Langit mendadak mendung usai ujian jam kedua berakhir. Murid-murid yang berada di kantin itu seketika mulai dilanda rasa cemas saat langit di atas sana semakin berubah menjadi gelap. Awan-awan yang berwarna gelap juga perlahan menyelimuti, padahal langit masih cerah beberapa jam yang lalu dan tak ada sedikit pun tanda-tanda akan mendung atau bahkan turun hujan. Ramalan cuaca di berita kemarin juga tak ada satu pun yang mengatakan kalau di sana akan terjadi hujan dengan volume yang cukup lebat.
Dan hal seperti inilah yang selalu Teresa khawatirkan selama beberapa minggu terakhir kejadian-kejadian aneh itu dimulai.
Cuaca dan iklim di sana mungkin terlihat kembali normal, namun yang Teresa takutkan adalah, ketika semua yang normal itu kembali berubah menjadi mengerikan di saat yang tak terduga. Di saat itulah Teresa merasakan perasaan cemas kembali menyelimuti dirinya.
Di salah satu koridor, Alex juga menyadari perubahan cuaca di sana dan pria itu menghentika
Teresa menoleh dengan cepat ke arah jendela sesaat setelah ia seperti mendengar suara ledakan dari kejauhan. Setelah gerhana matahari yang tiba-tiba terjadi, ia mendengar suara sebuah ledakan yang terdengar menakutkan.Langit pun perlahan berubah kembali menjadi normal. Semuanya terlihat mulai membiru seperti seharusnya dan awan-awan yang berwarna putih bersih itu perlahan mulai kembali menghiasi langit di atas sana.Teresa kembali memfokuskan dirinya ke lembar soal ujian. Ia harus fokus di jam terakhir, apapun yang terjadi. Namun entah kenapa air matanya tiba-tiba saja menetes dengan begitu saja, membuat kegiatan menulisnya mendadak berhenti."Ada apa ini? Kenapa aku tiba-tiba menangis?" batin Teresa. Gadis itu kemudian kembali menatap ke luar jendela saat perasaan tak enak kembali menghampirinya. Ia kemudian segera menepis semua prasangka buruk yang datang menghampiri kepalanya dan mencoba memfokuskan kembali dirinya pada soal-soal yang belum ia ke
"Kami masih berusaha menyelidiki kasus ini lebih lanjut," ujar seorang anggota kepolisian yang berada di sana. Ia dan beberapa petugas lainnya mencoba menjawab beberapa pertanyaan yang dilayangkan oleh beberapa orang wartawan yang datang untuk mengorek informasi tentang gadis yang bernama Isla itu usai ia menghilang secara misterius di sekolahnya dan dua minggu kemudian ditemukan di Starno-Boon yang lokasinya cukup jauh dari Kota Goteborg.Namun di samping itu, Maria lebih memilih untuk tetap berada di ruangan Isla dan tetap mendampingi putrinya yang masih terbaring lemah di atas permukaan ranjang rumah sakit. ia beserta Alex dan juga Teresa yang berada di sana hanya benar-benar bisa berdoa kepala Tuhan.Rasanya Teresa tak sanggup melihat ke arah Isla yang kini terlihat dipasangkan alat di tubuhnya dan juga perban di tangan dan kakinya."Maafkan aku karena gara-gara aku, kau harus mengalami semua rasa sakit ini, Isla," batin Teresa dengan air mata yang sud
"Ibu? Kenapa diam saja?" Isla menatap ibunya yang kini bahkan tak berani menatap ke dalam kedua matanya, membuat gadis itu dilanda perasaan yang tak tenang."Bu? Tolong jangan diam saja, dan katakan saja Rhys ada di mana," ujar Isla.Maria menarik napas dalam dan wanita itu pun kembali mengubah posisi duduknya menjadi menghadap Isla. "Isla, sejujurnya Ibu juga tak tahu Rhys ada di mana. Para petugas yang ada di sana berkata kalau mereka hanya menemukanmu sendirian di tempat itu dan mereka tak menemukan siapa-siapa lagi.Isla menggelengkan kepalanya secara perlahan, "Tidak mungkin, Bu. Rhys jelas-jelas ada bersamaku waktu itu dan— Tao! A-apa mereka menemukan Tao? Bagaimana dengan dia?" tanyanya kemudian.Kedua alis milik Maria saling bertaut sesaat setelah mendengar pertanyaan dari Isla. "Tao? Siapa itu Tao?" tanyanya dengan kening yang mengerut.Isla seketika kembali terdiam setelahnya. "Jadi, begitu, ya. Kalian juga tak men
"Teresa!!"Teresa langsung memeluk Isla erat dan membiarkan sahabatnya itu menangis di bahunya. Rasanya menyakitkan sekali mendengar Isla menangis seperti itu, membuatnya seolah merasakan sakit yang tengah Isla rasakan."Kau sudah melakukan yang terbaik, Isla. Aku benar-benar berterima kasih padamu karena kau sudah kembali dan menepati perkataanmu," ujar Teresa dengan air mata yang sudah berderai. Ia mengusap punggung Isla, mencoba menenangkan gadis itu di sana.***"Aku senang kalau kau akhirnya bisa kembali lagi ke sini. Walaupun sebenarnya bukan seperti ini cara yang aku harapkan," ujar Alex yang juga berada di sana.Sebelum pulang sekolah Teresa sempat mengajak Alex untuk pergi ke sana untuk menjenguk kondisi Isla. Mereka berdua yang tidak tahi kalau Isla sedang tak di kamarnya itu justru terkejut saat melihat keadaan kamar Isla yang kosong bahkan Maria sedang tidak ada di sana.Akhirnya mereka berdua pun me
