Isla menguap setelah sesaat ia selesai makan bersama dengan Tao dan juga Rhys. Di sebelahnya, Rhys yang tengah masih memakan potongan ayam yang terakhir itu pun melirik Isla yang duduk di sebelahnya.
"Kau benar-benar kekenyangan, ya, sekarang? Padahal beberapa jam yang lalu kau masih merengek-rengek karena merasa lapar," ujarnya.
"Diamlah. Rasanya aku mengantuk." Isla kembali menguap. Gadis itu berusaha sekuat tenaga menahan kedua kelopak matanya agar tetap terbuka dengan sempurna walaupun ia beberapa kali menguap saat rasa kantuk itu semakin datang menghampirinya.
"Apa menurut kalian berdua, Kai dan juga yang lainnya tak akan ke sini dalam waktu dekat?" ujar gadis itu.
"Kurasa tidak. Pertarungan kemarin benar-benar menguras energi yang cukup besar dan sepertinya jika energi Kai memang sudah kembali, kurasa kemungkinan besar ia akan memfokuskan dirinya dan juga yang lainnya untuk melakukan hal lain," ujar Tao. Pria itu kemudian menatap ke arah
"Namaku Isla. Kau ... siapa?""Namaku Teresa." Seorang gadis yang memakai bando di kepalanya itu menjawab seraya masih terisak pelan."Apa yang kau lakukan di sini? Kau satu kelas denganku, kan? Ini hari pertama ke sekolah lantas apa yang kau lakukan di sini?" tanya Isla. Gadis itu mendudukkan tubuhnya di ayunan yang satu lagi, yang berada di sebelah ayunan yang gadis bernama Teresa itu duduki."Aku ... tidak mau sekolah di sini. Aku ingin sekolah di SMA pilihanku sendiri," ujar Teresa dengan kepala yang masih menunduk. Gadis itu terlihat begitu sedih dan benar-benar kehilangan semangatnya."SMA pilihanmu?"Teresa mengangguk. "Hm. Dulu sebelum kelulusan SMP, aku dan semua teman-temanku berencana untuk masuk ke SMA yang sama tapi ternyata setelah kelulusan itu terjadi, keluargaku pindah rumah ke kota ini dan aku mau tidak mau harus bersekolah di sini dan berpisah dengan teman-temanku," ujarnya dengan nada yang begitu sedih."Ah, begitu,
Suara ledakkan yang cukup besar terdengar dari kejauhan. Rhys dan Isla menatap ke arah gumpalan asap yang berasal dari dalam hutan. Dan tidak lama setelahnya mereka merasakan adanya angin dingin yang bertiup melewati tubuh mereka."Kurasa Aric mendapatkan kesulitan lagi," ujar Denzel. "Tao memang sangat merepotkan jika dijadikan sebagai lawan, karena itulah aku agak malas menghadapinya," lanjut pria itu.Dan setelah itu pusaran air yang ada di sana perlahan mengecil hingga akhirnya benar-benar berhenti dan menghilang. Ombak di lautan pun kembali seperti sedia kala."Ah, aku malas jika harus melakukan ini. Aku harap kegilaan ini akan cepat berakhir dan aku bisa pergi dari sini." Denzel menatap kedua tangannya. Ia harus mengeluarkan energi yang besar untuk membuat pusaran air dan juga penghalang yang ia gunakan di atas sana."Aku sudah tidak memiliki energi lagi sekarang, jadi aku akan pergi," ujar Denzel. Usai mengatakan itu, pria itu kemudian menghi
Teresa mendongakkan kepala usai menyadari kalau seseorang datang mendekati mejanya. Sesaat kemudian gadis itu menghentikan kegiatan menulisnya dan menatap orang yang datang itu."Ada apa?" tanyanya pada Alex. Pria itu tak langsung menjawab setelahnya, karena ia memandangi meja yang kosong yang berada di sebelah tempat Isla."Isla benar-benar belum kembali, ya?" ujarnya dengan nada yang terdengar agak sedih. Pria itu lalu menatap Teresa tidak lama setelahnya."Ah, itu. Ya, begitulah, seperti yang kau lihat. Tak ada kabar sama sekali mengenai Isla. Dugaan sementara kalau gadis itu kabur dari sekolah dan belum kembali ke rumah. Tapi itu hanyalah dugaan sementara, karena Isla tak memiliki alasan yang cukup kuat untuk hal seperti itu. Di hari saat kejadian itu terjadi, hubungan Isla dan juga ibunya bahkan baik-baik saja dan tak ada masalah sama sekali jadi dengan alasan apa dia kabur dari rumah? Lagi pula pada saat hari itu kan jam pertama sudah dimulai,
Teresa dan Alex berjalan keluar dari salah satu toko es krim yang letaknya tidak jauh dari sekolah mereka. Teresa membeli es krim rasa stroberi, sementara Alex membeli es krim dengan rasa matcha."Jadi, kau dan Isla sering membeli es krim di sini?" ujar Alex.Teresa menganggukkan kepalanya. "Hm. Kami cukup sering ke sini." Ia tersenyum tipis dan kemudian membuang napasnya pelan. Gadis itu lalu melirik es krim yang berada di tangan Alex. "Dan ... kau tahu? Es krim yang kau pesan itu adalah salah satu es krim yang paling disukai oleh Isla di sini," ujarnya kemudian."Ah, benarkah?" Alex berkedip dua kali kemudian pria itu menatap es krim di tangannya.Teresa kembali menganggukkan kepalanya. "Hm. Isla cukup sering membeli es krim dengan rasa matcha di sini. Saat dia sedang senang, dia akan memesan es krim dengan rasa matcha, lalu saat dia sedang kesal, dia akan memesan es krim dengan rasa vanilla atau chocomint, lalu saat sedang sedih dia akan me
