"Mustahil." Isla menatap ke luar jendela dengan pandangan yang tak percaya.
"Isla!" Teresa menatap Isla yang secara tiba-tiba keluar dari kelas. "Isla!" panggilnya sekali lagi, namun Isla sama sekali tak menggubrisnya dan gadis itu dengan cepat menghilang dari pandangan Teresa.
Satu per satu anak tangga Isla turuni dengan langkah terburu-buru dan sepanjang jalan murid-murid sudah mulai memenuhi koridor, membuat Isla menelan ludah. Kejadian di luar tentu saja bukan fenomena alam biasa, ia tahu betul, pasti ada dalang di balik semua ini.
Kedua kaki Isla menyentuh permukaan rumput yang kini sudah mulai memutih secara perlahan, dengan pandangan yang menatap ke sekitar, berharap ia akan segera menemukan seseorang namun hasilnya nihil.
Selang beberapa detik kemudian sebuah batangan es yang menyerupai stalaktit, persis yang ia temui di Trollehallar melewati wajahnya sebelum akhirnya menancap di atas permukaan tanah tepat di sebelah sepatunya.
"Isla kau tak apa?" Teresa menghampiri Isla yang terduduk di luar.Kedua mata milik Isla lalu menatap ke sekitar dan mendapati dirinya yang sudah berada di depan lobi sekolanya, padahal jelas-jelas kalau dirinya berada di atap beberapa saat yang lalu."Kau baik-baik saja? Aku mendadak khawatir karena kau tiba-tiba berlari keluar dari kelas jadi aku menyusulmu ke sini," ujar Teresa seraya membantu Isla berdiri."Kau tidak melihat siapa-siapa tadi?" tanya Isla.Kepala Teresa menggeleng, "Aku hanya melihatmu di sini dan kau sudah terduduk di atas permukaan tanah jadi aku semakin panik karena berpikir kalau telah terjadi sesuatu padamu.""Tidak mungkin, padahal jelas-jelas kalau aku tadi berada di atap bersama dengan dua pria itu," batin Isla.Tunggu!"Saljunya sudah berhenti?" Isla baru menyadari kalau salju yang tadu berjatuhan itu kini sudah tak ada lagi, membiarkan salju yang sudah mencapai permukaan bumi
"Aku pulang." Isla memasuki rumahnya dan ia langsung merebahkan tubuhnya di atas permukaan sofa dengan kedua mata yang langsung ia pejamkan.Namun selang beberapa detik setelahnya gadis itu kembali membuka kedua matanya saat menyadari kalau rumahnya dalam keadaan yang begitu sepi, beda seperti biasanya.Isla langsung meletakkan tasnya asal dan gadis itu pergi ke dapur dan ibunya tak ada di sana."Rhys?" panggilnya seraya memeriksa setiap sudut ruangan namun ia tak menemukan anjing di sana. Ia beberapa kali memanggilnya sebelum akhirnya naik ke atas dan memeriksa kamarnya."Rhys?" Kamarnya dalam keadaan kosong, tak ada Rhys di sana. Lalu berjalan menuju jendelanya dan melihat ke luar namun Rhys tak ada di sana. "Ke mana dia? Apa dia kembali ke Trollehallar sendirian?" gumamnya. Ia lalu kembali keluar dari kamar untuk memeriksa di belakang rumah."Apa dia sedang pergi dengan ibuku?" gumam Isla, namun rupanya dugaannya kali ini salah, kare
Kedua mata Isla terbuka dan ia mendapati dirinya sudah berada di halaman belakang rumahnya kembali, namun tanpa Rhys. Ia mengedarkan pandangannya ke sekitar dan benar-benar tak menemukan pria itu di sana."Rhys!" panggilnya, namun nihil. Ia tak mendengar adanya suara Rhys di sana."Rhys!!" Isla berlari memasuki rumahnya untuk memastikan keberadaan Rhys namun pria itu benar-benar tak ada di sana.Rhys sengaja membawa dirinya ke tempat tadi hanya untuk memancing Kai dan juga Hugo, baru setelah itu ia kembali membawa Isla pulang, namun ia sendiri memilih bertahan di sana."Kenapa dia harus berada di sana sendirian? Itu terlalu ceroboh! Aku tahu mereka adalah teman-temannya tapi— tapi mereka terlalu berbahaya!" Isla mencoba memikirkan sesuatu. Ia bahkan tidak tahu di mana tempat tadi. Apa itu salah satu tempat di Betelgeuse? Lalu bagaimana caranya dia ke sana? Apa dia memakai mesin waktu?Isla tak bisa berpikir dengan benar. Ia harus
Rhys menatap semua makanan yang ada di atas meja. Ia tak banyak makan makanan lain selain yang diberikan oleh Isla padanya, namun kali ini, secara mengejutkan Maria menawarkan makan malam padanya setelah wanita itu mengetahui semua tentangnya."Maaf karena aku hanya memberikan makanan kecil dan juga sosis. Kau pasti akan menyukai masakan ibuku, rasanya enak sekali, makanlah. Aku dan ibu sudah makan tadi," ujar Isla."Te-terima kasih." Rhys menerima piring yang diberikan oleh Maria padanya."Kau harus makan banyak agar bisa cepat sembuh," ujar Maria. Ia memperhatikan Rhys yang kesulitan memegang sendok karena bahu yang cedera."Isla, kau bisa bantu Rhys makan, kan? Kurasa dia sedikit mengalami kesulitan karena luka di bahu dan lengannya."Kedua mata Isla berkedip dua kali. "A-apa?""Tidak perlu, aku bisa melakukannya sendiri—""Tidak, tidak. Kau pasti harus menahan rasa sakit dan itu tidak bagus. Isla, sana bantu Rhys. Aku
