Beranda / Romansa / Bittersweet Passion / Bab 2. Jangan Berharap Lebih!

Share

Bab 2. Jangan Berharap Lebih!

Penulis: Abigail Kusuma
last update Terakhir Diperbarui: 2023-09-08 13:15:17

Sinar matahari menembus sela-sela jendela. Dua pasangan yang tertidur pulas dalam kondisi tubuh telanjang dan hanya terselimuti oleh selimut tebal itu—perlahan mulai membuka kedua mata mereka. 

Saat mata mereka sudah terbuka. Raut wajah keduanya sama-sama menegang melihat satu sama lain tubuh mereka telanjang dan hanya terselimuti oleh selimut tebal. Wajah mereka menunjukkan jelas memucat terkejut.

“Kau—” Marcel hendak berucap, namun satu demi satu kepingan memori di dalam diri Marcel terkuak. Pria itu mengingat tentang kejadian tadi malam. Kejadian di mana ada yang menjebak dirinya.

Shit!” Marcel mengumpat seraya mengusap wajah kasar. Sialnya, wanita yang dia tiduri adalah Joice. Bukan jalang yang bisa dia bayar. Semua semakin rumit membuat emosinya terpancing.

Joice menarik selimut menutupi tubuhnya dengan selimut tebal. Raut wajahnya muram di kala melihat reaksi kemarahan di wajah Marcel. Dia pikir kalau Marcel akan langsung mengakui kesalahan dan meminta maaf padanya. Bahkan Joice berharap kejadian tadi malam membuat Marcel bisa bersikap baik padanya.

“Kenapa kau tidak menahanku, Joice?! Atau kau sengaja melakukan ini semua demi agar aku bisa bersimpatik padamu?!” Mata Marcel menyalang tajam, menatap Joice penuh tuntutan. Pria itu menyalahkan Joice yang tak menahan dirinya.

Mata Joice berkaca-kaca mendengar ucapan menusuk Marcel. Kalimat yang Marcel ucapakan layaknya pisau tajam yang menusuk jantungnya. Tak pernah dia sangka kalau Marcel akan mengatakan seperti itu. 

“Kau bilang aku sengaja, Marcel? Apa kau lupa ingatan berkali-kali aku memintamu untuk berhenti, tapi kau tidak bisa mengendalikan dirimu!” seru Joice dengan air mata yang sudah tak lagi bisa tertahankan.

Ya, tadi malam Joice murni mendatangi klub malam hanya demi mengilangkan penat di pikirannya. Marcel De Luca adalah seorang pria yang sejak dulu dia hindari. Tidak pernah Joice sangka semesta kembali mempertemukannya dengan Marcel De Luca.

Kejadian tadi malam murni Joice ingin membantu Marcel. Akan tetapi, semua niat baiknya kacau di kala Marcel lepas kendali. Sungguh, tak pernah terbesit sedikit pun dalam pikiran Joice untuk menjebak Marcel.

Lebih dari satu tahun sudah Joice tak pernah melihat pria yang menjadi cinta pertamanya itu. Sekarang semesta kembali mempertemukannya dalam kondisi serumit ini. Padahal terakhir Joice sudah berjanji pada dirinya sendiri, bahwa dirinya tidak akan pernah menaruh harapan apa pun lagi pada Marcel De Luca.

Marcel mengumpat dalam hati mendengar apa yang dikatakan oleh Joice. Pria itu menyibak selimut, dan segera memakai celananya yang berserakan di lantai kamar. Emosi dan kemarahan telah menyelimutinya membuatnya tak lagi bisa terkendali. 

“Aku tahu kau hanya mencari-cari alasan agar aku iba padamu, Joice! Kau pikir aku tidak mengenalmu, hah?! Kau selalu melakukan banyak cara agar bisa berada di dekatku! Kau tahu? Kau membuat dirimu seperti wanita murahan di luar sana!” sarkas Marcel yang begitu amat menusuk hati Joice.