Sebuah lapangan futsal terlihat ramai saat jam baru saja menunjukkan pukul tujuh malam. Alex bersama dengan teman-temannya yang lain, saat ini tengah melakukan permainan futsal karena untuk memanfaatkan waktu luang. Namun entah kenapa, Alex beberapa kali kehilangan fokusnya dan hal itu membuat semua teman-temannya kebingungan karena Alex tak biasanya seperti ini. Pria itu bahkan beberapa kali kedapatan melamun dan kehilangan fokus."Hei, kau kenapa, Alex? Kurasa sesuatu sudah terjadi. Apa memang ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu? Kau terlihat ... emmm.. yah, agak berbeda dari biasanya. Apa kau sakit?" Salah satu temannya berujar dengan raut wajah yang terlihat cemas."A-ah, tidak, bukan begitu. Aku baik-baik saja. Emm— yah, seperti itulah. Aku sekarang sedang merasa tidak mood. Maaf, kurasa aku harus pergi." Alex pada akhirnya pamit dan pria itu segera pergi dari sana.Seluruh teman-temannya pun menatap pria itu dengan pandangan agak cemas
Bel jam pertama sudah dibunyikan beberapa saat yang lalu. semua murid yang masih berada di luar pun langsung masuk ke dalam kelas dan bersiap mengikuti ujian semester di awal musim panas ini sebelum akhirnya nanti mereka akan terbebas dari ujian itu dan menikmati liburan musim panas yang menyenangkan karena cuaca di sana sudah kembali menjadi normal seperti sedia kala.Teresa menatap beberapa rekan-rekan kelasnya yang ada di sana dan gadis itu membuang napasnya. Seorang guru lalu berjalan menuju mejanya dan wanita yang berusia sudah setengah abad itu meletakkan sebuah kertas yang berisi lembar soal ujian yang akan dilakukan oleh semua peserta ujian yang ada di sana."Silakan dikerjakan, waktu kalian ada 120 menit untuk menyelesaikan semua soal-soal ujian yang ada di sana. Ingat, siapa pun yang melakukan pelanggaran, maka mereka akan langsung dikeluarkan dari kelas dan bersiap untuk mengikuti ujian susulan nanti. paham?" Sang wanita yang membagikan kertas uj
Isla menguap saat menyadari kalau hari benar-benar sudah berubah siang. Gadis itu bahkan sampai mengerjapkan kedua matanya selama beberapa kali untuk menyesuaikan penglihatannya. "Kau sudah bangun?" tanya Rhys seraya melirik Isla yang berada di belakang punggungnya. "Eh? Tunggu, sejak kapan aku ada di dalam gendonganmu, Rhys?" ujar gadis itu. Ia bahkan menatap ke sekitarnya dan juga mendapatkan Tao yang tengah berlari di sebelah Rhys. "Astaga, ada apa ini? Apa yang sebenarnya sedang terjadi di sini?" Isla menatap bingung ke sekitarnya, entah berada di mana ia sekarang. Yang jelas sepertinya ia benar-benar sudah jauh dari yang namanya rumah. "Aku menemukan sesuatu di sekitar sini dan kurasa itu berasal dari kekuatan milik Kai dan juga Hugo." Tao berujar setelahnya. "Kai dan Hugo?" Isla mengernyit. Hugo, si pengendali api yang memiliki burung phoenix api berukuran raksasa yang sangat berbahaya. Ia harus lebih berhati-hati dengan keberadaan d
Langit mendadak mendung usai ujian jam kedua berakhir. Murid-murid yang berada di kantin itu seketika mulai dilanda rasa cemas saat langit di atas sana semakin berubah menjadi gelap. Awan-awan yang berwarna gelap juga perlahan menyelimuti, padahal langit masih cerah beberapa jam yang lalu dan tak ada sedikit pun tanda-tanda akan mendung atau bahkan turun hujan. Ramalan cuaca di berita kemarin juga tak ada satu pun yang mengatakan kalau di sana akan terjadi hujan dengan volume yang cukup lebat.Dan hal seperti inilah yang selalu Teresa khawatirkan selama beberapa minggu terakhir kejadian-kejadian aneh itu dimulai.Cuaca dan iklim di sana mungkin terlihat kembali normal, namun yang Teresa takutkan adalah, ketika semua yang normal itu kembali berubah menjadi mengerikan di saat yang tak terduga. Di saat itulah Teresa merasakan perasaan cemas kembali menyelimuti dirinya.Di salah satu koridor, Alex juga menyadari perubahan cuaca di sana dan pria itu menghentika