untuk mencari jawaban yang tepat.

"Karena Rangga nggak pernah jahilin aku," Mia sendiri sebenarnya merasa jawabannya terlalu kekanakkan.

Radit tertawa sinis. "Bukankah itu bukan satu-satunya alasan, aku yakin alasan utamanya bukan itu," suara Radit terdengar sangat yakin.

Radit terdiam sejenak, ia masih memikirkan apakah sebaiknya ia menanyakan pertanyaan yang sudah bersarang di pikirannya selama ini ke Mia, atau tidak. Setelah berdebat dengan pikirannya sendiri, akhirnya Radit menanyakan pertanyaan itu. "Apa kamu menyukai Rangga?" Tepat saat itu Radit menghentikan motornya, karena sudah sampai di depan kantor Mia.

Mia membelalakkan kedua matanya, tapi bukan karena mendapat pertanyaan yang mengagetkan seperti itu, namun lebih karena Mia merasa heran, apakah sangat kentara kalau Mia menyukai Rangga, sampai Radit menyadarinya.

"Kenapa kamu sampai kaget seperti itu?" Tanpa Mia sadari, Radit sudah turun dari motornya dan sedang menatapnya.

Lamunan Mia buyar. "Bukan urusanmu." Jawab Mia ketus.

Sakit hati Radit kembali timbul, namun Radit berusaha menahannya karena ia merasa sudah terlalu mencintai Mia. "Tentu itu urusanku," Radit hampir saja keceplosan mengatakan kalau dirinya menyukai Mia, tapi untungnya mulutnya bisa mengerem di waktu yang tepat. "Rangga itu kembaranku." Lanjut Radit akhirnya.

Mia melepas helmnya dan menyerahkan ke Radit. "Tapi tetap saja bagiku itu bukan urusanmu." Kata Mia dan langsung meninggalkan Radit masuk ke kantornya.

Radit masih belum beranjak dari tempatnya, bahkan setelah Mia sudah hilang dari pandangannya. Radit sangat putus asa saat ini karena dirinya merasa tidak dianggap sama sekali oleh Mia, Radit merasa Mia hanya menganggap kehadiran Rangga, dan tidak menganggap kehadirannya. Dan dari jawaban Mia tadi, Radit sekarang sangat yakin kalau Mia memang benar-benar menyukai Rangga. Hal itu juga membuat Radit putus asa.

Meskipun bagimu itu bukan urusanku, tapi bagiku itu sangatlah berpengaruh. Ucap Radit di dalam hatinya.

***

Sore harinya, Radit tidak menjemput Mia, tapi ia sengaja menunggu kepulangan Mia di depan gang. Radit menunggu cukup lama sampai sosok Mia muncul di hadapannya.

"Mau apa lagi?" Mia terlihat seperti merasa terganggu dengan kehadiran Radit.

"Nungguin kamu," Radit sudah tidak mau menutup-nutupi fakta tentang dirinya yang menyukai Mia.

"Ngapain?" Tanya Mia lagi, tapi Mia semakin mendekat ke arah Radit, pertanda Mia tidak benar-benar cuek.

"Kalo nggak mau ya udah," Radit kembali naik ke motornya dan menyalakan motornya.

Dengan cepat Mia menyelanya. "Bukan begitu," Mia sendiri terkesiap dengan reaksinya sendiri. "Aku kan cuma tanya," ucap Mia kemudian dengan mengerucutkan bibirnya. Melihat ekspresi wajah Mia yang seperti itu, Radit tidak bisa menyembunyikan senyumannya.

Namun sepertinya Mia menyalahartikan senyuman Radit, karena Mia langsung berkata, "Karena aku udah capek, makanya aku nerima tawaran kamu." Mia membela diri.

Keinginan Radit untuk menggoda Mia kembali muncul. "Emang aku nawarin apa?" Katanya di sela-sela suara mesin motornya yang masih menyala.

Mia menaikkan kedua alisnya, dan ekspresi wajah kesalnya kembali muncul, namun Radit semakin merasa gemas. "Ya udah kalo gitu," katanya ketus.

Mia berjalan menjauhi Radit, melihat Mia meninggalkannya dengan cepat, Radit pun dengan segera mematikan motornya kembali dan mengejar Mia.

"Kalo udah setuju, jangan tiba-tiba batalin seenaknya sendiri gitu dong." Mia belum pernah mendengar nada suara selembut ini dari diri Radit sebelumnya.

Mia sempat terdiam, karena merasa dirinya salah orang ketika mendengar nada suara Radit barusan, namun setelah Mia mengamati lebih teliti lagi, Mia tidak salah orang seperti yang dikiranya.

"Kenapa?" Tanya Radit ketika melihat Mia sedang mengamatinya dengan serius.

Mia tersadar dan langsung malu karena ketahuan sedang mengamati Radit dengan serius.

Tidak mendapat jawaban dari Mia, Radit kembali berkata, "Kamu mengira sedang berhadapan sama Rangga?" Anehnya Radit bisa langsung mengerti arti tatapan Mia, seolah-olah ia bisa membaca pikiran Mia, dan lebih anehnya lagi, Mia bukannya menyangkal, tapi ia malah membeku ditempatnya.

Radit tertawa karena tebakannya benar, meskipun Mia tidak menjawabnya. "Kamu nggak salah orang, aku bukan Rangga." Kata Radit di sela-sela tawanya. "Kamu nggak tahu aja kalo dalam diriku ada sisi lembutnya," Radit kembali menggoda Mia, ia mendekatkan tubuhnya ke arah Mia.

