Beranda / Romansa / Bintang Kesayangan CEO Tampan / Bab 5 Dewi Titan, Kembali

Share

Bab 5 Dewi Titan, Kembali

Penulis: Namaria
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-23 17:09:59

"Kenapa Mba? Kok pulang belanja mukanya malah bete?" tanya Giselle yang tengah merapikan beberapa pakaian Titan ke dalam lemari.

"Kita makan saja, Giselle." Alih-alih menjawab, gadis itu malah menyuruh Giselle makan bersamanya sebelum beristirahat untuk syuting esok hari!

***

"Dewi Titan!" seru Galaksi yang sudah lebih dulu ke lokasi syuting.

Pria itu menyambut Titan dan Giselle.

Kebetulan, sudah banyak sekali kru film yang tengah melakukan tugasnya masing-masing.

Kedatangan Titan sontak menjadi pusat perhatian.

Orang-orang berbisik-bisik di belakangnya, tapi gadis itu tak peduli. Ia tetap berjalan dengan percaya diri menemui sutradara Orion Dewangga dan Galaksi.

Ada perasaan khawatir dalam diri Titan. Karena ini adalah kali pertamanya bertemu dengan sutradara itu.

"Pak Orion, kenalkan, ini Dewi Titan," tutur Galaksi memperkenalkan artisnya.

"Oh... jadi ini, artis yang punya banyak skandal itu?" cibir Orion dengan wajah dingin. Orion teringat kembali pertemuannya dengan Gallen yang memintanya memberi Titan peran dalam projek film yang sedang dikerjakannya. Ia sampai heran.

Titan terhenyak, gadis itu pun tersenyum kecut sembari mengulurkan tangannya pada Orion, tapi sutradara itu mengabaikannya. Orion justru langsung beranjak dan pergi begitu saja.

Galaksi menghela napas pelan, sepertinya hari-hari Titan di lokasi syuting akan berat. Ia menepuk pelan bahu Titan sambil berkata, "Kamu, tidak apa-apa kan?"

Titan menggeleng cepat diiringi senyuman tipis. Ini adalah tantangan baginya.

"Hei lihat itu, bukannya itu Dewi Titan," tunjuk salah satu pemain di lokasi syuting saat melihat Titan.

"Ternyata benar apa kata managerku kemarin, kalau Dewi Titan akan ikut bergabung. Malas sekali harus satu frame dengan artis seperti dia," sambung yang lainnya.

"Memangnya sekarang dia artis," cibir yang lainnya dengan tawa mengejek.

Titan yang mendengar cibiran mereka, berusaha tak terpancing emosi. Ia harus bersikap baik di hadapan semua orang untuk memulihkan image buruknya. Kalau hari pertama syuting saja sudah membuat masalah, akan sulit ke depannya.

Untungnya, Titan dapat menghindar karena bagiannya sudah dimulai.

Adegan pertama, Titan berguling ke sebuah lubang seolah sedang terjatuh ke jurang.

"Action!" seru sang sutradara.

Titan mencoba melakukan yang terbaik, tetapi….

"Cut!" seru Orion beberapa menit kemudian.

"Kamu bisa acting atau tidak sih?!" cibir Orion dengan teriakan.

Adegan itu diulang berkali-kali membuat orang-orang yang berada di sana merasa heran, padahal jika dilihat, Titan sudah melakukan adegan sesuai arahan sang sutradara, tapi entah mengapa Orion selalu merasa tak puas?

"Break dulu sepuluh menit," teriak Orion, ia beranjak dari duduknya dengan senyuman tipis. Sang asisten sutradara yang berada di belakang Orion terhenyak ketika menyadari senyuman tipis tersebut.

Entah apa yang sedang direncanakan Orion pada Titan, tapi, apa yang dilakukan Orion pada Titan mengundang pro dan kontra bagi orang-orang yang berada di lokasi syuting.

"Sepertinya, sutradara Orion sengaja melakukan itu pada Dewi Titan," ucap salah satu juru kamera.

"Iya, padahal menurutku akting Dewi Titan sudah sempurna, tapi, Pak Orion masih tidak puas. Apa dia sengaja ya, mempersulit Dewi Titan," sambung yang lainnya.