Usai sarapan, Isla memutuskan untuk berjalan-jalan di luar kamar rawatnya dan gadis itu masih diharuskan untuk menggunakan tongkat sebagai alat bantunya berjalan karena kedua kakinya yang masih terasa sakit. Maria sempat ingin menemani Isla agar gadis itu tak merasa kebosanan dan memiliki teman bicara selama dirinya berada di luar tapi sayang sekali karena wanita itu mendadak mendapatkan sebuah telepon dari salah seorang temannya kalau ada yang mengalami kecelakaan jadi Maria mau tidak mau harus pergi untuk menjenguknya. Bahkan Isla sendiri sampai menyuruh agar sang ibu segera pergi untuk menemui temannya yang kecelakaan itu dan menjenguknya ke rumah sakit tempat di mana temannya sedang dirawat. Akhirnya begitu setelah selesai sarapan dan membereskan peralatan makan, Maria pun berpamitan untuk segera pergi dari sana dan berpesan agar putrinya itu selalu berhati-hati selama dirinya sedang pergi dan ia juga meminta Isla agar segera memanggil dokter ketika ia membutuhkan sesuatu atau m
"Hujannya deras sekali. Untung saja Ibu kembali tepat waktu." Maria meletakkan tasnya di atas meja.Isla yang berbaring di atas tempat tidur itu hanya diam saja seraya memandangi hujan di luar sana.Bersamaan dengan itu, Maria menemukan sebuket bunga yang berada di atas meja. Kedua alisnya saling bertaut menatap benda itu."Tunggu dulu,ini bunga dari siapa?" tanya Maria.Isla menatap buket yang tengah Maria pegang, kemudian gadis itu menjawab, "tadi pagi Alex datang ke sini sebelum dia berangkat ke sekolah," ujarnya."Benarkah?" Maria berkedip dua kali dan wanita itu kemudian menatap buket di tangannya, hingga akhirnya ia tersenyum setelahnya. "Dia memang anak yang baik," ujar Maria dan wanita itu terkikih setelahnya."Berarti sore ini Alex dan juga Teresa tak akan datang ke sini?" tanya Maria kembali."Hm. Aku sudah menghubungi Teresa agar dia dan juga Alex tak perlu datang ke sini karena hujan deras yang tak
Maria membka kedua matanya dan ia melihat Isla yang tertidur dengan ponsel yang berada di genggaman tangannya. Wanita itu kemudian berjalan mendekati tempat tidur putrinya untuk membenarkan letak posisi selimut Isla yang sedikit tersingkap seraya mengambil ponsel milik gadis itu secara perlahan agar ia tak membuat tidur putri semata wayangnya itu terganggu.Saat hendak menyimpan ponsel itu di atas meja, sebuah notifikasi masuk ke ponsel milik putrinya hingga layar benda pipih itu pun kembali menyala. Karena ponsel milik Isla memang sering tidak memakai password, Maria pun bisa dengan mudah mengecek ponselnya dan kali ini wanita itu melihat dari siapakah pesan itu berasal dan ternyata itu dari teresa namun Maria tak membalasnya, ia membiarkan isla saja yang akan mebmalas pesan itu nanti ketika gadis itu sudah bangun.Kemudian tanpa sengaja Maria melihat sebuah foto yang menampakkan dua orang yang ada di dalam foto itu."I-ini ... " Maria mengeru
Isla dan Teresa saat ini tengah memakan beberapa potong buah yang sudah disiapkan leh Maria beberapa waktu yang lalu seraya sesekali mengobrol tentang berbagai hal hingga mereka berdua pun tertawa satu sama lain."Emmm, ngomong-ngomong, Teresa, apakah saat ini kondisi bagian sekolah yang rusak sudah selesai diperbaiki?" tanya Isla sebelum gadis itu menggigit sepotong apel yang ia ambil dari piring yang ada di hadapannya. Saat ini ia dan juga Teresa tengah duduk bersila di atas tempat tidur dengan sepiring buah-buahan yang ada di depan mereka."Ah, soal itu. Kurasa sedikit lagi. Sebelumnya mereka memperbaiki pintu atap terlebih dahulu karena pintu itu benar-benar terlihat mengenaskan karena terbagi menjadi ukuran-ukuran yang lebih kecil dengan jumlah banyak," ujar Teresa. Gadis itu awalnya hendak menggigit potongan pir yang ia ambil dengan garpu namun ia mengurungkan niatnya itu dan kembali menatap Isla yang duduk di depannya."Isla, jika aku boleh tahu, se