Share

10. Keinginan Untuk Rujuk

"Hallo."

"Hallo Mas, kamu dimana?"

"Aku di sekolah, lagi banyak kerjaan. Kenapa?"

"Mas bisa ke hotel nggak?"

Suara Seruni terdengar terengah-engah.

"Kamu kenapa?"

Kini wanita itu justru terisak.

"Mantan suamiku mau ketemu sama kamu, Mas. Kamu bisa kemari 'kan?"

Perasaan Ardi langsung tak enak.

"Dia sudah tahu keberadaanmu?"

"Sudah, Mas. Dia menunggumu di hotel ini."

Ardi menarik napas dalam. Seruni akan dalam bahaya, jika ia abaikan dan mengikuti kata hati untuk menemui Ze. Mungkin mengabaikan mantan istri saat ini adalah jalan keluar terbaik. 

"Iya, katakan aku akan datang sesaat lagi."

Segera Ardi membanting setir menuju hotel. Lima belas menit perjalanan, dia sampai di parkiran. Pelan menarik napas dan bersiap untuk menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi nanti.

Turun dari mobil dia melanjutkan perjalanan menuju kamar yang ditempati Seruni. Tak lama setelah menekan bel, pintu kamar itupun terbuka.

Sang mantan terlihat di sana.

"Mas ...."

Dua netra Seruni basah.

"Kenapa? Dia menyakitimu?"

Seruni menggeleng.

"Lalu kenapa kamu menangis?"

"Aku hanya takut."

"Jangan takut, aku akan melindungimu."

Seruni mengangguk lalu mempersilahkan Ardi masuk. Beberapa langkah di depan sana, mantan suami sang wanita duduk di atas sofa. Sedang di belakangnya ada dua orang bodyguard berbadan besar. 

Bagaimana mungkin Seruni bisa bertahan hingga empat tahun bersama lelaki ini? Batin Ardi bertanya.

"Terima kasih telah memenuhi undanganku Mas Ardi. Mari silahkan duduk," ucap lelaki itu dengan suara baritonnya.

"Ada apa kau meminta bertemu?"

"Oh iya, aku hanya ingin kenal dengan lelaki yang katanya ingin menikahi mantan istriku. Benar kamu orangnya?"

Ardi tercenung sejenak, sungguh ia mengalami keraguan luar biasa perihal keinginan untuk menikahi Seruni. Tapi apakah tepat jika ia mengurungkan niat tersebut di hadapan lelaki itu? 

Kasihan Seruni, bisa saja keterusterangannya akan membuat Chandra besar kepala dan meminta Seruni untuk menerima dirujuk kembali.

Ardi mengalihkan pandangan menatap Seruni yang tampak begitu cemas. Wajah itulah yang dahulu begitu ia idamkan semenjak masih perjaka bahkan sampai dua tahun pernikahannya dengan Ze, wajah yang telah membuat ia tidak ingin mencintai wanita manapun. Wajah itu kini terlihat begitu ketakutan.

Ardi tak mungkin berterus terang, jika hasilnya hanya akan membawa kemudharatan.

"Iya. Saya akan menikahi Seruni."

Dengan berat hati Ardi menjawabnya. Sedang wajah Seruni yang tadi tertunduk seketika terangkat. Ia tersenyum dengan dua netra basah cairan.

"Oke, tapi saat ini kau 'kan belum menikahinya. Jadi aku minta kau bisa sportif selayaknya seorang lelaki jantan. Selama kau belum menjabat tangan penghulu, Seruni bebas di dekati oleh siapapun. Dan aku masih punya kesempatan untuk merebut hatinya. Jadi kuminta padamu, jangan menjauhkan Seruni dariku."

"Oke, aku setuju tapi dengan satu syarat. Kau tidak boleh memaksa Seruni untuk bertemu."

Chandra menarik napas tapi detik berikutnya ia setuju.

"Oke. Aku setuju. Tapi ingat, sebelum kau berhasil menikahinya jangan pernah kau sentuh mantan istriku."