Sepasang iris mata cokelat gelap Marcel berkilat tajam penuh amarah yang membakarnya. Pria itu tak mengira kembali bertemu dengan Joice. Dia sangat yakin bahwa pasti Joice sengaja mengambil kesempatan dirinya yang tak berdaya akibat obat sialan yang membuat otaknya tak mampu berpikir jernih.

Satu demi satu air mata Joice sudah tidak lagi bisa tertahankan. Kata-kata Marcel layaknya cambuk yang memukulnya dengan sangat keras dan menusuk jantungnya. Detik itu juga Joice bangkit berdiri seraya menutupi tubuhnya dengan selimut. Mata wanita itu memancarkan jelas kekecewaan yang mendalam.

Fine, aku memang wanita murahan! Aku memang jalang! Lalu apa urusannya denganmu? Jika kau menganggapku mengambil kesempatan atas kejadian tadi malam, silakan, Marcel De Luca! Kau berhak menghakimiku! Bahkan sekalipun kau menganggapku wanita paling rendah di dunia ini, aku pun akan tetap menerima semua hinaanmu itu. Kau tahu kenapa? Karena aku sadar di matamu, aku tidak pernah memiliki sedikit saja sela kebaikan. Di matamu, aku selalu menjadi wanita paling buruk! Sekalipun aku berbuat baik, tetap di matamu aku adalah wanita busuk!” Nada bicara Joice bergetar menahan pilu di kala mengatakan itu.

Joice tak lagi membela diri tentang kejadian tadi malam. Malah wanita itu membiarkan Marcel menghina dirinya sesuka hati pria itu. Karena dia tahu sekeras apa pun dirinya membela diri, tetap tidak akan menuaikan hasil apa pun. Marcel De Luca akan tetap memandang rendah Joice. Pembelaan yang dilakukan Joice akan tetap percuma jika orang tersebut tak menggubrisnya.

Rahang Marcel mengetat mendengar semua perkataan Joice. Tangannya mengepal begitu kuat. Dia memakai kemejanya asal dan hendak meninggalkan tempat itu, namun seketika raut wajah Marcel berubah melihat bercak darah yang ada di sprei ranjang kamar hotel.

Joice yang masih menahan sakit di titik sensitive-nya menatap bercak darah di sprei ranjang. Senyuman rapuh dan kecewa terlukis di wajahnya. Selanjutnya, dia menatap wajah Marcel yang sejak tadi menegang terkejut tak bisa berkata apa pun.

Bercak darah di sprei ranjang sebagai bukti di mana Joice masih perawan. Hal tersebut yang membuat wajah Marcel membeku akibat keterkejutan. Tadi malam, Marcel hilang kendali dan beberapa potongan memori tentang tadi malam tak sepenuhnya diingatnya.

“Kenapa kau terkejut, Marcel? Tenang saja, aku tidak akan meminta pertanggung jawabanmu. Kau menganggapku pelacur, kan? Jadi tidak usah terkejut seperti itu. Aku ini pelacur yang bisa tidur dengan pria mana pun. Sekarang kau boleh pergi. Anggap saja kejadian tadi malam tidak pernah terjadi,” ucap Joice dengan air mata yang tak henti bercucuran membasahi pipinya.

Mengatakan hal seperti itu, bukanlah hal mudah bagi Joice Osbert. Tapi dia membiarkan dirinya dianggap seperti pelacur. Jika itu yang membuat Marcel senang dan puas, maka dia akan melakukannya.  

Marcel membeku diam di tempatnya. Raut wajah pria itu nampak begitu amat campur aduk. Segala kemarahan, kesal, dan emosi telah melebur menjadi satu. Joice bukan lagi anak kecil. Usia Joice bukan lagi usia anak-anak. Wanita itu bahkan hampir 30 tahun. Bagaimana mungkin seorang wanita yang usianya hampir 30 tahun tapi masih perawan? Semuanya sulit dicerna oleh Marcel.

