Dika panik! Gimaana part ini? Next part semoga lebih greget. Ayok ikutin keseruan Dika Sera sampai punya anak cucu. Jangan lupa like, komen, share. Jangan takut sama kunci bab, ya. Gak perlu pakai koin dan beli koin. Kalian bisa pakai iklan saja. Mungkin kalian sudah berpengalaman baca di GN. Thx ya readers!
"Mas!" sebut seseorang di seberang telepon. "Mas di mana sekarang? Kenapa pergi tinggalkan Lia?" lanjutnya. "Lia, Mas sudah minta maaf. Mas sungguh ada urusan." Lelaki itu menjawab dengan nada berbisik lantaran dia sedang ada di rumah sakit. Dia tidak ingin mertua dan orang tuanya tahu. "Lia, sudah ya, Mas akan hubungi Lia lagi nanti," Dika melihat kedatangan Rani dan juga Karina yang sempat izin meninggalkan Sera. Dan dia yang berada di dekat pintu itu pun segera mematikan telepon di saat Lia belum selesai berbicara. "Mas jahat, Mas Dik-" Tut. Dika dapat melihat dari dalam jendela kamar bahwa Rani dan Karina sedang berbincang di luar ruangan. Dika buru-buru mematikan telepon tersebut. Urusan Lia marah, dia bisa atur dan jelaskan nanti. Dika datang ke rumah sakit hanya atas dasar perintah Karina dan agar kelakuannya tidak diketahui. Bukan benar-benar demi Sera. Ini semua demi melindungi Lia. Dia mau hubungannya tetap aman dan berjalan. Sementara itu, Dika tak tahu kalau dari be
3 hari kemudian. Sera sudah dalam keadaan membaik. Dia sudah sadar sejak beberapa jam yang lalu. Tetapi, tak ada orang yang tahu, tidak suster mengetahuinya. Namun, Sera meminta pada mereka untuk merahasiakan lebih dahulu. Pasalnya, Sera benar-benar tengah ingin sendiri. Dia lebih bertenaga, wajahnya juga tidak begitu pucat seperti kemarin-kemarin. Namun, meski begitu wanita dengan seragam pasien serta memakai jilbab berwarna coklat susu itu tidak diperbolehkan banyak bergerak atau beraktivitas lebih yang membuat kondisinya menjadi buruk. Dia hanya harus memperbanyak mengistirahatkan dan merebahkan dirinya di atas ranjang rumah sakit. Sera sedikit bosan, dia juga tidak berselera untuk menonton acara televisi. Wanita itu akhirnya memilih tidur mengistirahatkan diri dan juga pikirannya yang kacau di siang hari. Sera tidak ingin terus-menerus memikirkan kejadian yang membuat hatinya semakin sakit. Memiringkan posisi tubuh ke kanan usai mematikan televisi, Sera mencoba memejamkan mata
“Apa yang Mas tuduhkan itu sama sekali tidak benar, Mas.” “Untuk apa aku cari perhatian, Mas Dika?” Sera lantas bangkit dari duduknya. Tubuhnya yang masih belum sekuat biasanya dipaksakan untuk berdiri. Kakinya terasa lemas. Tapi, Sera tak bisa berbicara sambil berdiam terus di atas ranjang. Menyipitkan mata, Sera lantas berkata, “seharusnya Mas tanya ke diri Mas sendiri, yang cari perhatian itu aku atau perempuan simpanan Mas Dika?!” Dika mengeratkan gigi-giginya kala sang kekasih dihina simpanan. Kedua tangannya di samping badan saling mengepal kuat. Dika murka sekaligus memasang wajah garang. Tampak menakutkan, tapi Sera tetap berani menatap wajah sang pria. “Kenapa Mas diam? Apa karena perkataanku itu benar?” Sial. Wanita di hadapannya terlalu banyak bicara. Ini sudah malam. Tapi, mereka berdua justru ribut. Dika kesal bukan main. Tangannya pun bermain, melayang dan mendarat sempurna mengarah ke wajah Sera. Plak! “Akh!” Sera menjerit sakit seraya memegang pipinya. Perih. Bun
Lagi-lagi Sera diuji. Rumah tangganya terus-menerus mengalami masalah. Seharusnya dia hari ini pulang dari rumah sakit. Tetapi, dia harus menetap lantaran tanpa diduga Dika mengalami kecelakaan. Kepalanya cukup mengalami pendarahan yang bisa dibilang parah. Tadi, Rani datang ke kamar Sera lalu langsung memeluk Sera begitu saja. Dan itu sempat membuat Sera kebingungan. Hingga akhirnya, Rani membuka suara bercerita bahwa kedatangannya ke rumah sakit lantaran dia mendapatkan kabar bahwa Dika tengah dibawa menuju ke rumah sakit karena kecelakaan mobil. Sera pun berlari keluar kamar. Entah mendapatkan tenaga dari mana. Dia begitu panik. Bertepatan itu, tak jauh dari posisinya Dika baru saja akan dibawa menuju UGD segera. Kepalanya berlumuran darah. Sera lantas berlari menghampiri Dika seraya menangis kencang. Diikuti Rani yang mendampingi bersama beberapa suster dan juga dokter. “Mas Dika!” “M—mas Dika, ba-bangun!” “Mas… Dika!” “Hiks… Mas kenapa kau seperti ini?” “Hiks… hiks, Mas Dik
