Kehamilan Farah, Mala Petaka Retno"Terlambat aku sudah terlanjur sakit hati!" Ozan akan melakukan aksi nya namun Gita menendang bagian sensitif tubuh Ozan dan mencoba berlari dari terkaman pria itu, ia bak serigala yang lapar. Ozan dengan cepat mengejar Gita, namun Gita berlari dengan cepat dan berhasil mencapai pintu depan."Mau kemana? Pintunya aku kunci!" ujar Ozan menyeringai.Gita mengambil botol yang tergeletak di lantai, dan memecah kaca depan rumah Ozan. Setelah berhasil memecah dia melempar botol itu kearah wajah Ozan, Gita berhasil keluar, walaupun kakinya terluka tertusuk pecahan beling.Gita mencabut beling itu, darah segar mengalir dari telapak kakinya. Dengan menahan perih Gita tetap berlari sebisa mungkin, Ozan menyusulnya saat berada di pagar namun Gita berteriak."Tolong.... Tolong...!" teriakan Gita memancing perhatian warga sekitar, dan menghampiri mereka berdua."Ada apa Mbak?" tanya seorang warga."Dia mau memperkos* saya! Tolong Pak..!" ujar Gita.Ozan seketika
Semua mendapat bagianPOV FarahBapak terduduk lemas, menunggu operasi yang Ibu mertuaku jalani, bagaimana pun ia berharap agar operasi itu berhasil."Bagaimana keadaan Ibu?" tanya Stella padaku, ia datang sendirian karena katanya Julian masih bekerja dan tak bisa di tinggalkan sedangkan Bianca ia titipkan pada orangtuanya. "Ibu harus di operasi, karena mengalami pendarahan otak," jawabku."Aku yakin ini karma untuknya!" ujar Stella lirih.Aku melirik pada Stella, tampak ia biasa saja tak ada kesedihan yang ia tunjukkan. Mungkin karena Ibu yang seperti itu, apalagi setelah kejadian di hotel yang membuat kami semua marah dan jijik melihat Ibu.Baru saja kemarin ia bilang akan menikah dengan selingkuhan nya, yaitu ayah kandung Gita tapi hari ini Ibu kecelakaan dan pria itu tak ada bersamanya. Apa yang terjadi di antara mereka? Semua kacau, terlalu banyak masalah yang terjadi. Aku ingin ketenangan bukan masalah terus menerus seperti ini. "Far," Bang Raka menghampiriku sambil menyerah
Anna berubah?Anna berniat melepas alat bantu pernafasan Retno, ia takut jika Retno nanti menuntutnya."Bod*h banget aku bisa keliru! Andai saja tadi aku tidak bicara pada Farah, aku kira dia mengetahui tentang itu, ternyata tidak!" gerutu Anna.Krieett.... Pintu terbuka. "Hayo Anna, apa yang akan kamu lakukan?" tanya Stella, masuk kedalam ruangan itu."Aku gak ngelakuin apapun kok, cuma mau lihat keadaan Ibu saja!" jawab Anna, mengelak. Stella melipat kedua tangan ya di dada."Pembohong, aku tau apa yang akan kamu lakukan. Kamu mau mencelakai Ibu mertua kita bukan?" ledek Stella, ia seakan tahu apa yang akan Anna lakukan. Tentu saja Stella hapal dengan sikap Anna, dulu mereka sangat dekat. "Kamu mau melepas alat bantu pernafasan itu kan?" Stella menyenggol bahu Anna. "Enggak kok!" sahut Anna terbata."Aku juga sudah mendengar pembicaraanmu dengan Farah, tadi!" bisik Stella lirih. Ucapan Stella barusan sukses membuat mata Anna membulat sempurna, ia apes ketahuan oleh Stella. "Das
Gita menjadi baik?"Udah Pak, penjara in aja dia. Gak yakin aku dia bakal bayar kali ini!" ujar Angga memandang sinis Gita. "Jika aku di penjara, uang kalian bakal gak balik!" sahut Gita."Aku lebih ikhlas, kehilangan uang dan melihat kamu di penjara setidaknya aku puas!" ujar Angga, yang membuat Gita terdiam. Gita beranjak dari duduknya, dan bersimpuh di kaki Angga."Tolong kali ini beri aku kesempatan, pasti aku akan bayar jangan laporkan ke polisi lagi," Gita memohon, agar Annga mengasihani dirinya. "Jangan terpancing muka melasnya itu, pasti dia bohong dan bisa kabur!" cerca Cindy menatap Gita tajam. Gita tertegun melihat tatapan semua orang yang kini di hadapannya, seakan akan ingin melahapnya bulat-bulat. Julian datang menyusul Gita, ia melihat adik bungsunya sedang bersimpuh di kaki Angga, pemilik catering. "Bang, tolongin Gita," Gita merengek menghampiri Julian, ketika tahu Abangnya itu datang menyusul. "Apalagi sih ini Git? Masalah terus yang kamu perbuat!" bukan memb
