Home / Romansa / Bisu Karena Cinta / Bab 7: Dalam Pelukan Dilema

Share

Bab 7: Dalam Pelukan Dilema

Author: Aluna Seren
last update Huling Na-update: 2024-12-04 11:16:30

Elliot memeluk Isabella, "Maafkan aku Isabell.."

Setelah berbisik lembut di telinga Isabella, Elliot pergi meninggalkan gadis itu. Tangisan Isabella meledak, seolah setiap tetes air matanya mengalirkan segala kesedihan yang tak tertahankan.

Isabella kini benar-benar membenci Selene. Seandainya Selene tak ada, hubungannya dengan Elliot tak akan jadi berantakan seperti sekarang.

"Aku benci kamu, Selene..."

-

Malam itu, angin bertiup kencang, membawa dingin yang menusuk tulang saat Elliot berlari menjauh dari rumah Isabella. Setiap langkahnya terasa berat, penuh kebingungan dan kesedihan yang tak bisa dia tafsirkan. Semua yang terjadi begitu cepat, terlalu cepat, dan perasaan cemas menguasai pikirannya. Isabella… wajahnya seakan terus mengikuti, seperti bayangan yang tak bisa dia hindari. Tapi ada sesuatu yang lebih dalam lagi, sesuatu yang mengusik, membuatnya merasa terjebak antara dua dunia. Dalam kegelisahan itu, tanpa dia sadari, langkah kakinya berhenti.

Di depan sebuah rumah tua yang tampak sunyi, ia menatap pintu yang terletak di ujung jalan gelap. Pintu itu tampak familiar, namun samar—seperti memori yang hampir terlupakan. Ketika dia mengangkat pandangannya, terlihatlah nama yang terukir di papan kayu di depan rumah: Elina.

Selene. Nama itu muncul dalam pikirannya begitu saja, tanpa bisa ditahan. Sosok perempuan itu, yang telah mengikat hatinya dalam jaring pesona yang tak bisa dia lepas. Ada sesuatu tentang Selene yang membuatnya tak bisa berhenti berpikir tentangnya, meskipun dia tahu harusnya melupakan semuanya. Namun, di malam yang sepi ini, rasanya segala yang mengikatnya dengan Isabella tiba-tiba hilang, digantikan oleh bayangan Selene yang mempesona. Perlahan, Elliot menyentuh gagang pintu itu, hampir tak sadar bahwa di balik pintu ini, sebuah kenyataan yang lebih rumit sedang menunggu untuk membuka dirinya.

Elliot menarik napas panjang saat kakinya melangkah melewati ambang pintu rumah yang sudah lama tak ia masuki. Suasana di dalamnya masih terasa sama, seperti memori yang terhenti waktu itu—bau kayu tua yang khas, cahaya redup dari lampu minyak yang selalu menyala di malam hari, dan suara angin yang berdesir pelan di sela-sela jendela. Rumah bibi Elina adalah tempat yang penuh kenangan, rumah yang dulu memberi rasa aman ketika ia masih kecil, tempat di mana ia dirawat dengan penuh kasih sayang setelah kehilangan orang tuanya.

Malam itu, meski sudah lama tak pernah datang, Elliot tahu persis ke mana harus pergi. Ia melangkah ke sisi kiri lorong, tempat di mana bibi Elina selalu menyembunyikan kunci cadangan. Tangan Elliot bergerak cekatan, menemukan kotak kayu kecil di balik tanaman hias yang selalu ada di sana. Sebuah kunci tua tergenggam di tangannya, dan tanpa ragu, ia memutarnya di kunci pintu depan rumah. Tak ada suara, tak ada yang terbangun. Semua tampak begitu tenang, seolah rumah ini memang menunggu kedatangannya.

Dengan langkah hati-hati, Elliot menyusuri rumah itu. Penghuni rumah—bibi Elina dan Selene—sedang tidur lelap. Malam ini, rumah itu seakan menyimpan rahasia yang lebih dalam, sesuatu yang lebih besar daripada sekadar kenangan masa kecil. Ia tiba di depan kamar Selene, dan tanpa berpikir panjang, ia menyentuh gagang pintu. Pintu itu, entah mengapa, tak terkunci—sebuah keanehan yang langsung menggugah rasa penasarannya.

