Merasa yakin atas temuannya, Alex pun menghubungi nomor lain sebelum meninggalkan tempat di mana ia mengawasi rumah Yusuf, suami dari adik sahabatnya. Kalau bukan karena Hanna tadi memperlihatkan foto gadis itu, Alex tak akan pernah tahu. "Halo," sapanya pada orang di ujung telepon. "Saya menemukan gadis itu, Om." "Em, saya akan mencari tahu lebih banyak. Kalau saya mengirim masuk orang ke sana, apa itu akan merugikan untuk Om?" tanya Alex. "Em, jadi begitu. Sebaiknya memang kita bertemu." Tak lama setelah obrolan singkat itu, Alex menutup panggilan, menyalakan mesin mobil dan pergi meninggalkan area yang membuatnya betah berlama-lama karena rasa penasarannya. ______________ Yusuf tampak kesulitan mengoles salep di pipi bawah pelipis. Tubuhnya sampai miring-miring di depan kaca. Hanna yang sebenarnya masih sangat gondok dan kesal, mendekat dan refleks mengambil salep di tangan pria itu. "Apa yang kamu lakukan?" Yusuf melebarkan mata tak suka. Dia mengambil kembali dengan cepa
Yusuf menajamkan pandangan pada laptop, tampak sebuah mobil berwarna silver yang terparkir di seberang rumahnya. Sejak berhenti di sana, benda itu tidak bergeser lama. Penasaran, video itu dijalankan dengan cepat. Mata Yusuf semakin menyipit, kala video yang mengarah ke jalan memperlihatkan pergerakan seseorang yang misterius. Dia bahkan menggulir waktunya, tapi hingga dua jam setelahnya, mobil itu masih ada di sana. "Apa yang dilakukan orang itu? Apa dia sedang memata-mataiku?" Pria itu bangkit ke arah jendela. Membuka gorden. Barangkali mobil silver masih berada di sana. Kalau iya, Yusuf berencana untuk datang ke bawah sana memeriksa. Namun, rupanya jalan yang tampak redup meski disinari lampu tersebut, sudah sepi dan tak ada apa-apa. Yusuf mendesah, dilihat arloji sudah menunjukkan pukul 23.00. "Yah, ini sudah terlalu malam. Mana mungkin ada orang sampai seiseng itu parkir sampai jam segini. Kalau pun punya tujuan, akan kentara jika bertahan selama itu." Namun, walau bagaim
"Saya yakin, ini bukan sebuah kebetulan, Om. Karena rasanya sangat aneh. Bisa jadi gadis itu saudara, keluarga dekat, adik atau kakak dari Yusuf. Jika ternyata ...." Alex yang memiliki dugaan, suaranya tertahan."Om, akan mencari tahu, Lex," sahut Subakhi dengan raut kecewa.Alex manggut-manggut setuju. Itulah tujuannya bicara pada orang tua yang dihormatinya itu. Agar tak timbul masalah di kemudian hari, seperti tengah menunggu bom waktu."Kamu ... tidak memberitahukan pada Zidan bukan?" tanya Subakhi kemudian. Mengigat Alex sangat dekat dengan Zidan."Oh, nggak, Om. Nggak akan. Saya akan menjaga rahasia ini seperti menjaga nyawa saya sendiri." Alex meyakinkan."Kalau benar mereka punya hubungan keluarga, dan Yusuf sengaja menikahi Hanna untuk hal ini, maka dia akan mencari jam tangan tersebut untuk barang bukti." Subakhi menyebutkan apa yang kini ada dalam pikirannya.&n
Hanna tak mengerti alasan Yusuf menyembunyikan Adelia di bilik rumahnya, hingga detik ini. Bukankah itu justru berefek tak baik pada wanita hamil itu. Kalau sudah begini, harusnya Yusuf menyesal. "Sampai kapan kamu akan merahasiakan ini dari semua orang?" tanya Hanna. "Dia perlu dirawat." "Kamu tahu apa? Diamlah dan jangan berkomentar," sahut Yusuf yang tak suka dengan pendapat Hanna. "Apa ... kamu sangat mencintainya dan tak akan mungkin mencintai wanita lain?" tanya Hanna kemudian yang membuat Yusuf seketika menoleh dan menatap lekat wajahnya. Mereka saling tatap untuk beberapa lama, hingga mata Hanna sedikit menyipit melihat senyum Yusuf yang merasa geli dengan pertanyaannya. "Kamu sudah berubah pikiran lagi? Hahaha. Cepat sekali." Pria itu tertawa seolah pertanyaan Hanna terdengar lucu. Hanna yang sebelumnya, rela telah menjadi pelampiasan pada akhirnya meminta Yusuf mencintainya. Hanna mencebik. Lalu melihat ke arah lain sambil membuat lengkungan di bibirnya. Sebuah senyum