Isla berlari melewati gerbang sekolahnya dengan tergesa. Pagi ini gadis itu benar-benar datang terlambat karena ia semalaman tak bisa memejamkan kedua matanya, membuatnya harus repot-repot berdoa sepanjang perjalanan menuju sekolah, berharap kalau bel jam pertama belum berbunyi dan guru yang bertugas mengajar di kelasnya belum datang.Kedua kaki Isla berhenti sejenak di salah satu koridor yang mengarah ke kelasnya. Gadis itu berbalik dan menatap ke belakang saat merasa ada seseorang yang memperhatikannya namun ia tak menemukan siapa-siapa di sana."Mungkin hanya perasaanku saja," gumamnya sebelum benar-benar memasuki kelas."Kau terlambat lagi, Isla. Ada apa?" Teresa memutar kursinya ke belakang dan menatap Isla yang masih kepayahan dalam mengatur napasnya."Aku tak bisa tidur semalaman," jawab Isla seraya meletakkan tasnya di atas meja."Aku tadi sempat bertemu dengan Alex dan dia berkata padaku kalau semalam kalian tidak jadi pergi. A
"Lantas jika aku memberikan buku itu sekarang padamu, apa yang akan aku dapatkan sebagai imbalan?"Salah satu tangan Isla sudah meraih salah satu buku yang ada di balik punggungnya dan bersiap melemparnya tepat ke wajah Tao, berjaga-jaga jika pria yang berada di hadapannya itu akan melakukan sesuatu padanya."Semua ini bukankah untuk kebaikanmu juga? Kau tidak seharusnya meminta imbalan!" ujar Isla. Ia sudah hampir melemparkan buku di tangannya namun pintu perpustakaan yang tiba-tiba saja terbuka membuatnya dan Tao menoleh.Kedua mata Isla terkejut saat melihat Rhys yang ada di sana. Pria itu langsung menghampiri kedua orang itu dan menarik Isla ke belakang."Jangan pernah melakukan apapun padanya!" tegas Rhys.Isla hanya menurut saja saat Rhys menariknya pergi dari sana. Ia bahkan tak habis pikir kalau pertemuan mereka kali ini tak lagi berakhir dengan perkelahian, karena Tao bahkan tak melakukan serangan apa-apa. Pria itu bahkan terli
Hujan gerimis membuat udara di luar terasa agak dingin sore ini. Hal ini dimanfaatkan oleh sebagian orang-orang yang berada di rumah untuk bersantai dan melakukan aktivitas di dalam rumah.Isla tengah belajar di kamarnya karena ia harus menghadapi tes besok, sementara Maria membaca sebuah majalah di lantai bawah.Rhys yang kini berada di kamar milik Isla itu hanya menatap gerimis di luar sana dengan es krim di tangannya."Udara sudah berubah dingin dan kau masih saja memakan es krim?" Isla meletakkan pulpen miliknya ke atas permukaan buku dan memutar kursinya menghadap Rhys yang duduk di atas ranjangnya."Aku tidak merasa dingin," jawab Rhys polos dengan salah satu pipi yang penuh dengan es krim."Kau memang aneh." Isla menggelengkan kepalanya lalu memutar kembali kursinya dan kembali belajar."Aku melihat sesuatu di TV tadi siang bersama ibumu. Katanya hutan yang bernama Trollehallar itu mengalami kebakaran, padahal
Pagi ini Isla olahraga di sekitar komplek rumahnya. Di tengah perjalanan, gadis itu melihat seekor anjing putih berjenis samoyed yang duduk di bawah sebuah pohon."Rhys?" gumam Isla. Ia sempat ragu, namun pada akhirnya gadis itu mendekati anjing itu untuk memastikannnya sendiri."Rhys?" panggilnya pelan namun anjing itu hanya menatapnya tanpa minat. Isla menatap kedua mata milik anjing itu dengan saksama dan ia menghela napas setelahnya. Rupanya itu bukanlah Rhys."Bisa-bisanya aku masih terpikir kalau Rhys masih mengubah wujudnya jadi anjing, padahal sekarang pria itu bisa pergi ke mana-mana dengan wujud aslinya." Isla menggelengkan kepalanya pelan sebelum akhirnya kembali melanjutkan kegiatannya.Hari libur memang selalu dimanfaatkan Isla dengan sebaik mungkin. Apalagi setelah ulangan di sekolahnya dua hari yang lalu, badannya terasa kaku dan ia memutuskan pergi berolahraga sebentar pagi ini agar tubuhnya mengeluarkan keringat.