Perasaan Elliot seakan dipaksa oleh sesuatu yang lebih kuat, sesuatu yang tak bisa dia hindari. Dengan satu tarikan napas lagi, ia mendorong pintu itu perlahan. Ruangan itu gelap, hanya diterangi oleh sinar rembulan yang menerobos lewat jendela. Dan di sana, di atas ranjang yang lebar, Selene terbaring, tenang dalam tidurnya. Rambutnya yang panjang mengalir di atas bantal, seolah mengundang pandangan Elliot untuk mendekat.

Di saat itu, pikirannya berkelana. Kenapa ia datang ke sini? Kenapa malam ini, setelah semuanya berakhir dengan Isabella, ia malah berakhir di sini, di tempat yang penuh dengan bayangannya? Elliot tidak tahu. Tapi ada sesuatu dalam diri Selene yang memanggilnya kembali—sesuatu yang lebih kuat daripada alasan yang bisa ia temukan. Perasaan itu muncul lagi, mengalir dalam dirinya, membuatnya merasa terjebak dalam jaring yang tak bisa dilepaskan. Dia hanya tahu satu hal: malam ini, di kamar Selene, ia merasa ada sesuatu yang harus terjadi.

Elliot berdiri begitu dekat dengan Selene, merasakan kehangatan tubuh gadis itu meskipun jarak antara mereka hanya selembar selimut tipis. Sesuatu yang lebih dari sekadar kenangan mengalir dalam dirinya, membuatnya tak mampu berpaling. Tangan Elliot, tanpa disadari, terulur dengan lembut menuju pipi Selene. Jari-jarinya menyentuh kulitnya yang halus, terasa begitu nyata, seolah ingin meyakinkan dirinya bahwa ia memang berada di sini, di sampingnya, setelah sekian lama berjuang melawan perasaan ini.

Saat sentuhannya semakin dalam, hati Elliot berdetak lebih cepat. Ia memejamkan mata sejenak, merasakan tiap detik yang bergerak perlahan di sekelilingnya. Tanpa ragu, ia menurunkan tubuhnya, merangkul Selene dengan hati-hati. Pelukannya itu penuh kehangatan, hampir seperti perlindungan, namun juga mengandung kerinduan yang dalam. Dia tahu, ini mungkin bukan tempat yang tepat, tapi perasaan ini terlalu kuat untuk dibendung.

Selene terkejut. Gerakan lembut dari Elliot itu membuat tubuhnya bergerak sedikit, dan dalam keheningan yang mendalam, mata Selene perlahan terbuka. Sekejap, dunia seperti terhenti. Wajahnya tampak bingung, tercengang melihat Elliot yang memeluknya dengan cemas, seolah-olah telah menunggu untuk melakukannya sejak lama.

"Elliot?" Suaranya serak, suara yang terbawa mimpi. Selene berusaha mengangkat tubuhnya, tetapi Elliot menahan dengan pelukan yang semakin erat, seakan enggan melepaskannya. Ia bisa merasakan ketegangan di antara mereka, perasaan yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.

"Selene," gumam Elliot, suaranya hampir hilang, terhanyut dalam kedalaman perasaan yang membingungkannya. "Aku… aku tidak tahu harus mulai dari mana."

Selene diam sejenak, mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. Dia bisa merasakan kehangatan tubuh Elliot, dan matanya menatapnya dengan penuh kebingungan, seolah bertanya-tanya apa yang sebenarnya diinginkan Elliot dari dirinya. Namun, di balik kebingungannya, ada juga sesuatu yang lain—sesuatu yang telah ada sejak pertama kali mereka bertemu. Sebuah tarikan yang tak bisa dijelaskan, seperti benang tak terlihat yang menghubungkan mereka berdua.

Selene mengangkat tangannya perlahan, menyentuh dada Elliot, merasakan degup jantungnya yang cepat, seolah selaras dengan perasaan yang bertumbuh di dalam dirinya. "Elliot…" katanya lagi, lebih lembut kali ini, "kenapa kamu di sini?"