"Tidak perlu kau mengancamku! Aku lelaki yang tahu caranya menghargai wanita, pantang bagiku menikmati apa yang belum pantas kunikmati!"

Chandra semakin termakan emosi. Tapi ia mencoba tersenyum.

"Bagus! Satu pesanku, berhati-hatilah, karena musuh terbesar manusia adalah nafsu."

Ardi memandang tak berkedip hingga Chandra dan kedua bodyguardnya pergi dari ruangan itu. 

"Makasih kamu udah mau menolongku, Mas."

Seruni bangkit dari duduknya lalu mendekati Ardi. Mereka duduk berdampingan.

"Aku melakukannya karena aku tahu kamu tak ingin kembali pada lelaki itu."

Seruni mengangguk. Dia menyentuh jemari Ardi tapi lelaki itu menarik tangannya.

"Aku harus pergi. Ada yang mau aku bicarakan bersama Ze."

Mendengar nama Ze, Seruni merasa hatinya sakit.

"Kapan, Mas?"

"Hah?"

"Kapan kau menceraikannya? Kau bilang akan menikahiku?"

Ardi terdiam sejenak.

"Kami sudah bercerai?" ucap Ardi lemah.

"Benar, Mas?"

Ardi mengangguk.

"Terima kasih karena kamu sudah membuktikan keseriusanmu, Mas. Aku akan menjadi istri yang baik untukmu," ucap Seruni yang mulai terisak.

"Sudah, sudah jangan menangis."

Ardi mencoba menenangkan dengan menepuk-nepuk punggung tangan Ze. Entah apa yang harus ia katakan, sebab saat ini ia justru merasa telah salah memilih bercerai dari Ze. Dan bahkan sudah terbesit sesekali keinginan untuk merujuk wanita itu. Tapi bagaimana dengan janjinya pada Seruni?

"Aku harus pergi."

"Iya, Mas. Hati-hati ya, Mas."

Seruni mengantar lelaki itu sampai keluar. Lalu kembali menutup pintu saat bayangan Ardi tak lagi terlihat. 

Sedang di luar sana, sang lelaki berjalan lesu. Perasaannya tak menentu. Apa yang sudah ia rasa? Padahal semua ini sudah ia pikirkan dengan matang, tapi kenapa ketika sudah dijalani, justru terasa menyakitkan?

*

"Apa, cerai? Istrimu selingkuh?"

Ardi menggeleng. Setelah bertemu Seruni tadi, ia sangat gelisah dan pada akhirnya memutuskan untuk meminta pendapat sahabatnya Joan.

"Nggak. Ini bukan karena Ze, tapi aku yang ingin kembali pada Seruni."

"Seruni? Bukannya dia udah nikah?"

"Iya, tapi mereka udah cerai."

"Astaghfirullah, Ardi. Jadi selama ini kamu masih berharap menikah dengan Seruni?"

"Iya, Seruni adalah impian masa laluku."

"Lalu sekarang, apa kamu bahagia setelah bercerai dari Ze?"

Ardi menggeleng.

"Nafsu emang selalu begitu. Belum dapat aja, ngebet setengah hidup. Giliran udah dapat, hilang rasa."

"Bukan gitu, Jo. Aku tu merasa bersalah sama Ze. Karena selama ini dia 'kan nggak salah, terus tiba-tiba aku ceraikan dengan alasan mau kembali pada Seruni."

"Nah itu kamu tahu salah. Tapi kenapa kamu lakukan?"

"Karena aku pikir dia juga nggak cinta sama aku. Sebab kami 'kan menikah karena dijodohkan."

"Emang kamu pernah nanya sama dia kalau dia cinta atau nggak?"

"Nggak sih tapi ya terasa aja."

"Terasa gimana?"

Ardi terdiam, membayang-bayangkan perlakuan Ze selama ini. Perhatian, selalu merawat di saat dia sakit, selalu masak masakan enak. Dan yang paling utama, selalu memaksa dekat-dekat saat di atas ranjang. Bukankah itu semua bentuk cinta?

