Share

TUJUH

Author: Titik Imaji
last update Last Updated: 2021-03-25 16:43:31

"Kenapa lo? baru ditinggal bentar udah kangen?" tanya Misell tanpa dosa saat baru tiba di kelasnya. Gadis itu seolah melupakan apa yang dialaminya.

"Dih, ogah! Pake acara kabur-kaburan lagi. Dari tadi gue diomongin sama banyak orang tau, dikiranya gue lagi berantem sama lo," jawab Salsa dengan sedikit emosi.

Misell hanya tertawa membuat Salsa semakin menatapnya penuh kesal. "Lagian lo kenapa, sih? udah ketemu Bian?" tanya Salsa.

"Iya, udah."

Perkataan itu menutup obrolannya kali ini, karena Pak Bimo, guru Fisikanya sudah memasuki ruang kelas. "Lo masih utang cerita sama gue!" bisik Salsa.

Misell yang mendengar perkataan itu, hanya memutar bola matanya malas. Misell berbeda dengan cewek lain yang sangat suka bercerita pada sahabatnya jika ada masalah percintaan. Dia cenderung memendam dan mencari penyelesaian masalahnya sendiri.

"Selamat siang semua, tolong semua buku yang ada di meja, dimasukkan ke dalam tas. Kita akan ulangan hari ini," sapa Pak Bimo pada siswa-siswi di kelas IPA-1.

"Hah?"

"Pak, kenapa mendadak?"

"Pak Bimo, saya minta waktu lima menit untuk belajar dulu pak."

"Pak, saya belum belajar."

"Pak, nggak bisa diundur aja ulangannya?"

Dan masih banyak ucapan lain yang keluar dari mulut siswa IPA-1 karena ada ujian yang mendadak ini.

"Tidak ada toleransi, sekarang cepat masukkan buku ke dalam tas. Kita ulangan sekarang!" ucap Pak Bimo menegaskan setiap kata dari kalimatnya.

Misell hanya menghela napasnya berat. Misell paling lemah di pelajaran Fisika daripada mata pelajaran yang lain. Walau begitu, Misell tidak pernah mendapatkan nilai Fisika di bawah angka tujuh. Rasanya, ia ingin mengutuk orang yang menemukan dan menciptakan Ilmu Fisika. Baginya, ia lebih memilih untuk menyelesaikan seratus soal Kimia daripada harus mengerjakan satu soal Fisika, yang menurutnya kebanyakan teori.

"Sell, gue nggak tau harus ngisi apa nanti!" kata Salsa pada Misell.

"Lo kira, gue paham Fisika? Ya enggak!"

"Ngomongnya nggak bisa, ntar ujung-ujungnya juga dapet nilai bagus! Dasar!" omel Salsa, tetapi hanya dibalas senyum singkat dari Misell.

*****

Bel pulang sekolah telah berbunyi sekitar beberapa menit yang lalu. Saat ini Misell berada di Ruang Diskusi bersama Gerald, Salsa, dan tim yang lain. Hari ini memang akan diadakan rapat perdana project angkatan. Gerald memilih tempat ini, karena dirasa cocok untuk kegiatan rapatnya kali ini. "Halo, selamat sore temen-temen semua! Sebelumnya, gue pengen ngucapin banyak terima kasih buat kalian semua, yang sudah bersedia bergabung di tim project angkatan kita," sapa Gerald selaku ketua tim.

Rapat dilanjutkan dengan membahas tema awal, serta kegiatan apa yang akan dilaksanakan. Misell mulai mengajukan usulannya terlebih dahulu. "Gue ada usul soal kegiatannya, jadi nanti kita ngadain acara bazar dan music festival. Dari sebagian dana yang kita dapatkan, bisa didonasikan ke orang yang membutuhkan. Istilahnya konser amal lah. Tapi, nanti PR kita, memikirkan ide bagaimana membuat acara itu bisa beda dari yang lain.”

"Boleh, tuh, idenya bagus."

"Iya, gue setuju. Udah lama juga, sekolah kita nggak ada acara musik festival kaya gitu."

"Nah, bener! Jadi selain kita bisa seneng-seneng dan lebih akrab sesama satu angkatan, kita juga bisa beramal melalui donasi itu." Salsa menambahi perkataan yang lain.

