Café adalah sebuah tempat untuk bersantai dan berbincang-bincang dengan teman, pasangan, bahkan keluarga. Aku duduk disebuah rooftop café memandangi indahnya senja yang menyinari wajahku. Orang-orang seringkali menyebut rooftop di tempat itu dengan sebutan ‘Lovely Rooftop’
Tidak butuh waktu lama untuk duduk, aku beranjak dari tempat duduk sembari membawa secangkir latte lalu berjalan kesudut rooftop untuk melihat suasana keramaian kota Jakarta dari atas rooftop serta ingin menikmati senja dari jarak dekat. Aku melihat pemandangan langit yang sangat indah dan memandangi padatnya kendaraan dibawah serta orang-orang berlalu lalang di tepi jalan raya.
Seketika aku memandang orang-orang disekelilingku. Aku melihat pasangan yang sedang duduk didekat sudut rooftop yang jaraknya agak dekat denganku, mereka menikmati senja berdua ditemani dengan secangkir latte dan hot chocolate. Sungguh hati ini ingin merasakan hal itu.
Sepi... satu kata yang menggambarkan perasaanku saat ini. Apakah aku membutuhkan seseorang? membutuhkan seseorang untuk mendukungku, menyayangiku, dan memanjakanku. Sudah hampir satu tahun aku tidak memiliki hubungan dengan lelaki karena sibuk melupakan masalaluku dan takut untuk memulai hubungan.
Rasanya sudah saatnya untukku membuka hati lagi kepada seseorang. Ah! apa yang sedang aku pikirkan!! Mungkin aku hanya merasakan kesepian saja! Namun, mengapa aku merasa kesepian jika saat ini aku memiliki teman yang selalu ada di sampingku? Batinku
"Lailaaaaaaaa!!!!" Teriakan Dina tentu saja menyadarkanku dari lamunan dan semua orang yang ada di café melihat ke arahku. Aku pun berjalan menuju meja menghampiri Dina.
"Apaan sih, Din. Malu-maluin banget! Liat deh semua orang jadi ngeliatin kan."
"Lagian lo udah beberapa kali gue panggil gak denger, ngelamunin apa sih?" Ternyata Dina sudah beberapa kali memanggilku namun aku tenggelam dalam lamunan konyol yang diciptakan oleh pikiranku.
"Ini gue mau ngenalin temen gue namanya Faris." Aku tidak sadar ternyata ada dua orang lelaki berdiri di sudut meja yang menghadap ke arahku. Dua orang lelaki yang memiliki paras seperti orang Eropa dengan postur tubuh yang tinggi, dada bidang, hidung mancung, alis tebal, dan kulit putih.
"Halo aku Faris temennya Dina."
"Oh iya, Din. Aku bawa temen kenalin----”
"Rafael Benedicto." Rafael memotong pembicaraan Faris dan langsung mengulurkan tangannya kearahku dengan tatapan matanya yang bulat nan indah.
"Laila." Jawabku singkat sembari mengulurkan tangan ke arahnya.
"Just Laila?"
"Laila Almeera. Harus nama lengkap ya? Udah kaya mau absen aja." Jawabku cetus sambil merapikan rambut.
"Lah. Perasaan Faris ngenalin Rafael ke gue deh kenapa jadi nyosor ke Laila. Wahh jangan jangan temen lu suka sama Laila, Ris. Lagian temen gue yang satu ini mah emang atraktif dan dia sensual sih kalo kata anak anak. Iya gak, La?" Pernyataan Dina membuat pipiku memerah, rasanya kalau tidak ada Faris dan Rafael mungkin aku sudah melempar sepatuku ke arahnya.
"Bener. Sensual banget." Jawaban Rafael mengejutkanku sampai membuatku menggigit jari dan membelalakkan mataku ke arahnya.
Dia menjawab dengan matanya yang masih menatapku, aku diam seperti patung saat Rafael menatapku dengan tatapan lekat.
“Apa-apaan!! Baru pertama kenal udah berani mngeluarkan kata-kata kaya gitu?? Dasar buaya!!” Batinku
"Haaaaaaaaaaa!! omg omg omg!!! Temen gue digombalin dooonggg." Teriakan Dina membuat semua orang melihat kearahku. Langsung saja aku menarik rambutnya karna tidak tahan dengan kelakuan Dina yang selalu saja menggemparkan suasana "Bisa diem gak? Heboh banget!" Ucapku sembari membelalakkan mata ke arah Dina.
