Share

Best Friend With Benefits Part 4

Bagi wanita tidak ada masalah kecil ataupun besar, semua masalah dianggap adalah masalah besar, itu pemikiran Adam selama ini. Apalagi ia yang hidup lebih dari tiga puluh tahun bersama sang Mama dan Papa. Adam memilih tetap tinggal di rumah orangtuanya karena adiknya tinggal bersama sang suami, kini hanya ia saja tempat kedua orangtuanya mencurahkan perhatian dan sekaligus juga meluapkan rasa jengkelnya jika tingkah Adam membuat mereka mengelus dada. Tiada hari tanpa omelan dari Mama. Tiga hari bersama Shara pun walau tidak mendapatkan omelan dari sang Mama, namun Adam tetap mendapatkan omelan dari Shara.

"Sumpah ya, Nyet Lo bikin gue jadi malu," omel Shara berkali kali sejak mereka memasuki mall sejam yang lalu.

"Emang kenapa sih, Bi? Cuek ajalah, lagian kita makan juga bayar, bukan minta."

Shara menghela nafasnya dan memutar kedua bola matanya.

"Nyet, tiap gue angkat kedua tangan gue buat makan, ketiak gue juga ikutan mangap."

"Bagus, tinggal Lo suapin aja sekalian, biar kenyang," kata Adam santai lalu ia kembali melanjutkan mukbangnya.

Shara memilih menutup mulutnya dan mulai makan. Namun sungguh pemandangan di depannya membuatnya ingin melempar Adam dengan piring yang ia gunakan untuk makan.

"Ngi, lihat nih, enak banget, Ngi. Di sana mana ada sambal beginian. Nih, nih, nih, colek...nampol rasanya."

Shara memohon dalam hati agar Tuhan memberikan dirinya kekuatan untuk menghadapi Adam. Sungguh, satu-satunya pria yang ia blacklist untuk menjadi suaminya adalah Adam. Walau Adam sempurna bagi orang di luar sana, namun bagi Shara, Adam bukanlah sosok lelaki idamannya.

"Ngi, udah ya, gue doain Joe cepetan bisa bikin Lo bunting. Kalo Lo bunting, ponakan gue nambah lagi. Bye, Ngi," setelah mengatakan itu semua, Adam menutup video tersebut dan segera mengirimkannya kepada sepupunya, Angi.

Shara hanya menatap Adam sambil memainkan sendok yang ada di tangannya. Pikirannya sudah berkelana memikirkan masa depannya yang baru saja kandas. Impiannya untuk segera berumah tangga pupus sudah. Ia tak pernah menyangka Angi yang sudah mengikrarkan diri untuk melajang seumur hidup setelah Raja meninggal dunia justru menikah lebih dulu daripada dirinya maupun Adam. Bagi Shara, Angi cukup beruntung karena akhirnya bersanding dengan Joe yang notabennya benar-benar telah memperjuangkannya hingga titik darah penghabisan. Joe yang Agnostik bisa menjadi seorang mualaf dengan proses yang panjang. Sungguh, pahala Angi tidak bisa di hitung dengan jari menurut Shara.

"Bi, Lo ngapain sih melamun?"

Shara menghela nafas dan menggelengkan kepalanya.

"Cerita sama gue, Lo ada apa?"

"Cuma lagi mikirin Angi."

"Lo kangen?"

"Kangen iya, tapi lebih ke bagaimana beruntungnya hidup Angi. Setelah ditinggal Raja berpulang lebih dulu, dia justru menikah sama Joe. Joe sempurna gitu kan jadi laki-laki apalagi jadi suami. Idaman para wanita yang mengagungkan duit apalagi punya suami se-hot Joe."

Kini Adam menatap Shara lekat-lekat. Sungguh wajah Shara semakin terlihat tirus setelah putus cinta dengan Dion. Itu semua terkesan mengenaskan bagi Adam.

"Lo suka sama Joe?"

"Suka," jawab Shara singkat yang langsung mendapatkan tatapan nyureng dari Adam. Bukannya takut, Shara justru tertawa cekikikan.

"Gue suka sama dia itu sebagai teman aja. Apalagi dia suami sahabat gue. Inget Gimana dia curhat sama gue karena Angi selalu cuek ke dia dan nggak pernah anggap dia ada apalagi nyata."

