Home / Romansa / Bintang Kesayangan CEO Tampan / Bab 6 Tantangan Bagi Titan

Share

Bab 6 Tantangan Bagi Titan

Author: Namaria
last update Last Updated: 2025-04-24 15:06:37

Galaksi dan Hamal berjalan menuju mobil tempat Gallen berada, sambil membawa pakaian ganti untuk pria itu. Namun langkah mereka terhenti saat melihat Gallen berdiri berhadapan dengan Dewi Titan di samping mobil, keduanya tampak kesal dan tidak akur.

"Dewi Titan, kamu ngapain di sini?" tanya Galaksi dengan dahi berkerut.

"Aku... tersesat," jawab Titan singkat, tanpa menatap Galaksi.

Galaksi dan Hamal melempar pandang, heran, tapi tak ingin memperpanjang urusan. Galaksi pun menyerahkan goodie bag yang dibawanya.

"Kak, ini pakaian gantinya," ucapnya pada Gallen.

Titan terlihat kaget mendengarnya. “Kak? Kamu panggil dia siapa?” tanyanya sambil menunjuk wajah Gallen.

"Dia Kakakku," jawab Galaksi sambil tersenyum.

"Ka… kakakmu?" Titan tergagap, matanya membelalak menatap Gallen. Wajahnya penuh keterkejutan.

Gallen membalas dengan senyum mengejek, puas melihat reaksi Titan.

" Aku tidur dengan Kakaknya Galaksi?" batin Titan panik.

Galaksi segera mengingatkan, "Ayo, kita harus kembali. Syuting sebentar lagi mulai."

Titan dan Galaksi pun pergi, meninggalkan Gallen yang masuk mobil untuk berganti pakaian. Tapi, sejak tahu siapa Gallen sebenarnya, konsentrasi Titan buyar. Ia melakukan beberapa kesalahan dalam pengambilan adegan.

"Kamu bisa akting tidak sih?!" bentak Orion, sang sutradara. "Break 10 menit! Bikin repot saja." Orion marah.

Galaksi segera menghampiri Titan. "Kamu kenapa?"

"Aku tidak apa-apa… maaf," jawab Titan, mencoba tenang.

Syuting pun kembali dilanjutkan. Kali ini, Titan sudah lebih fokus, membuang jauh pikiran tentang Gallen. Ia tak ingin mengecewakan Galaksi yang sudah susah payah mencarikannya peran.

"Cut!" teriak Orion akhirnya. Kali ini, puas dengan hasilnya.

Adegan berikutnya menempatkan Titan di atas bangunan tinggi.

"Kamu yakin bisa? Bukannya kamu takut ketinggian?" bisik Galaksi khawatir.

"Aku harus bisa. Kamu tahu aku selalu totalitas," jawab Titan yakin, meski jantungnya berdegup kencang.

Hamal ikut cemas. "Oh tidak, Dewi Titanku itu takut ketinggian..."

Gallen menimpali, "Kalau dia artis profesional, dia pasti bisa melakukannya."

Tanpa disadari banyak orang, Gallen dan Hamal sudah berada di antara kerumunan kru. Titan pun bersiap di atas bangunan, mengenakan tali pengaman, dengan kedua kakinya gemetar. Sudah berusaha menenangkan diri, tapi, tetap saja ada perasaan khawatir, jantungnya dag... dig... dug tak karuan.

"Aku pasti bisa!" bisiknya penuh semangat.

"Action!" teriak Orion.

Titan pun melompat. Tubuhnya melayang indah di udara, seperti daun tertiup angin. Semua mata terpaku padanya.

"Cut!" seru Orion, kali ini sambil tersenyum puas.

Orang-orang bersorak dan memberi tepuk tangan. Galaksi segera menghampiri Titan yang tengah melepaskan tali pengamannya.

"Aku tidak percaya, aku bisa melakukannya, Gal!" ucap Titan sambil memeluk Galaksi.

"Tentu saja, kamu hebat!" puji Galaksi.

Melihat itu, Gallen cemberut. "Apa-apaan mereka?"

