Share

5. Bidadari dari Padang Pasir

David berjalan menuju kantin sambil kembali mengingat-ingat saat pertama kali dia melihat wajah gadis berkerudung itu di parkiran kampus tadi pagi.

Wajah itu begitu cerah bersinar. Belum pernah aku melihat wajah yang bersinar cerah seperti itu. Walaupun  Anggel adalah yang tercantik di sekolah, tapi wajah Anggel tak secerah wajah gadis itu.

Pikir David. Hatinya terus bergumam, mencoba mengingat-ingat peristiwa beberapa jam yang lalu.

Aku merasa tenang saat berada di kelas bersama gadis itu, tak pernah aku merasakan setenang itu. Tuhan, apakah aku jatuh cinta pada gadis itu? Aku sungguh belum pernah merasakan rasa ini sebelumnya pada gadis mana pun. Tiba-tiba saja aku seperti berubah. Berubah menjadi David yang lain. Apa mungkin Jardon benar? Aku memang tidak mengenalnya.

David berdialog dengan dirinya sendiri. Ia kemudian sampai di kantin itu dan memesan makanan. Setelah kenyang kembali ke kelas. David menemukan Gadis Dubai itu sedang duduk di bangku taman sambil membaca buku tebal yang tadi dia baca.

Apakah dia tidak lapar? tanya David dalam hati. Tunggu ... tunggu! Aku peduli padanya dan mengkhawatirkannya? Tidak, seharusnya Jardon salah. Aku tidak memperhatikannya, pikir David.

David memutuskan kembali ke kafetaria. Ia mengambil beef burger dengan mayonaise dan sebotol air mineral dingin, lalu membawanya ke Maryam yang duduk tenang membaca buku itu. Awalnya David ragu untuk mendekatinya, namun saat dia sudah berada di hadpannya, Ia pun memberanikan diri untuk bicara padanya.

“Maryam,” panggil David.

Maryam menoleh heran pada David.

“Ya?” jawab Maryam.

”You must be starving. Here are for you. Have them!” tawar David sambil menyodorkan makanan dan minuman di tangannya dengan sedikit gugup.

Maryam sedikit terkejut melihat kebaikan siswa pembelanya yang mendadak itu.

”Maaf, aku sedang berpuasa,” ucap Maryam mencoba menjelaskan.

“Puasa? Maksudmu, tidak makan tidak minum?” tanya David masih belum paham.

“Ya,” jawab Maryam menunduk.

”Baiklah, kau bisa menyimpannya. Pasti ada waktunya kau bisa makan dan minum lagi, kan?”

Maryam mengangguk lalu mengambil makanan dan minuman yang ditawarkan David.

“Terima kasih,” jawab Maryam sambil tersenyum.

David terlihat salah tingkah. Ia bingung harus berkata apalagi untuk memulai pembicaraan yang lain dengan Maryam. Dan akhirnya ia pun menyerah, lalu pamit ke kelas. Saat David sudah berada di kelas, ternyata Maryam datang lalu duduk di salah satu bangku yang ada di sana. Mereka tengah menunggu Dosen berikutnya. Sesekali, David menoleh pada Maryam. Maryam pun gugup diperhatikan begitu oleh David.

 Saat jam kuliah berakhir, Maryam mengemasi buku-bukunya lalu beranjak keluar kelas. Sementara itu, David membuntutinya dari belakang. Dia ingin menjaga gadis itu dari teman-temannya yang membenci kehadirannya di kampus itu. Tiba-tiba saja ia menjadi penasaran dengan gadis muslim itu. Sejak jam istirahat berakhir dan jam kuliah dilanjutkan lagi, ia tak pernah berhasil untuk berkomunikasi lagi dengannya. Antara kebingungan karena tak tahu harus memulai dari mana dengan sesuatu yang berbeda yang terasa dalam hatinya. Untuk pertama kalinya selama ia hidup, David merasa wajah gadis Dubai itu seperti magnet dan ia sendiri ibarat logam yang tak bisa lepas dari magnet itu. Pada akhirnya, David mulai membenarkan ucapan Jardon tadi sedikit demi sedikit.

David merasa gadis itu memang seorang teroris. Gadis itu berhasil meneror pikiran dan perasaannya untuk selalu mengingat parasnya. Selama bersekolah di high school, David tak pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya. Bahkan Anggel, teman sekelasnya yang terkenal dengan julukan The Next Miss World, pun tak pernah begitu menarik perhatiannya.

Dedaunan kering berguguran di sepanjang jalan trotoar menuju halte bus. Washington DC begitu hangat siang itu. Maryam berjalan menunduk menuju halte. Kerudungnya berkibar terembus angin yang sama dengan yang menerbangkan dedaunan kering di trotoar. Sementara David berjalan sambil menuntun sepedanya di belakang Maryam. Ia berharap bisa berbicara lagi dengan gadis muslim di depannya itu. Itulah sebabnya mengapa ia tidak mengendarai sepedanya tapi menuntunnya di belakang Maryam.

Tiba-tiba langkah Maryam terhenti di depan sana. David terkejut melihat Maryam berhenti di hadapannya, ia ikut berhenti. Lama Maryam tak membalikkan tubuhnya, ia masih saja membelakangi David. Maryam menarik napas, lalu berbalik menghadapi David dan menunduk.

“Maaf, aku merasa tak nyaman berjalan di hadapan anak lelaki yang juga berjalan menuju arah yang sama. Aku diajarkan untuk berjalan di belakang lelaki mana pun. Karena halte masih jauh, jadi kupersilakan kau berjalan duluan,” ucap Maryam masih sambil menunduk. Ini adalah kali pertama baginya berinteraksi dengan lelaki asing di tempat umum di kota itu.

David tersenyum lalu berjalan mendorong sepedanya, mendahului Maryam. Kini giliran Maryam yang berjalan di belakangnya. Tak lama kemudian David berhenti. Ia berbalik menghadap Maryam, Maryam pun langsung menunduk.

”Maaf. Sepedaku tak memiliki kursi penumpang. Aku jadi tidak bisa memboncengmu. Stasiun masih jauh,” ucap David pada Maryam sambil tersenyum.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ar_key
mulai ada Rasa si David ...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status