"Bro... lo lagi gak dirasukin apa-apa, kan? Fyi gue kaget si Rafael begini. Rafael yang gue tau gak pernah ngegombalin cewe dan dingin banget sama cewe. Kayanya ada yang aneh deh sama lo." Jawaban Faris membuatku merasa senang, ternyata Rafael bukan lelaki seperti yang aku pikirkan. Ya, laki-laki yang mengobral kata-kata manis ke semua wanita.
“Apa?? Senang kataku??? Ah tidak!! apa apaan sih, La. Baru juga kenal. Ga ada istilah senang!! Jangan karna pengen punya pacar jadi kemakan omongan orang yang baru dikenal deh, La. Jomblo sih jomblo tapi jangan gini juga, La.” Bagian diriku yang lain sepertinya sedang memberontak dari dalam.
"Eh La, itu anak-anak udah pada dateng, yuk kita mulai foto-fotonya, mumpung senjanya masih ada nih. Yuk Ris, Rafael. Kita samperin temen-temen gue disana kebetulan mereka lagi berdiri di spot yang gue pengen buat foto." Ucap Dina mengajakku, Faris, dan juga Rafael
"Kalian duluan aja ya, Din. Gue mau abisin latte gue dulu." Jawabku
"Dasar ratu kafein!" Dina langsung mengambil kamera yang ada di meja dan menghampiri teman-teman yang sudah berada di sudut rooftop
"Suka kopi juga?" Tiba tiba Rafael duduk disampingku dan membuatku berhenti meminum latte
"Eh-- i-iyaa. Emang lo suka kopi?" Jawabku terkejut sambil melirik dengan mata yang tajam dan kembali meminum latte.
"Iyaaaa, aku tiap hari tuh harus ngopi dulu biar bisa melek hehe." Ucapnya sembari tertawa
Tidak terasa aku dan Rafael berbincang beberapa hal, seakan sudah lama mengenal satu sama lain. Rafael berhasil membuatku nyaman berbincang dengannya sampai aku dan dia lupa waktu.
Aku melirik arloji dan tidak terasa sudah pukul delapan malam lewat beberapa menit “Astaga!!! Anak-anak pada kemana? Niatku ke tempat ini bersama dengan teman temanku untuk mengambil beberapa foto untuk di upload di Anstagram. Sialll aku ditinggal!” Batinku memberontak.
"Asik banget ngobrolnya cieeeee." Seketika Aurora mengolok sembari mengacak rambutku.
"Gila ya kalian. Kok gak panggilin gue si buat foto? Lu pada tau kan yang excited banget ke tempat ini tuh gue dan yang milih tempat ini juga gue. Gini banget jadi temen ya udah deh." Ucapku kesal
"Yailah sensitif banget sih ratu kafein! Tanya anak-anak deh, kita udah manggil lu daritadi tapi lu nya malah asik banget ngobrol sama Rafael.” Jelas Dina
"Kalo lu pada mau ngajak foto ya samperin dong. Mana gue denger kalo kalian pada manggilin gue. Tuh kan jadi gak bisa upload foto deh gue hari ini."
Aku benar-benar kesal kepada teman-temanku karena mereka tidak berusaha untuk menghampiriku, apalagi aku adalah orang yang sangat memperhatikan feeds Anstagram. Jika seperti ini, aku pasti tidak bisa mengunggah
foto di Anstagram. Aku juga kesal dengan Rafael karena dia membuatku nyaman, aku jadi tidak bisa ikut foto-foto bersama teman temanku.Nyaman? Ah tidak! Itu bukan nyaman, aku hanya menghargai dia saja yang asyik berbincang.
"Ya udah sih, itu aja di permasalahin. Besok balik lagi kesini, gitu aja repot. please deh jangan kaya orang susah." April menjawab dengan nada ketus sembari memilih hasil foto yang akan dia upload ke Anstagram
"Tau ah gue badmood." Ucapku dengan wajah murung
"Hey… jangan badmood." Rafael memegang tanganku dan menatap mataku sangat dalam "Ini salahku udah ngajak kamu ngobrol sampe kamu gak bisa nikmatin waktu kamu dengan temen temen. Sebagai gantinya aku beliin kamu boneka teddy bear ya."