"Lo mau punya suami kaya Joe?"

"Ya maulah, siapa yang nolak punya suami seseksi itu, saldonya no limit di rekening. Munafik sih kalo gue bilang perempuan nggak suka sama duit. Okay, mungkin nggak secara langsung dia suka sama duit, tapi realistis aja, kita ke salon, ke klinik kecantikan, beli baju, bahkan kita nongkrong di mall juga butuh duit minimal buat bayar parkir."

"Masalahnya yang modelan kaya Joe nggak akan mau sama Lo."

"Sok tau Lo, Nyet. Lo nggak lihat gue cukup cantik, gue berotak dan satu lagi, gue termasuk gaul karena kadang gue ngeDJ juga."

"Kalo lo merasa semua itu kelebihan Lo, kenapa Lo mesti nangis cuma karena Dion mutusin hubungan kalian? Dunia itu luas Bi, Lo bisa dapatin yang lebih baik dari Dion."

"Kalo lebih kaya ada nggak ya, Nyet?"

"Ada dan banyak malahan yang lebih kaya dari Dion. Masalahnya cuma satu, mereka yang lebih dari Dion itu mau nggak sama Lo," kata Adam yang membuat Shara mendelik. Melihat Ekspresi Shara yang sudah seperti ikan buntal, Adam tertawa cekikikan.

"Lo ya, Nyet. Awas aja Lo, gue bales nanti," kata Shara sambil berdiri dari posisi duduknya.

"Mau ke mana Lo?" Tanya Adam sambil melihat Shara yang sudah mulai berjalan meninggalkan meja.

"Pulang."

Kini setelah Shara meninggalkan Adam, ia memilih menunggu Adam di luar restoran. Biarkan Adam yang membayar semuanya. Di saat ia sedang menunggu Adam, tiba-tiba mata Shara menangkap sosok sang mantan pacarnya sedang berjalan dengan seorang wanita yang menggunakan dress merah. Mata Shara masih terus memperhatikan sepasang anak manusia itu yang kini telah masuk ke sebuah butik sepatu wanita. Shara cukup tau bagaimana Dion yang sangat menyukai wanita modis serta feminim. Entah kenapa air matanya menetes. Apakah secepat itu Dion melupakannya dan melupakan hubungan mereka yang sudah lebih dari 10 tahun. Kenapa juga matanya yang minus satu ini seharusnya buta dan tidak melihat ini semua. Sungguh hatinya merasa teriris iris. Dion yang masih gagah, tampan dan modis benar-benar pria metroseksual yang sempurna untuk Shara. Namun sayang, hubungan yang sudah mereka jalin selama ini pupus ditengah jalan begitu saja. Shara mengomel tiada henti di dalam hatinya. Seharusnya ia tadi datang ke mall dengan pakaian yang lebih layak sehingga jika terjadi hal di luar kontrolnya seperti ini, ia masih memiliki taring untuk menemui Dion bersama wanita itu.

Adam yang baru saja keluar dari restoran, langsung melihat Shara yang sudah berdiri diam terpaku, namun sorot matanya fokus menatap butik sepatu di depannya. Adam mencoba mengikuti arah mata Shara. Kini Adam tau apa yang terjadi saat ini. Ternyata Shara sedang melihat Dion dengan wanita lain. Adam cukup shock sama dengan Shara karena ia tau bagaimana Dion menyanyangi Shara selama mereka berpacaran. Bahkan Dion juga rela menuruti semua keinginan Shara, tapi kenapa secepat ini ia melupakan sahabatnya.

"Shar," panggil Adam dengan menyebut nama Shara dengan benar, tanda bahwa ia sedang serius.

"Ya. Lo bisa lihat kan, Dam. Ternyata bukan masalah keyakinan yang membuat dia mutusin gue, tapi karena dia sudah punya mainan baru. Sekarang kita pulang aja." Ajak Shara sambil mencoba berjalan namun Adam mencekal pergelangan tangannya.

"Wait. Lo berhak dapat penjelasan yang lebih masuk akal dari dia. Kita datangi mereka sekarang?"

Shara menggelengkan kepalanya dan ia berusaha tegar menghadapi ini semua.

"Sekarang gue nggak mampu, Dam. Lo lihat kondisi gue nggak sedap di pandang mata begini."