"Lihat kan tadi, sepertinya Pak Orion ingin mengusir Titan secara halus dari film ini," ujar artis yang satu frame dengan Titan.

"Ha...Ha...Ha... Iya benar. Seandainya aku ada diposisi Titan, besok aku tidak akan datang lagi ke sini," lanjut artis lainnya ikut berkomentar disertai tawa mengejek. Mereka sepertinya menikmati perlakuan tak menyenangkan Orion pada Titan.

"Dewi Titan kamu tidak apa-apa kan, apa kamu terluka?" tanya Galaksi khawatir.

"Tenang saja, aku tidak apa-apa," gadis yang pandai berakting itu sudah pasti berbohong. Titan merasakan tubuhnya kesakitan. Namun karena tak ingin membuat Galaksi khawatir, terpaksa ia berbohong.

"Aku yakin Pak Orion sengaja melakukan itu sama kamu, lihat saja tadi," Galaksi kesal.

Titan tersenyum. "Sudahlah, apa yang dilakukan Pak Orion malah semakin membuatku ingin menunjukkan padanya siapa Titan. Dia pikir, aku akan menyerah setelah diperlakukan seperti itu, " tuturnya penuh semangat.

"Syukurlah, aku jadi tenang. Ayo, kita istirahat dulu," Galaksi lalu membawa Titan ke ruang istirahat, di sana sudah ada Giselle yang tengah menyiapkan minuman untuk Titan.

***

Di sisi lain, Gallen yang diam-diam melakukan kunjungan di lokasi syuting, mengirimkan pesan pada Orion.

[ Kamu terlalu keras padanya ].

Namun, balasan Orion justru membuat Gallen geleng-geleng kepala.

[ Kamu tidak perlu ikut campur. Urusi, urusanmu sendiri ]

"Bos, ini minumnya," Hamal memberikan sebotol air pada Gallen.

Gallen menerima botol tersebut dengan kedua mata yang terus fokus pada benda pipih yang dipegangnya, alhasil botol itu jatuh dan membasahi jas dan celana yang dipakainya.

"Makanya, fokus Bos fokus," ujar Hamal menyindir.

"Diam kamu!" balas Gallen ketus.

"Mau saya pinjamkan pakaiannya Mas Galaksi?" usul Hamal, mata pria berlesung pipit itu tertuju pada celana bosnya yang basah. Ia menutup mulutnya menahan tawa.

"Jaga mata kamu!" Gallen memberi peringatan kepada asistennya, ia memang suka sekali meledek Bosnya itu.

"Ya sudah sana, kamu cari Galaksi," Hamal mengangguk patuh, ia segera turun dari mobil mencari Galaksi. Hamal menghubungi adik Bosnya itu untuk mencari tahu keberadaannya.

Saat hampir sampai ke tempat Galaksi berada, Hamal berpapasan dengan Titan yang baru saja keluar dari ruangan.

Jantungnya berdetak kencang, akhirnya ia bisa melihat idolanya secara langsung!

Hamal melempar senyum pada Titan yang juga dibalas senyum. Kakinya langsung lemas, ia tak percaya Titan membalas senyumannya. Dia pun melangkah riang menuju Galaksi.

Titan melihat sebuah mobil yang terparkir sendirian di tempat sepi saat dirinya mencari udara segar. Mobil yang dulu ia inginkan!

"Wah, itu mobil yang aku idam-idamkan," lirihnya sambil berjalan mendekat. Titan memegang mobil tersebut sambil mengitarinya.

Ia kemudian berhenti di depan pintu mobil bagian belakang lalu menempelkan wajahnya di kaca mobil tersebut untuk melihat ke dalam.

Namun, Titan terkejut, ketika kaca mobil perlahan turun. Ia tak menyangka jika, di dalamnya ada orang.

"Apa yang sedang kamu lakukan?" tanya Gallen dengan tatapan dingin.

"Aku...aku," Titan gugup. Ditatapnya lekat wajah pria yang nampak tak asing baginya.

"Akh... kamu!" tunjuk Titan heboh.

"Kita bertemu lagi," Gallen menyeringai.

Titan lalu tak sengaja melihat celana Gallen yang basah tepat di area sensitifnya. Gadis itu lalu tertawa sambil membayangkan apa yang dilakukan pria itu seorang diri di dalam mobil.