Ya, Rafael tau aku suka dengan boneka teddy bear karena saat aku dan dia berbincang, dia selalu bertanya mengenai hal hal yang aku sukai dan hal yang tidak aku sukai. Tawaran Rafael tentu saja membuatku tidak bisa menolak dan dia langsung merubah moodku menjadi lebih baik.
Sementara teman-temanku, terkejut melihat sikap Rafael yang begitu hangat kepadaku, mereka membelalakkan matanya dengan mulut menganga menatap tangan Rafael yang masih menggenggam tanganku.
***
Dua bulan berturut-turut aku dan Rafael selalu berbalas pesan, bertemu, dan selalu mengambil foto kegiatan yang sedang kami lakukan. Kita bercanda, mengirim video kekonyolan dan bahkan hampir setiap malam selalu melakukan video call.
"Oh shit!!" sangking asyiknya berbalas pesan dengan Rafael aku sampai tidak sadar kalau aku salah menaiki escalator yang seharusnya naik tetapi aku menaiki escalator yang turun. Hampir semua orang melihatku dan ada yang senyum-senyum melihat kesalahanku. Semoga saja tidak ada orang yang mengambil video kekonyolanku ini dan mengirimnya ke akun Anstagram dagelawak.
Aku menghampiri Dina, April, dan Aurora dengan wajah yang memerah "Kok kalian gak ngasi tau gue sih kalo gue salah naik escalator?" Tanyaku kesal
"Ya lagian lu asik sendiri, kita ngobrol eh lu-nya malah senyum-senyum sendiri ngeliatin hp. Jatuh cinta sih jatuh cinta, tapi jangan gagal fokus juga. Mending lu ga usah ikut deh tadinya." Cetus April
"Ih apaan sih! gue gak jatuh cinta! Lagian gue dan Rafael tuh gak bisa bersatu. Kita beda suku dan agama."
"Udah tau beda masih aja di ladenin. Ntar anak orang baper baru tau rasa lu. Eh atau jangan jangan lu nya yang udah baper." Desis April tajam
"Ih diem! Kita makan dulu yuk. gue laper!" Ajakku mengalihkan pembicaraan. Apa benar kata April kalau aku mulai memiliki perasaan dengan Rafael? Tapi bagaimana bisa? Aku dan Rafael tidak bisa bersatu. Aku berbincang dengan Rafael karena kami berdua memiliki banyak kesamaan dan memiliki persepsi yang sama ketika berbincang satu sama lain.
***
Rafael PoV
Disisi lain, Rafael tengah berbincang dengan Faris di apartemennya.
Rafael menuangkan segelas wine lalu berjalan ke arah balkon menghampiri Faris "Laila Almeera. Wanita yang memiliki rambut hitam yang panjang, mata yang sangat sensual, bibir penuh nan seksi, memiliki tubuh mungil yang berisi serta lekukan tubuhnya yang sangat menakjubkan. Kayanya gue harus dapetin dia."
"WEW! Lo mau miliki dia karna lekukan tubuhnya?" Faris menatap Rafael sinis.
"Bukan cuma itu. selain memiliki lekukan tubuh yang indah, dia juga memiliki hati yang lembut. Dengan keadaan gue yang kaya gini, gue butuh sosok wanita yang bisa perhatiin gue. Kayanya gue harus menyatakan perasaan gue ke Laila. Gue gak mau kalau sampai Aqsa yang duluan mengambilnya."
"who's Aqsa?"