Ardi menelan ludah.

"Aku nggak tahu, pusing."

"Belum terlambat bro, dia masih dalam masa Iddah. Cepatan rujuk."

"Rujuk?"

Ardi tercenung sejenak.

"Iya rujuk. Emang kamu benaran mau nikahi Seruni, udah yakin akan bahagia jika cinta kalian bersatu? Dia pernah menikah Ardi, asam garam kehidupan sudah pernah dirasa. Siapa yang bisa jamin kalau perasaannya ke kamu itu sungguhan. Bagaimana kalau hanya pelarian? Tapi kalau Ze, sudah dijamin. Karena kamu adalah lelaki pertama yang unboxing barang berharga miliknya."

Pikiran Ardi melambung pada malam-malam tiap kali mereka menyatukan diri. Dia menikmati, padahal sering kali merasa tidak cukup sekali. Tapi rasa gengsi menuntun diri untuk diam. Dengan alasan menjaga cinta untuk Seruni dia mengabaikan hati yang sejujurnya telah jatuh ke pelukan sang istri. 

"Makasih ya bro, nasehatnya. Aku akan merujuk Ze. Semoga dia mau memaafkan kenaifan diri ini."

"Samangat, aku bantu doa."

*

Ardi sampai di rumah tepat pukul tiga sore. Suasana di kediamannya masih sepi.

Apa Ze belum pulang? Kemana dia? Haruskah aku menelpon?

Ardi membuang napas berat. Entah kenapa di jalan tadi dia terpikir untuk menyambut kepulangan Ze. Akhirnya dia membeli dua bungkus nasi timbel kesukaan Ze beserta segala lauknya yang menggiurkan.

Semoga dengan ini, Ze mau memaafkan apa yang telah kuperbuat.

Ardi membuang napas kembali. Dia sudah bertekad untuk merujuk Ze sore ini juga. Perihal Seruni, lelaki itu berencana akan menyampaikan perlahan bahwa apa yang selama ini dia rasa adalah sesuatu yang salah.

Selama ini dia pikir menjaga rindunya yang belum selesai pada Seruni akan menghalau cinta pada Ze. Tapi nyatanya, dia tidak bisa menipu hati.

Aku mencintaimu, Ze.

Dua piring nasi telah tersedia. Segala lauk lain telah di tuang ke dalam mangkok, dan tak lupa dua jus jeruk setia menemani.

Ardi menghela napas berat. Dari luar terdengar bunyi klakson. Lelaki itu buru-buru ke depan untuk mengecek. 

Dua netranya membelalak melihat Ze turun dari sebuah mobil. Lalu dari pintu kemudi turun seorang lelaki.

Tampan dan berwibawa.

Siapa dia? Jangan-jangan dia juga yang sudah memberi Ze toko dengan percuma.

Lelaki itu membuka pintu hingga Ze turun dari mobil tersebut. Ada wanita lain yang berbicara sejenak dari dalam. Sebelum akhirnya mereka semua saling melambaikan tangan. Ardi melihat senyum bahagia terpancar dari wajah Ze, terutama saat lelaki tadi membukakan pintu. 

Pandangan yang saling tertuju. Ardi telah dilanda rasa cemburu. Ia tertunduk sejenak lalu langkahnya tertuntun menuju dapur. 

Lelaki itu membuang nasi dan lauk ke dalam tong sampah. Percuma menunggu jika yang ditunggu ternyata telah nyaman bersama yang lain.

***

Bersambung

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Fitriyani Puji
dulu kan setiap 2jm gratis ya kenapa sekarang ngak ya
goodnovel comment avatar
Fitriyani Puji
nah lo nyesel kan baysngan masa lalu belum tentu baik
goodnovel comment avatar
Bee Lynda
andre roni or chandra si suaminya seruni? ngga konsisten ah othornya wkwkw
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status