Sera terbangun dalam keadaan sepi. Dia sedikit meringis lantaran tangannya lemas. Sera membenarkan sedikit posisi tubuhnya mengarah ke belakang. Matanya terlihat sekali begitu sayu. Sambil mengusap lengannya, dia memikirkan dan bergumam nama sang suami. “Mas Dika.” “Bagaimana keadaan Mas Dika sekarang, ya?” Sera baru saja sadar. Yang dia pikirkan tidak lain tidak bukan adalah Dika. Apakah perempuan itu sadar kalau dirinya egois karena terlalu mementingkan orang lain daripada dirinya sendiri. Tidak. Dika bukan orang lain, Dika adalah suaminya, kan? Suami yang menyia-nyiakan kebaikannya. Itu yang benar. Apakah setelah donor darah yang dilakukan Sera itu akan membuahkan hasil? Ya, memang membuahkan hasil. Namun, hasilnya tetap saja buruk. Tidak ada yang berubah. Dika tetaplah Dika yang keras kepala serta angkuh. Sera sudah merelakan dirinya kesakitan, tetapi sialnya Dika sama sekali tak menghargai pengorbanan Sera. Usai Karina keluar dari kamarnya dan bercerita tentang Sera saat dia t
Berita Dika atau CEO hotel CQ itu yang mengalami kecelakaan sudah tersebar. Para karyawan hotel turut sedih karena CEO yang mereka anggap idola tersebut mengalami musibah. Beberapa karyawan serta sekretaris pribadi Dika bernama Fendi akan menjenguknya sepulang kerja. Ah, mengenai Fendi, dia adalah pemuda yang lucu, usianya hanya terpaut beberapa bulan dari Dika. Dia adalah pemuda tampan, bisa dibilang memiliki wajah baby face. Namun, ada kalanya pria lucu dan manis itu bersikap lebih dewasa dari bosnya. Kembali lagi pada suami Sera, para karyawan yang akan mengunjungi Dika di rumah sakit itu pergi mengenakan satu mobil. Hanya sekitar 4 orang dan itu termasuk sekretaris Dika sendiri. Dika lantas segera meminta seorang petugas mencari Sera agar datang ke kamarnya. Sera lantas panik dan takut terjadi sesuatu pada sang suami, maka dari itu dia buru-buru menemui Dika. Lagi dan lagi, Sera masih saja mengkhawatirkan Dika. “Assalamualaikum, Mas, apa Mas mencari Sera?” ujar Sera membuka pintu
Sera tidak salah lihat! Entah sudah berapa kali air matanya akhir-akhir ini terjatuh. Dan itu penyebabnya adalah suaminya sendiri. Bukankah kemarin wanita itu sudah datang? Lantas, kenapa tiba-tiba pagi-pagi sekali Lia, berada di kamar sang suami? Dika bahkan belum terbangun dari tidurnya. Dari luar, Sera bisa melihat gadis itu membawa bunga serta buah-buahan yang sudah ditaruh di atas meja. Sesak. Untuk kesekian kali, Sera tak mampu menghampiri perempuan itu. Seharusnya, Sera bisa memarahinya atau bisa saja menariknya dari dalam ruangan. Apa perempuan tersebut sungguh tidak punya kesadaran akan perilakunya? Air mata Sera tak henti-hentinya terjatuh membasahi pipi. Di depan pintu, tubuhnya terasa kaku, juga terasa lemah di saat yang bersamaan. Tidak ada Rani maupun Karina di rumah sakit, Sera meminta keduanya beristirahat saja di rumah. Sementara, tidak apa-apa jika dia yang merawat Dika di rumah sakit. Karena luka Dika masih belum pulih, dia belum diperbolehkan pulang. Kemungkinan,
“Ma, bagaimana keadaan Dika?” “Mas Deri?” ucap Karina terkejut. “Kau sudah pulang, Mas?” Karina segera mengubah posisi menjadi duduk. Deri mengangguk seraya duduk di samping Karina. Tadi, wanita itu sedang membaringkan tubuhnya di atas sofa sembari menonton acara televisi. Namun, dia tidak benar-benar menyaksikan acara tersebut lantaran terus memikirkan putranya yang berada di rumah sakit. “Dika baik-baik saja, Mas. Sera pasti merawatnya dengan baik, bagaimana keadaan hotel?” “Dika sedang dirawat, bukankah hotel tidak ada kendala?” sambung Karina. Deri menggeleng, “tidak ada masalah, aku sepertinya akan ke sana untuk menemuinya.” “Aku juga ingin ikut.” Karina tidak betah berada di rumah dalam keadaan putranya yang sedang sakit. “Baiklah,” putus Deri. Namun, keduanya tidak memutuskan pergi saat itu juga. Karina serta Deri memilih makan malam di rumah lebih dahulu. Baru berkunjung ke rumah sakit. Karina juga ingin membuatkan anak dan menantunya makanan enak. Pasalnya masakan di ruma