"Lelaki yang sedang mencoba merebut hati Laila." Jelas Rafael
“Dan, keadaan lo yang kaya gini? Maksudnya? I don’t get it, Bro.” Ucap Faris bingung sembari menatap Rafael
“I can’t tell you. Privacy.” Jelas Rafael singkat
Rafael tidak berhenti menatapku sejak dia datang untuk menemaniku mengerjakan tugas di salah satucoffee shopyang berada didekat kampus. Sementara aku asik sibuk mengerjakan tugas karenadeadlineyang terus menghantui.Dengan sabarnya, Rafael masih menemaniku setelah dua jam mengerjakan tugas tanpa diganggu olehnya. Sesekali dia pun mengerjakan somasi yang harus dia selesaikan. Namun, dia bukan orang yang bisa fokus mengerjakan pekerjaan di tempat yang ramai. Hal yang dia lakukan hanya menatapku tanpa mengganggu sama sekali.“Finally!!!!Selesai jugahuffttt!!”Ucapku menghela napas sembari melepaskan kacamataku dan memejamkan mata sejenak"Jangan dilepas kacamatanya. Kamu pake kacamata keliatan sensual banget tau, La." Ucap Rafael dan sontak membuatku terkejut saat aku tengah sibuk menggerai dan merapikan rambutku."Dih! Suka-suka gue, ya, Rafael!!" Seruku"Emang k
"Pake dulu jaketnya, La. Astagaaa!!!" Rafael menarikku dan langsung memakaikan jaket ke tubuhkuSore itu, tiba-tiba derasnya hujan mengguyur kota Jakarta saat aku dan Rafael tengah berada di food court dengan suasana outdoor. Aku dan Rafael memang sering mengunjungi food court itu jika ingin mencicipi makanan yang berbeda-beda."Aduuuhhhh!! ribet banget. Udah di bilangin gapapa dan aku tahan dingin tetep aja maksa." Jawabku kesal.Rafael mendengus napas "Gak dingin tapi dari tadi bersin terus." Ucapnya dengan menatap mataku tajam "Ya udah sekarang kamu mau apa lagi?" Tanya Rafael yang tengah berdiri di hadapanku saat kami selesai mencicipi Es Kopi Susu yang memang terkenal di food court itu."Aku laper, Rafael. Mau pizza." Aku memberikan senyuman lebar kepada Rafael."Ya udah ayooo." Rafael langsung berjalan dan meninggalkanku menuju tempat pizza yang jaraknya hanya beberapa langkah dari tempat Es Kopi Susu itu.
Tidak terasa Aku dan Rafael sudah menjalani hubungan sebagai sepasang kekasih selama tiga bulan. Menurutku sudah sangat wajar jika aku memberitahu hubungan ini kepada orangtuaku.Hari ini adalah waktu yang biasanya aku gunakan untuk kembali ke rumah. Ya, hari Sabtu. Aku memang memilih untuk tinggal di apartemen karena jarak rumah yang sangat jauh dari Universitasku.Saat tiba di rumah, aku pun memutuskan untuk mengatakan yang sebenarnya kepada Papa. Aku menghampiri Papa yang tengah duduk di ruang TV yang terlihat tengah asik memainkan ponselnya."Laila, Papa gak bisa lihat kamu memiliki hubungan dengan orang yang jelas-jelas berbeda dengan kita." Ucap Papa tegas."Tapi, Pa. Laila udah sayang dengan Rafael. Baru Rafael lelaki yang benar-benar memperlakukan Laila seakan cuma Laila wanita yang ada di dunia ini." Aku berkomentar"Itu cuma sesaat, La. Cowo tuh egois. Papa yakin dia awal-awal aja begitu dengan kamu. Papa gak mau tau, kamu harus mutusin h
Setelah aku memberitahu Papa dan mengetahui keputusannya yang tidak menyetujui hubunganku dengan Rafael, rasanya aku kehilangan harap. Namun tetap saja aku tidak boleh untuk menyerah.Bagaimana pun juga, aku dan Rafael sudah berjanji untuk bersama ke jenjang yang lebih serius. Aku tidak mungkin bisa mengecewakannya yang memang sudah punya harapan itu.Namun, semenjak aku membuka diri kepada Aqsa, aku salah melangkah dan mengkhianati Rafael. Aku memilih untuk mendekatkan diri lagi dengan Aqsa. Seseorang yang aku kenal sebelum Rafael dan seseorang yang mungkin sering rutin bertanya mengenai kegiatanku sehari-hari. Berbeda dengan Rafael yang memang akhir-akhir ini tak selalu sempat untuk bertanya sesering itu.Aqsa adalah kakak seniorku, kampusnya berada bersebelahan dengan kampusku. Aku kenal dengannya dikarenakan kegiatan ekstrakurikuler yang seringkali bertanding dengan kampusnya.Aku tau resiko pekerjaan Rafael sebagai pengacara memang tak mudah