Batin Hanna bertanya-tanya. Tak lama Subakhi meraih tangan anaknya, menyibak pergelangan tangan lalu memeriksa apakah ada lebam bekas luka. "Dia tidak menyakitimu kan?" tanya Subakhi yang khawatir kalau dugaannya dan Alex benar. "Disakiti? Oleh siapa, Pa? Kenapa aku harus disakiti?" Hanna balik bertanya sambil menyelidik ke arah sang papa. "Hem?" Subakhi melebarkan mata dengan dua alis terangkat. Apa ada yang salah dengan pertanyaannya? Kenapa Hanna mempertanyakan itu, apa sebenarnya puterinya tersebut sudah tahu? Atau hanya menduga-duga saja. "Papa kan orang tua kamu, Na. Kenapa malah pertanyaannu jadi terkesan aneh begitu?" tanya Subakhi mangkir. "Oh." Mulut Hanna membulat tanda mengerti. Namun, dia sudah terlanjur curiga. Sejak merasa tertipu oleh sikap Yusuf, dia jadi sulit percaya begitu saja pada ucapan orang lain bahkan papanya. Suara deru mobil kembali terdengar. "Itu pasti Mas Yusuf." "Yusuf? Jadi dia gak di rumah. Ke mana pagi-pagi begini?" tanya sang papa. "Tadi
Yusuf menatap Hanna pergi meninggalkannya. "Hem? Apa yang terjadi kalau begitu? Apa sekarang dia mau mengatakan bisa berbuat apa saja? Ditanya malah nyolot!" Yusuf pun menyusul Hanna yang lebih dulu turun, tak ingin sesuatu yang tak diinginkannya terjadi di bawah sana. Lebih setelah ia tahu Alex menyimpan perasaan padanya, jangan sampai dia mencari-cari kesempatan. Sampai di anak tangga, dan memperhatikan ke bawah, Yusuf lega, Hanna dan Alex tidak duduk bersebelahan. Yusuf pun duduk di dekat Hanna sambil tersenyum tipis ke arah papa mertuanya, kemudian Hanna. Namun, tiba-tiba sang istri bangkit. "Hem?" Kening Yusuf kembali berkerut. Kenapa Hanna berdiri saat dia datang? Seolah Hanna sedang menghindarinya. 'Ya Tuhan. Apa ini? Apa penting bagaimana sikapnya? Sejak kapan aku peduli dengan itu?' "Oya, aku tadi udah masak buat sarapan," ucap Hanna menunjuk dapur. "Wah, kebetulan lama sekali aku tak makan masakanmu, Na!" Alex berseru-seru senang. Dia sudah seperti anak kecil yang dibe
"Apa? Tentang apa ini, Mbak?" Hanna penasaran atas maksud kakak iparnya menelepon. Berita yang Indah bawa tidak utuh, hingga Hanna kesulitan mencernanya. Namun, ketika wanita itu menyebut nama Alex dan papanya seketika rasa penasaran pun hadir."Nggak tau, Na. Tapi karena masalah ini Alex sampai membatalkan penerbangan." Indah menambahkan."Kenapa ya?" kejar Hanna.Dia ingin semua jelas, sebab belakangan juga berpikir keluarganya ada sangkut pautnya dengan hal buruk yang menimpa Adelia.Dan entah kenapa, Hanna yakin apa yang Indah bicarakan ada sangkut pautnya dengan hal itu."Kita ketemu aja, mereka juga nyebut nama kamu dan Yusuf, Na. Aku yakin ini ada kaitannya dengan kalian," sambung Indah kemudian."Apa?!" Mata Hanna membeliak. Apa benar ini ada kaitannya dengan Adelia? 'Iya, aku sendiri yakin begitu.' Ditambah pernyataan Hanna makin kuatlah keyakinannya."Ketemu jam makan siang ya, di Kafe Keluarga." Indah langsung memberi tahu tempat di mana mereka akan ketemu.Hanna melirik pad
'Ini akan sangat memalukan kalau Hanna tahu. Untuk apa aku mengikutinya ke sini? Ck,' gerutunya dalam hati. Sambil menarik topi dan mencuri pandang ke meja Hanna. "Hei, assalamuallaikum Ammah!" Suara Indah terdengar di telinga Yusuf, hingga hatinya tak tahan untuk memaki. 'Ck. Kasihan, tampaknya dia wanita baik dan ngerti agama. Tapi punya suami macam penjahat kelamin seperti Zidan!' Hanna terdengar ramah seperti biasa. Dia juga seorang wanita yang bisa membawa diri di manapun berada. Sejauh ini, bahkan Yusuf belum menemukan keburukan perempuan itu, selain tulus pada siapa pun. Termasuk padanya yang jelas-jelas dzalim, menikahinya atslas dasar dendam. Dia masih peduli dan mau menolong Adelia, meski kenyataannya perempuan dalam bilik itu adalah awal dari neraka Hanna. Yusuf mendesah panjang. Lega. Tak ada yang perlu dicemaskan. 'Wait! Kenapa aku mesti cemas?' Pria tampan yang mengenakan jaket, dengan wajah ditutup masker itu menepis pikiran yang tidak-tidak. Lalu akhirnya bangkit