"Jangan-jangan Bos cemburu karena Mas Galaksi dipeluk Titan," ledek Hamal.

"Ngaco kamu!" Gallen melotot.

Saat itu, Orion menghampiri Gallen. "Sudah kuduga kamu ada di sekitar sini," katanya.

"Aku cuma ingin melihat adikku bekerja," elak Gallen.

"Yakin, cuma itu?" senyum Orion menyindir, sambil teringat pesan yang dikirim Gallen tadi.

Seorang kameramen berbisik, "Eh, itu kan Gallen Pratama?"

"Benar, katanya dia investor utama film ini."

Titan dan Galaksi mendengar itu. Titan langsung menarik diri dari pelukan Galaksi.

"Kenapa?" tanya Galaksi.

"Tidak enak dilihat orang, nanti jadi omongan," jawab Titan. Sebenarnya, ia tak ingin berurusan dengan kakaknya Galaksi.

"Tidak usah dipikirkan. Ayo," Galaksi menarik lengannya.

Mereka pun menghampiri Gallen. Walaupun sebenarnya Titan, malas.

"Halo, Pak Gallen," sapa Galaksi sok formal.

Gallen hanya menanggapi dengan senyuman miring. Hamal sampai menahan tawa.

"Kok bisa ya, orang sibuk kayak Pak Gallen datang ke sini?" lanjut Galaksi berpura-pura tak kenal.

"Tidak usah pura-pura. Aku tahu kamu adiknya Gallen!" celetuk Orion.

Galaksi hanya tersenyum, lalu memperkenalkan Titan.

"Pak Gallen, kenalin, ini artisku, Dewi Titan."

"Aku tahu siapa dia. Hanya artis bodoh yang mau mempekerjakan mu sebagai manajer," sindir Gallen tajam.

Titan maju, menatap tajam. "Anda bilang saya artis bodoh?!"

"Kalau tidak bodoh lalu apa? kenapa percaya begitu saja pada orang yang belum punya pengalaman apa-apa?" balas Gallen.

Titan mendongak. "Aku tidak menyangka Galaksi yang baik hati punya Kakak yang begitu sombong!"

Galaksi yang senang karena Titan membelanya, spontan mendorong Titan ke arah Gallen, dan…

"Cup!"

Bibir Titan dan Gallen bersentuhan singkat.

Semua terdiam dengan mata membelalak dan mulut menganga lebar, selebar lapangan bola.

Seorang juru kamera secara refleks memotret momen itu. "Wah, ini bakal jadi berita besar!"

"Tidaaak!" teriak Galaksi panik.

Hamal juga tak kalah heboh. "Bos, jahat banget sih!"

Wajah Titan merah padam, entah karena malu atau marah. Ia pun pergi dari sana dengan langkah cepat.

"Aku akan buat perhitungan sama Kakak!" geram Galaksi, lalu mengejar Titan.

Gallen berdiri bingung. "Kenapa jadi aku yang disalahkan?"

Orion menepuk bahunya. "Gimana rasanya? Kamu orang pertama yang merasakan bibir Dewi Titan!"

Wajah Gallen langsung berubah garang.

Di ruang istirahat, Titan duduk memandangi wajahnya di cermin. Bayangan bibir Gallen terus muncul di pikirannya. Ia mengacak rambut, frustrasi.

"Mba Titan, kenapa kayak orang stres gitu?" tanya Giselle, asisten pribadinya.

*****

Sementara itu, dalam perjalanan pulang ke perusahaan, suasana di dalam mobil hening.

"Kamu kenapa diam terus?" tanya Gallen pada Hamal.

"Untuk sementara, jangan bicara dengan saya dulu, Bos," jawab Hamal dingin.

"Karena kejadian tadi?"

"Tentu saja! Bos udah menghancurkan prinsip yang selalu dijaga Dewi Titan."

"Yang salah Galaksi! Dia yang dorong," Gallen membela diri.

"Tapi Bos bisa menghindar. Ini malah... menikmati!" balas Hamal kesal.