"Apa kamu melakukannya seorang diri, hah!" ujar Titan meledek.

"Maksud kamu apa?" tanya Gallen tak mengerti.

Titan menunjuk celana basah yang masih dipakai Gallen, lalu dengan tangannya ia memperagakan gerakan maju-mundur seolah sedang mengocok sesuatu.

Gallen sontak mendengkus kesal. Bisa-bisanya gadis di depannya berpikir ia melakukan hal kotor seperti itur?!

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Syauqi
Dasar, Titan ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Bintang Kesayangan CEO Tampan    Bab 150 Extra Chapter Masa Lalu Gallen

    Musim gugur di Inggris selalu membuat langit tampak lebih kelabu dari biasanya. Gallen Alpha Pratama duduk di bangku taman dekat asrama sekolah internasionalnya, mengenakan seragam lengkap, dengan mantel abu-abu tua melapisi tubuh tingginya yang masih tampak kurus saat itu. Ia memandangi jam tangan di pergelangan kirinya. Bukan untuk melihat waktu, tapi karena jam itu adalah satu-satunya kenangan yang tersisa—hadiah dari seorang anak perempuan kecil dengan suara cempreng dan senyum paling cerah yang pernah ia kenal: Titan. "Kalau kamu merasa sendirian, lihat jam ini ya. Aku di sini. Menunggumu pulang." Namun waktu justru membuat semuanya kabur. Bertahun-tahun berlalu tanpa satu pun kabar dari Titan. Surat-surat yang ia kirim tak pernah dijawab. Bahkan Kakek Pratama memintanya untuk fokus sekolah dan melupakan masa kecilnya di Indonesia. "Gallen, kalau kamu ingin jadi pewaris yang kuat, kamu harus belajar berdiri sendiri. Perasaan bisa jadi beban." – itulah kata-kata kakeknya.

  • Bintang Kesayangan CEO Tampan    Bab 149 Epilog: Cinta yang Menang

    Rooftop gedung Alpha Star Entertainment berubah jadi tempat makan malam romantis paling indah. Meja panjang tertata rapi dengan taplak putih bersih, piring-piring porselen, lilin kecil yang menyala lembut, dan lampu-lampu gantung seperti bintang-bintang jatuh di atas kepala mereka. Malam itu terasa hangat meski angin pelan berembus dari sisi bangunan. Di sana hadir semua orang terdekat yang sudah menjadi bagian dari perjalanan Titan dan Gallen: Starla dengan senyum cerianya, Vega duduk anggun penuh kasih, Kakek Pratama tampak jauh lebih tenang, Galaksi, Hamal, Rigel, Orion, dan Giselle menebar tawa dengan candaan kecil mereka. Dan tentu saja, Gallen dan Titan duduk berdampingan. Semua larut dalam kebahagiaan dan obrolan. Mereka mengenang masa lalu dengan tawa—meski beberapa kisah dulu penuh luka, malam ini tak ada yang mengingatnya dengan sedih. Hingga saat jam menunjukkan tengah malam, Titan bangkit dari kursinya. Lampu-lampu gantung diredupkan pelan, menyisakan cahaya ha

  • Bintang Kesayangan CEO Tampan    Bab 148 Setelah Badai

    Balkon Apartemen Titan Udara sore menyusup pelan di antara sela-sela balkon. Angin menggerakkan tirai ringan dan menyibakkan helai rambut Titan. Ia duduk bersila di depan Gallen yang diam di kursi rodanya, membiarkan Titan memegang wajahnya dengan lembut. "Bulu-bulu ini sudah seperti ilalang, Gallen. Kamu bukan serigala, kan?" canda Titan, sembari mengusap dagu Gallen yang mulai bersemak. Gallen tersenyum kecil. "Kalau serigala sepertiku, kamu mau tetap pelihara?" "Kalau serigalanya hanya melolong padaku, mungkin." Titan mulai mengoleskan krim cukur, lalu perlahan membersihkan wajah Gallen. Setelah itu, Titan menyisir rambut Gallen dan mulai memotongnya dengan hati-hati. "Kenapa kamu tidak mengurus diri sendiri?" tanyanya pelan. "Gallen yang aku kenal selalu tampil bersih dan rapi." Gallen menunduk. "Karena tidak ada kamu." Keheningan menyelip masuk sejenak. "Bagaimana dengan fisioterapi?" tanya Titan kemudian. Gallen terdiam. Ia tahu jawabannya tak akan membuat Ti

