Aku tidak bisa tidur semalam suntuk memikirkan pengkhianatan yang di lakukan Rafael kepadaku yang bahkan aku pun masih tidak percaya dengan kejadian itu. Hari itu pun merupakan hari anniversary aku dan Rafael. Hari yang aku nantikan selama ini. Namun hari itu pula hubunganku dengan Rafael akan segera berakhir. Parahnya, sampai detik ini Rafael tidak membalas pesanku dan nomornya pun tidak dapat di hubungi. Mengapa dia tiba-tiba menghilang? Aku benar-benar butuh penjelasan dan pengakuan secara langsung darinya. Drett... Drett... (WazzApp Notification - Rafael) "Aku minta maaf, La. Aku memang pacaran dengan Mbak Tika. Waktu aku kenal kamu, aku lagi punya masalah. Pas kita coba ngobrol satu sama lain aku ngerasa nyaman dan ngerasa masalah aku hilang gitu aja.” -Rafael Aku membaca pengakuan Rafael dengan menangis tersedu-sedu. Bisa-bisanya dia memanfaatkanku untuk pelampiasan masalahnya. “Kalo kamu ngerasa nyaman dengan aku. Kenapa kamu gak ngomong yang sejujurnya dengan Mbak Tika? K
Aku terbangun dengan mata yang sudah bengkak akibat terus-terusan menangis. Aku bergegas bangun dan langsung mengumpulkan barang-barang pemberian Rafael dan barang yang aku belikan untuk anniversary kami yang sudah aku hancurkan. Aku membawa semua barang-barang yang berkaitan dengan Rafael ke dapur dan membakar semuanya tanpa tersisa. Aku pun melihat setiap barangnya terbakar cepat hingga sampai tersisa menjadi abu. Andai saja aku bisa melupakan Rafael secepat terbakarnya barang-barang itu, pasti saat itu aku tidak akan merasakan sakit. Namun kenyataannya malah berbanding terbalik. Aku kembali ke kamar dan membuka ponsel untuk menghapus semua foto-fotoku bersama Rafael dan obrolan yang kami ciptakan selama satu tahun bersama. "Aku gak kuat. Kenapa harus ngomong ke arah serius kalo taunya aku cuma di jadiin untuk pelampiasan masalah kamu. Aku manusia, bukan malaikat yang bisa tolong kamu saat kamu susah. Dan aku juga bukan sampah yang bisa kamu buang saat kamu udah gak punya masalah
*Flashback* "Mungkin suatu saat kamu bakal tau dan kamu bakal ngerti gimana rasanya ada di posisi aku saat ini, La" “Aku milih kamu, La. Inget kamu gak berjuang sendirian.” “Aku bener-bener gak bisa tanpa kamu. Aku mohon. Jangan pernah tinggalin aku, ya. Tetep sama aku apapun yang terjadi.” “I love u more then u know, Laila.” "Kenapa? Kamu selingkuh?" "La, biasanya orang kalo nanya kaya gini biasanya dia ngelakuin hal itu, tapi merefleksikannya ke orang lain. Aku bukan anak kuliahan yang masih ga paham akan hal ini loh. Jujur ya." "Nggak. Aku yang salah. Kalo aku punya banyak waktu untuk kamu, pasti kamu gak akan selingkuh." "Sekarang kita mulai lagi dari awal ya. Kita lupain masalah ini. Aku kasi kamu kesempatan karna aku gak bisa lepas dan jauh dari kamu, La. Aku udah terlanjur nyaman dan cinta sama kamu. Aku sayang dan cinta banget sama kamu" Aku minta maaf ya udah marah-marah. Aku minta kamu sabar dulu, ya, sayang. Kita udah janji kan untuk memperjuangkan hubungan ini dar
Dari dulu aku merasa bahwa aku adalah orang yang tidak mudah untuk membuka hati dengan pria lain. Tetapi mengapa sekalinya membuka hati kepada pria seketika itu juga dia gampang menyakiti? Mengapa sekalinya mencoba untuk percaya dengan seseorang seketika itu juga kepercayaan itu dikhianati? Mengapa aku bisa sebegitu gampangnya membuka hati dengan orang yang salah lagi? Akan tetapi aku harus bagaimana? Disesali pun tidak dapat mengubah semuanya. Sekarang sudah waktunya bagiku untuk melupakan masalalu, tidak terjebak dengan masalalu dan melanjutkan hidup untuk masa depan. Karena jika aku selalu mengingat dia, aku benar-benar berat untuk melangkah ke depan. Hubunganku dengan Rafael benar-benar pelajaran yang sangat berharga sekali untukku. Ya, hubungan itu perlahan membuatku menjadi lebih berpikir realistis dan tidak berpikir seperti anak remaja lagi. Dan, tidak gampang pula di bodohi dengan lelaki. Akupun belajar untuk tidak percaya dengan kata-kata lelaki yang tidak dapat memberikan
“Guys… Hari ini kita jadi ke acara Grand Opening coffee shop Diego, kan?” Tanya April memastikan kepada aku, Aurora, dan Dina. Ya, Diego yang seringkali menjadi pengisi acara di salah satu coffee shop favorit kami pada akhirnya sedikit demi sedikit dapat mewujudkan mimpinya untuk membuka coffee shop. Pada akhirnya semesta memberikan hadiah yang sangat dia nanti-nantikan berkat kegigihan serta kerja keras dia sampai saat ini. Jujur, aku ingin sekali mengunjungi grand opening coffee shop milik Diego yang berlangsung pada hari ini. Tetapi aku masih sangat lemah untuk sekedar melangkahkan kaki untuk keluar dari apartemen. Perandai-andaian akan Rafael yang menemaniku untuk mengunjungi grand opening pun seketika bermunculan untuk mengganggu pikiranku. Sampai kapan aku harus mengingat dia di setiap hari-hari yang aku jalani? “Kalian pergi aja, ya. Gue lagi pengen sendiri.” Ucapku mencoba meyakinkan teman-temanku.