Adam memperhatikan Shara dari ujung rambut hingga ujung kaki dan akhirnya ia menganggukkan kepalanya. Kali ini ia setuju dengan pendapat Shara. Shara sedang dalam kondisi yang tidak siap untuk berperang. Akhirnya Adam merangkul Shara dan mengajaknya untuk berjalan keluar dari mall. Tanpa mereka sadari, ternyata ada sepasang mata yang memperhatikan mereka berdua dari jauh. Mata Dion yang sebenarnya sejak tadi sudah menyadari kehadiran Shara namun ia tidak bisa menghampirinya karena ada Alexandra di dekatnya. Dalam hatinya, Dion masih bisa merasakan apa yang di rasakan oleh Shara, namun ia juga tidak bisa membohongi hatinya jika ia tidak bisa mengikuti keyakinan Shara. Belum lagi adat istiadat mereka yang sangat berbeda.

Sepanjang jalan menuju ke parkiran Shara berusaha menahan air matanya, namun saat ia sudah berada di dalam mobil, ia sudah tidak bisa menahan tangisannya. Ia tumpahkan semua rasa sakitnya dengan tangisan dan sesekali teriakan. Adam yang sedang menyetir di sebelahnya hanya bisa diam dan sesekali mengelus bahu kanan Shara dengan tangan kirinya seolah memberi kekuatan kepada sang sahabat.

"Kenapa harus gue, kenapa? Apa sih kurangnya gue buat Dion?" Kata Shara dengan berapi api di sela-sela tangisannya.

Adam hanya bisa menghela nafas dan tak menjawab sepatah katapun. Bahkan saat mereka sudah sampai di depan rumah Shara, Shara langsung keluar dari mobil dengan membanting pintu mobilnya. Adam bahkan sempat kaget ketika Shara membanting pintu mobil. Melihat Shara yang masuk begitu saja tanpa berniat membukakan pintu pagar halaman rumahnya, mau tidak mau Adam keluar dari mobil dan membukanya sendiri.

Saat Adam baru saja memasukkan mobil SUV milik Shara, tiba-tiba ia mendengar handphonenya berdering. Saat ia melihat nama si penelepon, Adam benar benar ingin membanting handphonenya. Bagaimana bisa Dion dengan kepercayaan diri yang setinggi Semeru itu bisa meneleponnya tanpa memiliki rasa bersalah. Andai membunuh orang tidak masuk tindakan kriminal, tentu saja Adam sudah membunuh Dion sejak kemarin. Lebih tepatnya sejak Shara mengurung diri dan tidak keluar dari kamar.

Penasaran dengan apa yang akan di katakan oleh Dion, Adam akhirnya mengangkat telepon tersebut.

"Hallo?" Sapa Adam tanpa berniat beramah tamah.

"Hallo. Lo masih sama Shara?"

Adam menyunggingkan senyum sinisnya. "Ngapain Lo tanya-tanya tentang Shara. Dia sekarang sudah bukan pacar Lo lagi."

Adam bisa mendengar di ujung telepon Dion mendengus.

"Gue tau dia bukan pacar gue lagi. Gue cuma mau tanya apa dia baik-baik aja sepulang dari mall?"

"Dari mana Lo tau kita baru aja pulang dari mall?"

"Dari awal gue tau Shara ada disana. Tapi kayanya dia belum siap ketemu sama gue lagi, makanya gue tanya sama Lo, apa di baik-baik aja?"

Kini giliran Adam yang menghela nafas.

"Dia dalam keadaan baik-baik aja dan akan lebih baik lagi kalo Lo jangan pernah muncul di depannya. Sekali aja gue tau Lo bikin dia nangis lagi, gue nggak akan segan-segan membuat perhitungan sama Lo," kata Adam dengan tegas lalu ia menutup teleponnya.

Tanpa Adam sadari dari balkon lantai dua, Shara bisa mendengarkan percakapannya dengan Dion. Kini setelah Adam menutup teleponnya, Shara segera masuk ke dalam kamarnya kembali. Kini salah satu hal yang ia syukuri adalah dirinya memiliki Adam untuk teman berbagi segala rasa, bahkan Adam tidak segan-segan membelanya di depan Dion.

***

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Moelyanach Moelyanach
suka, pkknya suka titik
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status