"Oke, jadi sekarang konsep acaranya udah deal, ya? Buat tema acaranya nanti kita pikir lagi bareng-bareng," ucap Gerald.

"Oke, deal!" seru semua anggota tim dengan kompak.

Setelah beberapa menit waktu berlalu, akhirnya rapat ini telah selesai. "Oke, gue rasa rapat hari ini cukup. Kalian bisa pulang dan selamat istirahat. Terima kasih semua," kata Gerald menutup rapatnya hari ini.

Tepuk tangan dari orang yang ada di ruangan ini, berbunyi riuh selama beberapa detik. Sekilas, tatapan Gerald mengarah pada Misell dan tersenyum ke arahnya. Misell hanya membalasnya dengan senyum singkat.

Semua anak kecuali Gerald, Misell, dan Salsa telah pergi dari ruangan ini. "Kalian balik naik apa?" tanya Gerald seraya memanggul ranselnya ke pundak.

"Hmm, gue kayaknya mau nebeng Salsa deh, Ger," jawab Misell.

"Eh, siapa bilang gue izinin, sorry Sell gue udah ada janji nih sama doi. Jadi, gue pulang bareng doi.” Misell tidak mempercayai perkataan Salsa yang baru saja diucapkannya. Ia yakin, bahwa sekarang Salsa tidak punya gebetan apalagi pacar. Ia hanya mengumpat dalam hati, merutuki Salsa yang sepertinya sengaja supaya Misell bisa pulang bersama Gerald.

Misell sebenarnya sudah tidak ingin berurusan lagi dengan Gerald selain masalah project angkatan. Dia tidak mau jatuh terlalu dalam dan nantinya bisa menimbulkan masalah-masalah lain yang tidak terduga.

"Sell, mau balik bareng gue?" tanya Gerald kemudian.

Misell terdiam sejenak untuk memikirkannya. "Hmm, iya deh boleh," jawab Misell dengan ragu-ragu.

Salsa yang mendengar obrolan itu, langsung tersenyum puas karena rencananya berhasil. Dia langsung pamit, karena tidak tahan dengan tatapan Misell, yang seakan-akan ingin membunuhnya saat itu juga.

Sepeninggal Salsa, Gerald mengajak Misell untuk keluar dari ruang diskusi, dan menuju ke parkiran untuk pulang. Mereka berdua berjalan bersama secara beriringan, di koridor yang sudah sepi karena bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak hampir dua jam yang lalu.

*****

Beberapa jam yang lalu….

"Eh Ya, Bi, nongkrong, yuk?" ajak Tama setelah bel pulang sekolah berbunyi.

"Kalau gue mah gas-gas aja Tam. Bian, nih, yang biasanya nggak bisa, karena harus nganter bebeb Misell-nya pulang," kata Arya.

Bian yang mendengarnya langsung menoyor kepala Arya. "Gue bisa, hari ini Misell ada rapat project angkatan jadi bakal pulang sorean."

"Project angkatan yang bareng Gerald itu? yakin lo ninggalin Misell sama Gerald?" tanya Tama pada Bian.

"Ya, emang kenapa? Gerald anak baik-baik. Gue bakal nggak yakin kalo Misell gue tinggalin sama lo berdua."

"Lah, lo kira gue juga mau ditinggal sama Misell? Ya kagak! Tuh, anak nyusahin banget. Gue heran kenapa lo bisa betah seumur hidup lo temenan sama tuh anak," ucap Tama dengan kesal. Namun, Bian hanya merespon perkataan Tama dengan senyum miringnya.

"Kalian berdua, nih, mau berantem apa nongkrong?" tanya Arya untuk melerai perdebatan kedua sahabatnya itu.

"Ya nongkrong, lah," jawab Tama dengan semangat.

"Ya udah, ayo!" ajak Arya.

"Yuk!" jawab Bian dan Tama yang hampir bersamaan.

Sesampainya mereka bertiga di parkiran, tiba-tiba ada yang memanggil Bian. "Kak Bian!" teriak seorang gadis yang berlari ke arah mereka bertiga. Setelah ia sudah ada di depan Bian, Tiara melanjutkan perkataannya. "Kak, aku boleh nebeng pulang nggak? Dari tadi aku order ojek online di cancel terus."