Aku berusaha semaksimal mungkin untuk tetap bertahan di restaurant sushi sampai aku melihat Rafael dan Mbak Tika melewati meja kami seolah-olah kami tak saling kenal. Melihat hal itu teman-temanku yang sudah pernah bertemu dengan Rafael benar-benar kecewa atas sikap dia saat ini. “Oh jadi ini pacar Rafael? Laila lo harus percaya kalo lo bener-bener lebih cantik dan lebih menarik dari perempuan ini!” Celetuk April kesal saat melihat Mbak Tika melewatinya. Aku memelototi April untuk tidak membahas hal itu di depan Mbak Tika karena aku tahu dan kita semua pun tahu sesuatu yang menyinggung masalah perbandingan fisik pasti akan sangat menyakitkan. Mbak Tika seketika menghentikan langkahnya tepat di hadapan April. Sementara aku melihat Rafael seakan memberikan kode kepada Mbak Tika. Rafael pun terlihat meninggalkan Mbak Tika seorang diri di hadapan kami. Entahlah sepertinya Mbak Tika memang ingin menyampaikan sesuatu atas perkataan April sementara Rafael tidak ingin terlibat dan langsung p
Aku berlari kecil menuju ke parkiran kampus. Hari itu ada tugas presentasi yang harus aku presentasikan bersama teman-temanku. Namun sialnya, aku dan temanku lupa membawa file untuk kami presentasikan nanti pada pukul setengah sebelas tepat. Aku pun melirik arloji yang sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh lewat beberapa menit. Itu artinya aku masih memiliki waktu lebih kurang satu jam. Brak! Tanpa sadar dan tanpa memerhatikan sekelilingku, aku pun menabrak Michellea, salah satu teman kelasku di dekat parkiran mobil. “Ehhh… Laila? Ya ampun sorry banget gue tadi buru-buru.” Ucap Michellea sembari merapikan buku-bukunya yang sudah bertebaran sembari sesekali menatapku yang ikut membantunya untuk merapikan buku-bukunya. “It’s okay. Gue juga minta maaf karena buru-buru juga.” Ucapku menjelaskan. Kami berdua pun bergegas berdiri dan aku memberikan beberapa kertas yang sudah aku rapikan kepada Michellea. “Cieee buru-buru kemana lo? Pasti lo mau pacaran kan sama pacar lo yang kaya Bu
(WazzApp Notification - Mbak Tika) “Pagi, Laila. Maaf ganggu. Aku mau nanya nih ke kamu. Kamu masih berhubungan dengan Rafael gak? Dan tau Rafael ada dimana sekarang?” "Wah, sorry. Semenjak aku tau kebenaran itu. Aku gak berhubungan lagi dengan dia. Jadi, aku sama sekali gak tau apa-apa lagi tentang dia dan gak tau keberadaan dia sekarang ada dimana. -Laila Aku tiba-tiba meneteskan air mata. Bisa-bisanya Mbak Tika dengan gampangnya bertanya akan Rafael kepadaku. Padahal sudah hampir tiga bulan, aku benar-benar terpuruk dan berusaha keras untuk melupakan Rafael. “Lo kenapa tiba-tiba nangis?” Tanya April dan langsung merebut ponselku. Dia melihat balasan pesan yang aku lakukan bersama Mbak Tika. “Sampah! Dia pikir lo cewe apaan! Udah di sakitin tapi tetep mikir lo masih mau berhubungan dengan Rafael.” Ucap April ketus. Aurora dan Dina pun spontan melihat balasan pesan yang ada di ponselku. Aurora, April, dan Dina memang tengah berada di apartemenku. Terlebih lagi sejak aku di tingg