Cahaya matahari menyelinap lewat jendela besar ruang kerja Gallen. Meja kerjanya penuh laporan, jadwal meeting, dan dokumen kontrak. Gallen duduk di ruang kerjanya yang rapi, jas tergantung di sandaran kursi. Lengan kemeja digulung hingga siku, menyisakan perban tipis di salah satu lengannya. Laptop terbuka, tapi... pikirannya tak fokus pada semua itu. Tangannya menopang dagu, pandangannya kosong menatap layar laptop yang belum sempat disentuh sejak pagi. Pikirannya masih tertinggal di momen ketika Titan memeluknya erat sebelum mereka melompat dari mobil. "Kamu percaya sama aku kan?" Pertanyaan itu terus terngiang. Bukan sekadar untuk saat itu, tapi seperti janji seumur hidup. Seseorang mengetuk pintu. Hamal melangkah masuk, "Jadwal meeting jam dua. Perlu saya siapkan presentasi, Bos?" Gallen menjawab tanpa mengalihkan pandangannya. "Iya. Dan... minta tolong juga kamu cek kondisi Titan di lokasi syuting. Kalau dia sampai kelelahan, hentikan syutingnya." Hamal tersenyum
Malam setelah campfire, Gallen kembali ke kamar penginapan mereka. Titan sudah tertidur karena efek obat pereda nyeri. Gallen memandangi wajah kekasihnya sebentar, lalu keluar diam-diam dan masuk ke mobil hitam yang terparkir di ujung jalan. Di dalam mobil, Hamal sudah menunggu. Di tangannya ada map tebal dan tablet digital yang menampilkan skema kendaraan yang mereka tumpangi. "Sudah dicek?" tanya Gallen tanpa basa-basi. Hamal mengangguk. "Rem benar-benar dipotong, Bos. Tapi ini bukan kerjaan amatir. Caranya rapi dan presisi, dipotong dari dalam sistem hidrolik. Artinya orang ini tahu struktur mesin, dan tahu mobil akan dipakai di jalur turunan." "Orang dalam?" Gallen menduga. "Mungkin. Tapi pelakunya terlalu hati-hati. Tidak ada sidik jari. Tapi…" Hamal membuka map dan mengeluarkan beberapa foto dari CCTV di lokasi parkir kendaraan sebelum keberangkatan. "Ini mobil yang Bos kendarai sebelum berangkat ke pasar. Dan ini... orang yang keluar dari area kendaraan lima belas m
Suasana di basecamp lokasi syuting mendadak berubah. Tadinya penuh tawa dan suara riang peserta lain yang sudah kembali dari pasar, kini tegang. Kru produksi sibuk bergerak, beberapa panik berbicara lewat handy talkie. Rigel dan Mentari baru saja tiba, membawa kantong belanjaan mereka. Begitu turun dari mobil, Rigel langsung merasakan ada yang tidak beres. "Ada apa ini?" tanyanya, mendekati salah satu kru. Kru itu terlihat gugup. "Mobil yang ditumpangi Titan dan Gallen... mengalami kecelakaan." Mentari menutup mulutnya, terkejut. "Apa?!" Rigel langsung berubah ekspresi. "Keadaannya bagiamana?! Mereka selamat?!" "Sudah dibawa ke rumah sakit terdekat. Kami baru dapat kabar dari tim keamanan. Kami belum tahu kondisi detailnya," jawab kru itu terburu-buru sebelum kembali menerima panggilan dari earphone-nya. Rigel mencengkeram kantong plastik di tangannya, kemudian menjatuhkannya begitu saja. Ia berbalik cepat, hendak kembali ke mobil. "Rigel! Mau ke mana?" tanya Mentari c
Acara Ketiga: Tantangan Belanja di Pasar. Pagi itu, para peserta mendapat tantangan baru: setiap pasangan diberi uang Rp100.000 dan harus berbelanja bahan makanan di pasar tradisional untuk dimasak bersama saat makan siang. Mobil-mobil kecil sudah disiapkan untuk masing-masing pasangan. Gallen dan Titan menaiki mobil mereka sendiri, sementara Rigel berangkat bersama Mentari—pasangan sementara yang sengaja disandingkan oleh tim produksi demi variasi hiburan. Di dalam mobil, suasana awalnya terasa ringan. Titan menyetel musik dari ponselnya dan bersenandung pelan. Gallen fokus menyetir, menanggapi sesekali dengan senyum tipis. Namun, saat mereka melewati turunan panjang dan agak curam, Gallen mulai merasakan ada yang tak beres. Pedal rem terasa kosong. Gallen menginjaknya lagi—tidak ada reaksi. Senyumnya memudar, tapi ia berusaha tetap tenang. "Titan," gumam Gallen pelan, matanya tetap tertuju ke jalan. "Kamu percaya sama aku, kan?" Titan menoleh cepat, sedikit bingung den
Saat Titan dan Gallen kembali ke tenda peserta untuk istirahat sejenak, Rigel menghampiri mereka dengan senyum tipis. "Hebat banget tadi di tantangannya," ujar Rigel, matanya menatap Titan agak lama sebelum bergeser ke Gallen. "Kalian memang cocok banget, ya." Titan hanya membalas dengan anggukan sopan. Gallen mendekap bahu Titan sedikit lebih erat, seolah ingin menandai sesuatu. "Kamu dapat pasangan siapa tadi?" tanya Gallen datar pada Rigel. "Mentari. Tapi dia terlalu sibuk selfie sama kamera, jadi ya... kita dapet skor paling rendah," jawab Rigel santai, lalu menoleh lagi pada Titan. "Tapi aku tidak keberatan kalau ganti pasangan di tantangan berikutnya." Titan tersenyum kecil tapi tajam. "Aku juga tidak keberatan... selama Gallen tetap pasanganku." Rigel terdiam sejenak. Mulutnya membentuk senyum, tapi ada bayangan kecewa di matanya. Segmen: Misi Pencarian Harta – Survival Challenge. Para peserta dibagi ke dalam dua tim besar. Tim A dipimpin oleh Rigel, Tim B oleh
Di hari pertama syuting reality show "Bertemu Cinta Sejati", Titan tiba di lokasi dengan wajah tenang, meski hatinya sedikit ragu. Ia bukan tipe yang nyaman berada dalam program yang mengeksplorasi sisi pribadi, terutama soal cinta. Tapi manajernya meyakinkan ini akan menjadi bagian penting untuk memulihkan citra. Rigel juga hadir, menyapanya dengan sopan. "Semoga kita bisa kerja sama dengan baik, Titan." Titan membalas dengan senyum tipis. "Tergantung kamu bisa jaga sikap atau tidak." Acara berlangsung ringan di awal. Mereka diperkenalkan ke beberapa permainan, sesi ngobrol santai dengan peserta lain, dan beberapa tantangan. Namun semuanya berubah saat produser mengumumkan: "Hari ini, kita akan kedatangan satu bintang tamu spesial yang akan ikut sebagai peserta!" Lampu sorot berpindah ke pintu masuk. Titan nyaris menjatuhkan minumannya ketika sosok tinggi dengan setelan kasual tapi berkelas muncul. Gallen Alpha Pratama. Semua kamera langsung mengarah padanya. Riuh par