Tama dan Arya yang melihat itu langsung heboh. "Gila, temen gue! Sejak kapan lo punya gebetan adik gemes? Punya gebetan baru nggak bilang-bilang!"

"Mana cantik banget lagi anaknya, dasar Bian! Nggak ada Misell, tapi adik kelas juga disikat. Emang orang ganteng mah bebas.”

"Diem deh lo semua! Berisik!"

Tiara yang melihat kejadian ini hanya bisa terdiam dan menatapnya dengan heran.

"Sorry ya Ra, temen gue emang pada nggak waras semua. Oke gue anter lo pulang," kata Bian pada Tiara.

"Mantap jiwa, Bos-ku!"

"Sikat, Bro!" Tama dan Arya masih saja ribut dan tidak bisa diam.

"Gue mau antar Tiara pulang dulu, nanti gue nyusul ke tempat biasa."

"Siap!" jawab Tama dan Arya yang hampir bersamaan, kemudian langsung pergi meninggalkan Bian dan Tiara yang masih di parkiran.

Setelah kepergian Tama dan Arya, Bian menyodorkan helm pada Tiara. Selang beberapa waktu, mereka berdua meninggalkan sekolahan dengan menyisakan asap sepeda motor Bian yang masih mengepul di udara.

*****

Seorang lelaki sedang duduk di bangku halte depan sekolah, dia hanya duduk sendiri dengan sesekali membuka handphone-nya. Lelaki itu adalah Bian. Setelah Bian mengantar Tiara pulang ke rumah, yang awalnya dia akan pergi ke tempat tongkrongannya, tiba-tiba Bian mengubah niatnya dan memutuskan kembali lagi ke sekolah untuk menjemput Misell. Sejak dia menunggu di halte selama beberapa menit yang lalu, Misell belum juga menampakkan batang hidungnya.

Saat melihat ke arah lapangan, tiba-tiba matanya menangkap sosok yang sejak tadi ia tunggu. Namun, bukannya Bian segera menghampiri Misell, ia justru memilih diam di tempat karena tahu ada seseorang yang saat ini berjalan di samping Misell.

Bian hanya tersenyum kecut pada dirinya sendiri. Tidak seharusnya, ia bersusah payah datang kembali ke sekolah untuk menjemput Misell. Bian lupa bahwa saat ini sudah ada Gerald yang akan mengantar pulang Misell saat Bian tak ada.

Bian bangkit dari duduknya dan segera menaiki motor untuk pergi ke tujuan awalnya, yaitu tempat tongkrongannya. Bian harap, ia bisa sedikit terhibur setelah berkumpul dengan Tama dan Arya di sana.

*****

TBC~

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bicara   EMPAT PULUH

    "Lo kenapa, sih, Sell? Semenjak bangun tidur tadi lo ngelamun terus." Erika menatap Misell yang sedang duduk di depannya.Saat ini mereka berada di ruang makan asrama untuk sarapan. Sepuluh menit lagi, kelas Misell akan dimulai. Namun, hingga saat ini ia masih saja terdiam dengan tatapan kosong.Misell menggeleng dan tak lupa ia menampilkan senyum palsunya."Mimpi buruk?" tebak Erika tepat sasaran.Misell mendongak menatap Erika, lalu bertanya, "Hmm... mungkin. Pertanda baik atau buruk, ya?"Erika tersenyum penuh makna. "Pasti baik, kok. Berdoa aja."Misell mengangguk dan kembali menyendok makanannya walau sebenarnya

  • Bicara   TIGA PULUH SEMBILAN

    Tiga hari telah berlalu, Bian menjadi pribadi yang kehilangan semangat untuk kesekian kali. Ia membiarkan penelitiannya teronggok di pojok meja belajar, tanpa ia sentuh sedikit pun semenjak mendapatkan kabar jika Misell datang ke kampusnya dan berujung salah paham.Tatapan Bian mengarah pada sebuah foto yang terpajang di atas tempat tidurnya—foto Bian dan Misell—yang diambil sekitar lima tahun lalu saat mereka sedangstudy tourke Bali.Bian terdiam sejenak, sembari terus menatap foto itu.Gue harus ke Berlin!Setelah beberapa hari Bian bergelut dengan pikirannya, akhirnya ia memutuskan untuk meninggalkan kuliahnya sejenak untuk pergi menyusul Misell.Keputusan paling gila yang pernah ia am