Di malam yang kiranya tampak sendu itu, aku menatap Rafael dengan tatapan dusta. Seorang perempuan yang dia cintai ternyata mampu menyembunyikan pengkhianatan.Rasanya aku menjadi wanita pengecut jika tidak memberitahunya bahwa aku pernah menduakan Rafael. Walaupun aku sudah memutuskan hubungan dengan Aqsa, tetap saja hati ini tak tega menyembunyikan pengkhianatan itu.Aku yang sedang duduk di hadapannya semakin merasa bersalah. Tak sanggup sedikit pun menatap wajahnya karna kesalahanku. Tapi apa pun keputusan Rafael, aku tetap harus memberitahunya dan bertanggung jawab atas kesalahanku."Rafael--""Iya, sayang?" Ucap Rafael yang hanya fokus di layar laptopnya tanpa menatapku"Aku mau nanya deh." Tanyaku ragu"Nanya apa nih? Aku sambil kerja gapapa ya?""Iya tapi kamu dengerin ya.""Iya. Aku bisa multitasking kok." Jawabnya sombong sembari tertawa."Hmm--" Aku masih berpikir dari mana harus memulai percakapan ini "Jadi,
"Gue kesel banget sama pacar gue!!! Pengen banget bisa punya pacar kaya Rafael." Ucap Dina kesal. Aku dan teman-temanku yang baru saja pulang dari kampus dan duduk di ruang tamu apartemen, terkejut mendengar Dina mengatakan hal itu setelah dia sibuk menatap layar ponselnya. Aku tak tahu apa yang terjadi antara Dina dengan pacarnya. Tapi yang pasti dia memang sedang tidak baik-baik saja dengan air matanya yang sudah mulai menetes begitu saja. "Lo kenapa sih? Kok nangis?" Aku mencoba memberanikan diri untuk sekedar menanyakan apa yang sebenarnya terjadi. Walaupun jauh dari lubuk hatiku aku merasa tak punya hak menanyakan privasinya. Sementara temanku yang lain hanya mengulang pertanyaanku "Iya, kenapa sih?" "Gue udah pacaran sama Dodi selama enam tahun, guys. Dari SMA. Tapi kelakuan dia gak pernah berubah sampe sekarang." Jawab Dina kecewa "Kelakuan dia kenapa emang?" Tanya April memastikan. Dina menghela napas dan seakan menahan tangis
Tak terasa sudah delapan bulan aku bersama Rafael, aku semakin khawatir dengan sikapnya beberapa bulan yang lalu karena tiba-tiba gugup ketika aku memegang ponselnya.Aku benar-benar penasaran dengan tingkahnya seperti itu. Apakah dia selingkuh? Semenjak kejadian itu, otakku terus bertanya-tanya mengenai sikapnya. Bahkan aku berpikir Rafael akan balas dendam karena aku pernah mengkhianatinya.Aku sudah sangat lelah berharap dan menerka-nerka. Aku memejamkan mata dan mencoba untuk menghilangkan pikiran negatifku kepada Rafael. Aku mencoba memahami hal tersebut dan berharap suatu saat dia bisa lebih terbuka denganku.Waktu itu, aku mencoba untuk tidak meninggalkan Rafael. Aku tetap berjuang demi hubungan kami. Mungkin memang waktu yang masih belum memungkinkan untuk Rafael terbuka dengan semua privasinya. Aku tidak ingin gegabah mengambil keputusan seperti keputusanku yang salah telah mengkhianatinya dulu.(WazzApp Notification - Aurora)
Hari itu, hari yang telah aku nantikan. Menantikan momen bahagia yang akan aku berikan kepada Rafael. Aku menghampiri apartemennya dengan membawa gift dan kue tart coklat dengan tulisan Happy Birthday di atasnya.Aku sengaja menitipkan barang-barang itu di lobi apartemen Rafael agar surprise yang akan aku berikan kepadanya berhasil sesuai dengan rencanaku.tok... tok... tok...Rafael membuka pintu apartemen dan tampaknya dia baru saja bangun dari tidurnya "Hai sayang. Masih jam delapan. Kok tiba-tiba kesini pagi-pagi banget? Ayo masuk" UcapnyaAku pun melangkahkan kaki untuk memasuki apartemennya "Aku suntuk aja di apartemen. Lagian hari ini kan minggu, jadi aku mikirnya kamu emang lagi di apartemen jadi aku gak bilang deh. Kamu mandi gih, aku mau nonton netflix bareng nih. Ntar kita cari sarapan dulu.""Iya bawel. Ini aku mau mandi." Ucap Rafael sembari mencubit pipiku.Saat Rafael tengah berada di kamar