Mendengar itu, Gallen terdiam. Jika mereka tahu jika dirinya pernah satu kamar dengan Titan ... bagaimana reaksi mereka?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bintang Kesayangan CEO Tampan    Bab 150 Extra Chapter Masa Lalu Gallen

    Musim gugur di Inggris selalu membuat langit tampak lebih kelabu dari biasanya. Gallen Alpha Pratama duduk di bangku taman dekat asrama sekolah internasionalnya, mengenakan seragam lengkap, dengan mantel abu-abu tua melapisi tubuh tingginya yang masih tampak kurus saat itu. Ia memandangi jam tangan di pergelangan kirinya. Bukan untuk melihat waktu, tapi karena jam itu adalah satu-satunya kenangan yang tersisa—hadiah dari seorang anak perempuan kecil dengan suara cempreng dan senyum paling cerah yang pernah ia kenal: Titan. "Kalau kamu merasa sendirian, lihat jam ini ya. Aku di sini. Menunggumu pulang." Namun waktu justru membuat semuanya kabur. Bertahun-tahun berlalu tanpa satu pun kabar dari Titan. Surat-surat yang ia kirim tak pernah dijawab. Bahkan Kakek Pratama memintanya untuk fokus sekolah dan melupakan masa kecilnya di Indonesia. "Gallen, kalau kamu ingin jadi pewaris yang kuat, kamu harus belajar berdiri sendiri. Perasaan bisa jadi beban." – itulah kata-kata kakeknya.

  • Bintang Kesayangan CEO Tampan    Bab 149 Epilog: Cinta yang Menang

    Rooftop gedung Alpha Star Entertainment berubah jadi tempat makan malam romantis paling indah. Meja panjang tertata rapi dengan taplak putih bersih, piring-piring porselen, lilin kecil yang menyala lembut, dan lampu-lampu gantung seperti bintang-bintang jatuh di atas kepala mereka. Malam itu terasa hangat meski angin pelan berembus dari sisi bangunan. Di sana hadir semua orang terdekat yang sudah menjadi bagian dari perjalanan Titan dan Gallen: Starla dengan senyum cerianya, Vega duduk anggun penuh kasih, Kakek Pratama tampak jauh lebih tenang, Galaksi, Hamal, Rigel, Orion, dan Giselle menebar tawa dengan candaan kecil mereka. Dan tentu saja, Gallen dan Titan duduk berdampingan. Semua larut dalam kebahagiaan dan obrolan. Mereka mengenang masa lalu dengan tawa—meski beberapa kisah dulu penuh luka, malam ini tak ada yang mengingatnya dengan sedih. Hingga saat jam menunjukkan tengah malam, Titan bangkit dari kursinya. Lampu-lampu gantung diredupkan pelan, menyisakan cahaya ha

  • Bintang Kesayangan CEO Tampan    Bab 148 Setelah Badai

    Balkon Apartemen Titan Udara sore menyusup pelan di antara sela-sela balkon. Angin menggerakkan tirai ringan dan menyibakkan helai rambut Titan. Ia duduk bersila di depan Gallen yang diam di kursi rodanya, membiarkan Titan memegang wajahnya dengan lembut. "Bulu-bulu ini sudah seperti ilalang, Gallen. Kamu bukan serigala, kan?" canda Titan, sembari mengusap dagu Gallen yang mulai bersemak. Gallen tersenyum kecil. "Kalau serigala sepertiku, kamu mau tetap pelihara?" "Kalau serigalanya hanya melolong padaku, mungkin." Titan mulai mengoleskan krim cukur, lalu perlahan membersihkan wajah Gallen. Setelah itu, Titan menyisir rambut Gallen dan mulai memotongnya dengan hati-hati. "Kenapa kamu tidak mengurus diri sendiri?" tanyanya pelan. "Gallen yang aku kenal selalu tampil bersih dan rapi." Gallen menunduk. "Karena tidak ada kamu." Keheningan menyelip masuk sejenak. "Bagaimana dengan fisioterapi?" tanya Titan kemudian. Gallen terdiam. Ia tahu jawabannya tak akan membuat Ti