Perbuatan StellaFarah sedang di kamar mandi, ia meletakkan ponselnya di atas meja rias. Gita yang telah mengintai sedari tadi masuk kedalam kamar Farah. Melihat ponsel Farah yang tergeletak begitu saja, menggoda Gita untuk mengambilnya. Jiwa klepto Gita meronta, dan langsung menyahut ponsel itu. "Ih, paswordnya apa?" gumam Gita, yang tidak mengetahui pasword ponsel Farah. Gita mengedarkan pandangan, dan melihat laptop Farah di atas nakas samping tempat tidur."Jadi Mbak Farah, sekarang nulis pakai laptop. Pasti dia menyimpan file nya di sini," gumam Gita kembali dan mulai membuka laptop Farah. Farah mengintip Gita dari balik pintu kamar mandi, yang berada di kamarnya. Nampak Gita yang sedang sibuk dan fokus mengutak atik laptop milik kakak iparnya itu. "Mau maling ya?" bisik Farah, yang sudah berada di samping Gita."Hahhh....!" Gita berteriak, dan terperanjat kaget oleh suara Farah yang muncul tiba-tiba."Ngapain kamu pegang laptopku, pasti mau maling kan!" hardik Farah."Engga
Memutuskan Bercerai"Aduh aku gak tahan lagi," rintih Gita, keluar dari toilet, wajahnya sudah mulai pucat. Farah yang merasa kasihan membuatkan Gita, teh pahit untuk di minum agar diare nya tida keterusan."Di minum Git!" Farah menyodorkan segelas teh itu, untuk di minum oleh Gita. "Apa itu Mbak, pasti mbak mau memperparah keadaanku kan?" ujar Gita, tak mau menerima teh itu."Agar keadaanmu membaik, di tolong malah berprasangka buruk!" ucap Farah dan meletakkan gelas itu di atas meja. Gita melirik, dan bangkit untuk meraih gelas itu. "Semoga ini bisa menghentikan mulesku," ucap Gita lirih dan lemas. Ia akhirnya meminum teh buatan Farah dan menuju ruang tamu. Gita berbaring di atas, dan akhirnya tertidur. "Kapan kamu berubah.." gumam Farah, yang melihat Gita tertidur di sofa. Farah sebenarnya berharap Gita bisa berubah seperti yang lain, tapi sepertinya sulit atau mungkin mustahil mengharapkan Gita menjadi lebih baik?**"Bangun juga kamu!" ucap Stella, yang sudah duduk di sofa ya
Rasa Iri GitaDahlan menelpon Julian, untuk mengajak Stella, gantian untuk menunggu Ibunya di rumah sakit. Setelah mengucapkan kata cerai, Dahlan meninggalkan rumah sakit dan pulang kerumah Saidah, adiknya. ~~~~"Abang sudah serius, untun bercerai," ucap Dahlan, di hadapan Saidah."Itu semua udah benar Bang, gak usah merasa bersalah. Apalagi Mbak Retno itu sudah berselingkuh, punya anak dari pria lain dan kita baru tahu sekarang, keterlaluan!" ujar Saidah, ia menghela nafas ikut merasakan situasi pelik yang kini tengah menerpa kehidupan Abangnya.Keputusan Dahlan, kini sudah bulat ia sangat yakin untuk mengakhiri pernikahan yang telah ia bina bersama Retno. **"Bapakmu, menceraikan Ibu," ujar Retno, mengadu pada Julian. "Aku sudah tahu Bu, jika itu memang keputusan yang terbaik, apa boleh buat!" jawaban Julian, membuat Retno membelalakan matanya tak percaya. Putra yang dulu selalu membelanya, kini tidak ada satupun yang berpihak pada dirinya. Mereka semua sudah seperti Raka, begitu
Hadiah Dari Raka Dan Farah"Mana mobilmu?" tanya Julian, pada Juanedi untuk menunjukkan mobilnya. "Untuk apa, kamu menanyakan mobilku?" ucap Junaedi, ia enggan menunjukkan."Kita sekarang kerumah sakit, menggunakan mobilmu saja!" jawab Julian."Tidak, kita naik taxi atau ojek saja," ujar Junaedi, agar Julian tak menggunakan mobilnya. Perasaan Junaedi, tidak enak."Cepat tunjukkan, yang mana! Atau kamu mau ku habisi?" ancam, Julian.Junaedi merasa kicep, dan menunjuk mobil berwarna putih miliknya. "Berikan aku kuncinya!" ucap Julian. "Biarkan, aku yang menyetir," sahut Junaedi. "Tidak! Kemariman kunci mobil itu!" paksa Julian, dan merebut paksa kunci yang ada di tangan, Junaedi."Kembalikan!" ujar Junaedi, spontan. "Cepat masuk!" Julian, mendorong tubuh Junaedi untuk segera masuk dan ia yang menyetir.Stella mengikuti mereka, menggunakan sepeda motor yang tadi mereka kendarai.**Setibanya di rumah sakit, Julian langsung menarik tubuh Junaedi untuk keluar dan masuk kedalam rumah