Tanpa menjawab pertanyaan gadis itu, Elliot mendekatkan wajahnya dan mencium Selene dengan lembut. Awalnya Selene terbelalak kaget, namun akhirnya ia membalas ciuman pemuda itu. Ciuman yang tadinya hanya sentuhan bibir berubah perlahan menjadi lumatan. Tangan kiri Elliot bergerak untuk mendorong belakang kepala Selene untuk memperdalam ciumannya. Sedangkan tangan kanannya bergerak di balik selimut untuk menyingkap gaun tidur Selene.

Selene sedikit tersentak karena semua yang ia terima saat ini adalah pertama kali baginya, bahkan ciuman ini juga adalah ciuman pertamanya. Selene hanya bisa pasrah dan menerima semua tindakan Elliot. 

Perlahan pemuda bertubuh kekar itu menindih tubuh mungil Selene, mereka masih berciuman dengan kedua tangan Elliot yang masih setia menjelajahi seluruh bagian tubuh Selene tanpa terkecuali. Selene hanya bisa menutup matanya sambil sesekali menggigit bibir bawahnya.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Bisu Karena Cinta   Bab 27: Bahagia

    Posisi Elina kini terduduk di atas pasir dengan posisi kedua kakinya yang terbuka lebar. Walaupun ia belum pernah melahirkan, namun instingnya mengatakan ia harus mengatur nafas dan mengejan untuk melahirkan bayinya. Hingga akhirnya sebuah kepala disusul dengan badan yang lengkap menyembul keluar dari bawah sana. Dengan cepat Elina meraih dan memeluk bayi kecilnya yang masih berlumuran darah. Rasa lelah setelahnya membuat kesadaran gadis itu mulai menurun, hingga akhirnya ia tak sadarkan diri. - Elina yang tak sadarkan diri kini tengah berbaring di sebuah ranjang di suatu ruangan kecil. Suara burung berkicau di pagi hari mulai mengusik gadis itu. Perlahan ia tersadar dan teringat akan kejadian malam itu, malam dimana ia melahirkan bayinya. Lantas ia langsung terbangun dan mencari-cari keberadaan bayinya. Matanya melirik ke sana ke mari, namun sosok yang ia cari tak nampak keberadaannya. Bahkan ia sempat berpikir apakah tadi malam ia sedang bermimpi? Namun karena rasa sakit di

  • Bisu Karena Cinta   Bab 26: Pengorbanan

    Elina yang mendengar suara pelan Aegon, bukannya pergi tapi langsung berlari ke arah duyung itu. Sambil menangis ia menyentuh pipi Aegon yang dingin dan sudah dipenuhi luka."Aegon... Maafkan aku...", isaknya sambil menunduk."Sepertinya sekarang aku tahu cara agar memuatnya menangis dan mengeluarkan mutiara", ucap pria di belakang Elina."Iya benar, dari tadi kita sudah menyiksanya hingga membuat dia berteriak kesakitan tapi tak satu tetes pun air mata dia keluarkan", timpal temannya yang membawa pisau.Mendengar hal itu, Elina langsung membalikkan badannya. Menatap marah akan perbuatan kedua orang itu terhadap Aegon, namun ada secercah ketakutan juga dari matanya karena kedua pria itu kini perlahan melangkah mendekatinya.Sembari melangkah dan memainkan pisau di tangannya, pria itu berkata, "Tak ada salahnya mengorbankan satu nyawa demi kesejahteraan banyak orang bukan?"Pria satu lagi menarik Elina dan mengarahkan pisau yang ia keluarkan dari balik celananya ke arah leher gadis itu

  • Bisu Karena Cinta   Bab 25: Terpisah Oleh Takdir

    Suara teriakan disertai ketukan keras terdengar dari suatu ruangan di kediaman keluarga Baker.lina, gadis yang sengaja dikurung oleh ayahnya di kamarnya itu, sesekali memohon kepada ayahnya agar tak menyakiti pria yang ia cintai. "Ayah, kumohon buka pintunya... jangan sakiti Aegon"Suaranya yang parau menandakan ia sudah menangis begitu lama, bahkan tenaganya pun mulai terkuras habis. Ketukannya semakin melemah dan ia pun terduduk di balik pintu.Sang ibu terdengar ikut menangis dari luar, tak tega melihat kondisi anaknya. "Ayah, apa harus seperti ini? Aku takut Elina melakukan sesuatu yang buruk"Sang ayah yang tengah duduk di kursi meja makan menggebrak meja dengan keras, "Tak ada yang lebih buruk dari mencintai kaum duyung terkutuk!"Sementara itu di tempat lain, di suatu ruangan gelap, dimana hanya cahaya dari rembulan yang bisa masuk melalui celah-celah jendela, sesosok duyung tengah tergantung di tembok. Tangan kanan dan kirinya di ikat di tembok, dan ekornya dibiarkan menjun