  • Bintang Kesayangan CEO Tampan    Bab 147 Tamu Berpakaian Hitam

    Orion berdiri di tengah ballroom megah yang sudah disulap menjadi panggung pertunangan impian. Lampu kristal menggantung, bunga mawar putih dan merah tertata indah di sepanjang jalan masuk. Para tamu berdatangan dengan senyuman, tak menyadari bahwa semua ini hanya sandiwara… dengan penonton utama yang belum tiba. Titan berdiri di belakang panggung bersama Rigel dan Orion. Gaun putih berpotongan elegan melekat indah di tubuhnya, senyumnya tenang… tapi matanya penuh waspada. "Dia akan datang," ucap Titan lirih. Rigel menoleh, memastikan tak ada yang mendengar. "Kamu yakin?" Titan hanya mengangguk. Sementara itu… Sebuah mobil hitam berhenti beberapa meter dari venue. Hamal keluar terlebih dahulu, lalu membuka pintu belakang. Dari sana, Gallen muncul—berpakaian serba hitam. Setelan rapi, tanpa dasi. Sepasang sarung tangan kulit membungkus tangannya. Wajahnya tajam dan penuh tekad, tapi sorot matanya menyimpan luka yang dalam. Di tangannya, sebuah kotak kecil berwarna biru tu

  • Bintang Kesayangan CEO Tampan    Bab 146 Kamu Harus Melihat Sendiri

    Lorong apartemen Titan lengang. Hanya suara langkah kaki Hamal yang terdengar, cepat namun tetap terjaga. Di tikungan menuju unit Titan, ia berpapasan dengan seseorang. "Eh? Mas Hamal?" suara familiar terdengar. Giselle. "Oh… Giselle," Hamal menyunggingkan senyum kecil. "Dewi Titan ada di dalam?" "Ada," jawabnya. Ada yang penting?" "Sedikit. Terima kasih, Giselle." Setelah Giselle berlalu, Hamal mengatur napasnya. Ia mengepalkan tangan lalu menekan bel apartemen. Tak lama, Titan membukakan pintu. Matanya terkejut, namun tak menunjukkan emosi berlebihan. "Hamal?" "Boleh aku masuk, Dewi Titan?" Titan mempersilakan. Di ruang tamu yang tenang, mereka duduk saling berhadapan. Titan menatap lurus ke arah Hamal. "Ada apa? Tumben kamu datang ke sini?" tanya Titan penuh selidik. Hamal menggeleng perlahan. "Ada hal penting. Aku hanya ingin memberitahu sesuatu padamu." Wajah Hamal tampak serius. Titan diam. Hamal pun melanjutkan. "Aku tahu kamu mengikuti mobil itu... saat

  • Bintang Kesayangan CEO Tampan    Bab 145 Dewi Titan Menyusun Skakmat

    Di ruang belakang kantor produksi Orion, Titan duduk di sofa coklat tua dengan tangan bersedekap. Di depannya, Orion berdiri menatapnya dengan ekspresi tidak percaya. Kalimat terakhir Titan membuatnya tercekat. "Kamu bilang... Gallen masih hidup?" Orion hampir menjatuhkan mug kopinya. Titan mengangguk pelan. "Dan dia sekarang… lumpuh?" suaranya nyaris berbisik. Titan mengangguk lagi, kali ini dengan sorot mata penuh luka. "Aku melihatnya sendiri. Kursi roda, tubuhnya lebih kurus, dan dia bersembunyi di rumah Kakek Pratama." Sebelum Orion bisa berkata apa-apa, suara pintu terbuka tiba-tiba. Galaksi masuk tanpa rasa bersalah, seperti biasa. "Aku dengar Kak Gallen masih hidup dan lumpuh??!!" serunya pura-pura kaget. Tatapan Titan dan Orion langsung tertuju padanya. "Kamu nguping!" tuduh Titan. "Eh, bukan salahku, ruangannya kedap suara tapi pintunya kebuka," kilah Galaksi cepat sambil nyengir. Titan memicingkan mata. "Kamu pintar banget menyembunyikan ini dariku,

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status