  • Bintang Kesayangan CEO Tampan    Bab 147 Tamu Berpakaian Hitam

    Orion berdiri di tengah ballroom megah yang sudah disulap menjadi panggung pertunangan impian. Lampu kristal menggantung, bunga mawar putih dan merah tertata indah di sepanjang jalan masuk. Para tamu berdatangan dengan senyuman, tak menyadari bahwa semua ini hanya sandiwara… dengan penonton utama yang belum tiba. Titan berdiri di belakang panggung bersama Rigel dan Orion. Gaun putih berpotongan elegan melekat indah di tubuhnya, senyumnya tenang… tapi matanya penuh waspada. "Dia akan datang," ucap Titan lirih. Rigel menoleh, memastikan tak ada yang mendengar. "Kamu yakin?" Titan hanya mengangguk. Sementara itu… Sebuah mobil hitam berhenti beberapa meter dari venue. Hamal keluar terlebih dahulu, lalu membuka pintu belakang. Dari sana, Gallen muncul—berpakaian serba hitam. Setelan rapi, tanpa dasi. Sepasang sarung tangan kulit membungkus tangannya. Wajahnya tajam dan penuh tekad, tapi sorot matanya menyimpan luka yang dalam. Di tangannya, sebuah kotak kecil berwarna biru tu

  • Bintang Kesayangan CEO Tampan    Bab 146 Kamu Harus Melihat Sendiri

    Lorong apartemen Titan lengang. Hanya suara langkah kaki Hamal yang terdengar, cepat namun tetap terjaga. Di tikungan menuju unit Titan, ia berpapasan dengan seseorang. "Eh? Mas Hamal?" suara familiar terdengar. Giselle. "Oh… Giselle," Hamal menyunggingkan senyum kecil. "Dewi Titan ada di dalam?" "Ada," jawabnya. Ada yang penting?" "Sedikit. Terima kasih, Giselle." Setelah Giselle berlalu, Hamal mengatur napasnya. Ia mengepalkan tangan lalu menekan bel apartemen. Tak lama, Titan membukakan pintu. Matanya terkejut, namun tak menunjukkan emosi berlebihan. "Hamal?" "Boleh aku masuk, Dewi Titan?" Titan mempersilakan. Di ruang tamu yang tenang, mereka duduk saling berhadapan. Titan menatap lurus ke arah Hamal. "Ada apa? Tumben kamu datang ke sini?" tanya Titan penuh selidik. Hamal menggeleng perlahan. "Ada hal penting. Aku hanya ingin memberitahu sesuatu padamu." Wajah Hamal tampak serius. Titan diam. Hamal pun melanjutkan. "Aku tahu kamu mengikuti mobil itu... saat

  • Bintang Kesayangan CEO Tampan    Bab 145 Dewi Titan Menyusun Skakmat

    Di ruang belakang kantor produksi Orion, Titan duduk di sofa coklat tua dengan tangan bersedekap. Di depannya, Orion berdiri menatapnya dengan ekspresi tidak percaya. Kalimat terakhir Titan membuatnya tercekat. "Kamu bilang... Gallen masih hidup?" Orion hampir menjatuhkan mug kopinya. Titan mengangguk pelan. "Dan dia sekarang… lumpuh?" suaranya nyaris berbisik. Titan mengangguk lagi, kali ini dengan sorot mata penuh luka. "Aku melihatnya sendiri. Kursi roda, tubuhnya lebih kurus, dan dia bersembunyi di rumah Kakek Pratama." Sebelum Orion bisa berkata apa-apa, suara pintu terbuka tiba-tiba. Galaksi masuk tanpa rasa bersalah, seperti biasa. "Aku dengar Kak Gallen masih hidup dan lumpuh??!!" serunya pura-pura kaget. Tatapan Titan dan Orion langsung tertuju padanya. "Kamu nguping!" tuduh Titan. "Eh, bukan salahku, ruangannya kedap suara tapi pintunya kebuka," kilah Galaksi cepat sambil nyengir. Titan memicingkan mata. "Kamu pintar banget menyembunyikan ini dariku,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status