  • Bisu Karena Cinta   Bab 24: Darah dan Air Mata

    "Ba- bagaimana bisa?"Elina membelalak, kaget karena tiba-tiba jarinya yang terluka sudah tidak terasa sakit, bahkan ketika ia lihat dengan seksama luka goresannya pun sama sekali tak terlihat. Gadis itu menarik tangannya dari genggaman Aegon dan kembali memastikan jarinya dari jarak yang lebih dekat."Darah duyung bisa jadi obat untuk makhluk hidup lain", ujar Aegon sembari mengelap darahnya yang masih menetes dari bibirnya yang penuh dan terdefinisi.Elina menatap kagum duyung di depannya itu, lalu ia kembali teringat akan perkataan ayahnya mengenai air mata duyung dan bencana di lautan. "Aegon, bolehkah aku bertanya?"Aegon mengangkat kedua alisnya sambil menganggukkan kepalanya. "Tentu""Apakah benar bencana di lautan disebabkan oleh kaum duyung?", tanya ElinaAegon menempelkan tangannya di dagu dan berpikir sejenak, "Bisa iya, bisa juga tidak"Gadis keluarga Baker itu mengerutkan kedua alisnya, tak puas dengan jawaban Aegon. "Mak

  • Bisu Karena Cinta   Bab 23: Aegon dan Elina

    Seorang pria baruh baya nampak berlari mendekati seorang gadis yang kini tengah berdiri di ujung dermaga. Gadis berkepang dua itu berdiri mematung menghadap lautan, kedua matanya menatap dengan kagum lautan biru di hadapannya dengan kedua pipi yang dihiasi semburat merah.Pria paruh baya itu nampak kelelahan mengingat usianya yang sudah tidak muda lagi. Dengan napas tersengal-sengal, akhirnya ia sampai di belakang gadis yang merupakan putri semata wayangnya itu."Dimana dia? Dia berhasil kabur?", tanyanya setelah melihat jaring ikan di kapalnya kosong dan sudah terpotong sana sini."Aegon...", Elina menggumamkan nama duyung tadi dengan sangat pelan dan tak terdengar oleh ayahnya yang tengah panik karena tangkapannya berhasil kabur.-"Ayah, kenapa manusia memburu duyung?"Di tengah-tengah makan malam tiga orang manusia di meja makan itu, seorang Elina Baker melontarkan pertanyaan yang tidak biasa. Ayahnya yang tadinya tengah memotong daging

  • Bisu Karena Cinta   Bab 22: Duyung Spesial

    Frederick mengulurkan tangan. “Selamat untuk kalian berdua. Perkenalkan, aku Frederick”Entah kenapa Elliot merasa amat tidak suka dengan Frederick. Apalagi Frederick yang terlihat begitu dekat dengan Selene, rasanya membuat hatinya panas."Apa hubunganmu dengan Selene?" tanpa membalas ucapan dari Frederick, Elliot langsung menanyakan hubungan antara Frederick dan Selene.Selene yang hendak menjawab pertanyaan dari Elliot terhenti karena tangan besar Frederick yang tiba-tiba menarik tubuh kecilnya untuk lebih mendekat padanya. Frederick melontarkan seringaian yang seakan-akan mengejek pria yang sudah berstatus sebagai suami Isabella itu."Menurutmu?"Mendengarnya membuat Elliot benar-benar kesal hingga mengepalkan erat tangannya dan menonjolkan urat-urat di tangannya.Melihat reaksi suaminya, Isabella mengalungkan tangannya ke lengan Elliot dan berkata dengan senyuman yang agak dipaksakan, "Terima kasih atas ucapannya, silahkan nikmati pestanya"Frederick dan Selene pergi meninggalkan

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status