Seketika itu juga, perasaan malu yang dari tadi bersarang di dalam diri Mia, hilang dan berganti menjadi perasaan kesal dan heran. Bagaimana bisa tingkah dan sikap seseorang bisa berubah secepat ini, batin Mia. Mia jadi menyesal tadi sudah mengira Radit adalah Rangga.

Tanpa membalas ucapan Radit, Mia mendorong tubuh Radit untuk menjauh darinya dan mengarahkannya ke motornya yang berada tidak jauh dari mereka berdua. Radit naik terlebih dulu ke motornya dan menyalakan mesinnya lagi, baru setelah itu Mia ikut naik.

Radit sengaja mengendarai motornya dengan pelan, karena ia ingin bersama dengan Mia lebih lama. Radit dan Mia saling diam, dan itu membuat Radit berpikir kalau Mia sedang marah padanya lagi. "Kamu marah?" Tanyanya.

"Nggak," jawab Mia cepat. "Kenapa?" Tanya Mia kemudian.

"Kamu kok diam aja," kata Radit.

"Biasanya juga kamu yang banyak omong," kata Mia.

Radit tertawa mendengar ucapan Mia, karena apa yang diucapkan Mia memang benar. Setelah itu mereka kembali terdiam, bahkan sampai motor sudah berhenti di depan rumah Mia.

Saat Mia turun dari motor, pagar rumah Radit terbuka, dan keluarlah sosok Rangga yang sedang membawa kantong besar berisi sampah. Seketika itu juga Radit menoleh ke arah Mia yang sedang menatap ke arah Rangga dengan ekspresi wajah berseri-seri. Radit merasa iri pada Rangga karena dirinya belum pernah mendapat tatapan seperti itu dari Mia, cewek yang ia cintai.

"Hai!" Sapa Mia, ia tidak bisa menyembunyikan perasaan bahagianya, sehingga suaranya terdengar sangat antusias.

Rangga tidak langsung membalas sapaan Mia, ia berjalan menuju tempat sampah terlebih dulu untuk menaruh kantong yang sedang dibawanya. Setelah itu baru Rangga menoleh dan menatap ke arah Mia, namun Rangga membalas sapaan Mia hanya dengan anggukan kepala dan senyuman. Kemudian Rangga kembali masuk ke rumahnya.

Raut wajah Mia berubah menjadi bingung, ia sempat bengong selama beberapa detik. Mia merasa Rangga berbeda dengan Rangga yang ia kenal, ia jadi merasa salah orang lagi.

"Dia Rangga beneran kan?" Mia menanyakan pertanyaan konyol itu pada Radit.

Radit tertawa terbahak-bahak. "Menurutmu?" Radit menyerahkan jawabannya pada Mia sendiri.

Mia menoleh ke Radit. "Kamu Rangga, dan Rangga itu kamu," karena pikiran Mia sedang tidak bisa bekerja dengan baik, jadi dirinya langsung mengeluarkan ucapan itu tanpa berpikir terlebih dahulu.

"Berarti sekarang kamu udah tahu kan, Rangga tidak sebaik yang kamu kira, dan aku tidak seburuk yang kamu kira." Setelah mengucapkannya, Radit merasa tidak enak pada Rangga.

Mia tidak menjawab perkataan Radit, ia hanya menghelakan napasnya. Tanpa pamit pada Radit, Mia berjalan menuju rumahnya.

"Kenapa, kamu kecewa karena Rangga tiba-tiba berubah dingin ke kamu?" Tanya Radit saat Mia sudah membalikkan tubuhnya dan membelakangi Radit. Saat Mia memperlihatkan gestur akan menoleh ke arah Radit kembali, dengan cepat Radit berkata, "Jawab dengan posisimu seperti itu aja, tidak usah menoleh ke arahku."

"Aku nggak kecewa," Mia menjawabnya dengan suara yang tidak meyakinkan. Setelah cukup lama Mia tidak mendengar suara Radit lagi, Mia pun melangkahkan kakinya kembali menuju rumahnya.

"Apa kau menyukai Rangga?" Radit kembali menanyakan pertanyaan yang tadi sudah ia tanyakan dengan menggertakkan giginya untuk menyembunyikan perasaan campur aduknya.

Mendapat pertanyaan itu kembali dari Radit, Mia dengan segera menoleh ke arah Radit dan itu berarti ia tidak menuruti perintah Radit yang mengatakan supaya tidak menoleh ke arahnya.

Cukup lama Mia menatap langsung ke arah kedua mata Radit, ia ragu untuk menjawabnya. Namun tatapan mata Radit seperti menghipnotis Mia untuk menjawab pertanyaan Radit dengan jawaban yang jujur.

"Iya, kurasa aku menyukainya." Jawab jujur Mia dengan suara yang pelan, namun cukup bisa didengar oleh Radit.

Radit membelalakkan kedua matanya, ia merasa seolah-olah ada sebongkah batu yang jatuh menimpa jantungnya. Meskipun Radit sudah bisa menduga akan hal itu, tapi tetap saja mendengar pengakuan itu langsung dari mulut Mia sendiri, membuat perasaannya semakin sakit.

Saat Radit akan memberitahu Mia kalau Rangga sudah memiliki pacar yang bernama Andini, Radit melihat Mia sudah membalikkan tubuhnya lagi dan berjalan menuju ke rumahnya tanpa menoleh ke belakang lagi. Radit bisa melihat Mia juga sedang merasakan sakit hati, karena Mia berjalan dengan menundukkan kepalanya dan menyeret kedua kakinya, namun Radit yakin sakit hati yang dirasakan Mia tidak separah sakit hati yang dirasakan Radit sekarang ini.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status