  • Bicara   TIGA PULUH DELAPAN

    Seorang lelaki tengah berkutat dengan laptop dan beberapa lembarpaper-nya. Kantung matanya sudah semakin tebal dan menghitam karena beberapa hari ini Bian harus fokus mengerjakan penelitian. Bahkan, ia lupa meletakkanhandphone-nya di mana.Pada semester ini, ia sudah tak lagi di kampus seharian penuh karena siang hari Bian sudah pulang. Namun, adanya beban berupa penelitian, membuatnya begitu sibuk hingga menganggap penelitian adalah hidup dan matinya.Bian tiba-tiba teringat beberapa tahun yang lalu, saat Misell mengatakan ia akan pulang di tahun ketiga. Bian baru sadar, jika ini adalah tahun di mana Misell akan berjanji pulang. Tapi kapan tepatnya?Bian menjadi orang yang terlalu serius dengan kehidupan perkuliahan, hingga melupakan semua hal—terma

  • Bicara   TIGA PULUH TUJUH

    Bian, aku akan cerita tentang hari ini. Aku akan pulang. Sopir yang mengantarkanku ke bandara sedang memutar lagu yang aku tak tahu apa judulnya bahkan artinya. Lagunya berbahasa Jerman. Sudah tiga tahun di sini tapi aku belum mahir bahasa Jerman. Ah, mungkin aku terlalu mencintai Indonesia.Jalan menuju bandara sangat lancar. Semesta seakan memberi aku izin untuk menemuimu di waktu yang tepat. Semoga kali ini kita tak lagi menyalahkan waktu yang salah, ya?Aku akan bertemu denganmu. Aku akan mencari semua jawaban atas pertanyaanku selama ini. Jika jawabannya tak sesuai keinginanku sekalipun akan aku terima, karena aku hanya ingin bertemu denganmu.Seminggu semoga cukup ya untuk kita bertemu? Ya walaupun, aku tidak yakin akan cukup karena kantong rasa rin

  • Bicara   TIGA PULUH ENAM

    Seorang gadis baru saja menutup buku hariannya. Rutinitas yang ia lakukan sehari-hari itu, sudah menjadi hal wajib untuk dilakukan selama di Berlin.Berulang kali Misell berharap jika tiba-tiba lelaki itu datang dan menghapus mimpi buruknya selama hampir dua tahun ini. Namun nyatanya, semua tetap sama. Hadirnya selalu semu.Kini tangannya beralih memegang sebuah spidol dan meraih kalender yang ia letakkan di sudut meja belajarnya. Misell mengarahkan spidol tersebut untuk membentuk tanda silang pada tanggal di hari itu.Ia tersenyum.Empat bulan lagi,batinnya.Gadis itu tersentak saathandphone-nya tiba-tiba berbunyi. Lagi-lagi ia tersenyum, karena telepon dari Salsa. Mungkin sahabatnya itu ada kabar s

  • Bicara   TIGA PULUH LIMA

    Jam telah menunjukkan pukul dua dini hari. Lelaki ini baru menyelesaikan laporan praktikumnya yang tertunda, karena ia menemani Karin berkeliling naikmigo.Namun, Bian juga tidak akan protes karena ia juga menikmatinya. Sudah lama ia tidak mendapat hiburan dan hanya fokus dengan kehidupan kampus.Benda pipih yang ia letakkan di sampingnya baru saja bergetar. Tangannya bergerak mengambil dan melihat siapa pengirimnya. Ternyata,chatdari Karin. Gadis itu masih belum tidur, karena ia mungkin juga baru menyelesaikan laporannya.KarinBian, lo udah selesai 'kan? Gue khawatir nih, soalnya lo nggak punya pengalaman buat SKS. Takut lo kewalahan😋Bian berdecak pelan, lalu memba

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status