Napas Marcel memburu. Pria itu berusaha untuk tenang dan tidak langsung murka. Selanjutnya, pria itu memberikan tatapan dingin dan tajam pada Joice. “Kau sudah tahu di mataku kau tetap sama. Tidak bernilai sama sekali. Kejadian tadi malam hanya kesalahan. Aku senang kalau kau berpikir demikian. Jadi aku tidak perlu banyak menjelaskan, kalau kau tidak berharga sama sekali di mataku!” Setelah mengatakan kalimat tajam itu, Marcel berbalik melangkah pergi meninggalkan tempat itu dan tak mau lagi melihat ke arah Joice.

Tubuh Joice ambruk ke lantai di kala Marcel sudah pergi. Air matanya satu demi satu membasahi pipinya. Tangis Joice kali ini semakin pilu dan menyakitkan. Semua kata-kata Marcel terus teringiang di dalam pikirannya.

“Kau jahat, Marcel. Kau jahat,” ucap Joice lirih dan pilu.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
amymende
kapok buat yang punya banyak alasan utk dekat dengan lawan jenis yg bukan suami atau istri
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Bittersweet Passion    Bab 158. Ending Scene (TAMAT)

    Lombok, Indonesia. Menepuh perjalanan jauh dari London ke Lombok adalah hal yang tak pernah Joice sangka-sangka. Saat usia Janita dan Marvel dua tahun, Joice pernah diajak Marcel ke Bali dan Jakarta. Hanya saja dia belum pernah ke Lombok. Wanita cantik itu takjub, di kala Marcel membawanya benar-benar berkeliling pedesaan.Joice tak pernah mengira Marcel akan membawanya serta tiga anaknya berlibur ke Lombok. Liburan di benua Eropa dan Amerika adalah hal biasa untuk Joice bersama keluarga. Akan tetapi, liburan ke Asia benar-benar sangat menakjubkan!“Sayang, ini indah sekali. Terima kasih sudah membawaku ke sini.” Mata Joice berkaca-kaca menatap Marcel dengan haru.Marcel mengecup kening Joice. “Aku sudah yakin kau akan menyukai tempat ini.”Joice tersenyum lembut seraya menatap tiga anaknya yang sedang berlari-larian. “Waktu terasa sangatlah cepat. Dulu, aku selalu hidup berdua dengan Hana. Ke mana pun aku pergi, maka Hana akan ikut denganku. Tapi sekarang semua berubah di kala takdi

  • Bittersweet Passion    Bab 157. Extra Part X

    London, UK. Janji suci pernikahan yang terucap secara bergantian di bibir Landon dan Anya—wanita yang menikah dengan Landon—nampak membuat Joice sejak tadi tersenyum penuh haru bahagia. Sepasang iris mata Joice menunjukkan betapa dia bahagia. Kepingan memori teringat akan masa kecilnya bersama dengan sang adik, membuat Joice meneteskan air mata haru.Landon bertemu dengan Anya saat adiknya itu tengah berlibur ke Singapore. Singkat cerita, mereka hanya berawal berkencan biasa, namun ternyata berujung pada pernikahan. Tentunya perjalanan mereka tak selalu mulus. Ada kalanya naik turun. Tapi Joice selalu memberikan nasihat terbaik untuk adiknya, di kala adiknya mengalami masalah hubungan percintaan.Joice menetap tinggal di Milan, karena ikut dengan sang suami. Jarak tinggalnya dengan orang tua serta adiknya memang jauh, tapi Joice sering sekali mengunjungi London. Banyak keluarga yang tinggal di London, tentunya membuat Joice wajib mengunjungi kota indah itu.Selama proses upacara pern

  • Bittersweet Passion    Bab 156. Extra Part IX

    *Dua minggu lagi hari pernikahanku. Kau pasti akan ke London, kan? Jangan bilang kau sibuk. Aku tidak akan lagi menganggapmu, jika kau sampai tidak datang di hari pernikahanku.* Pesan singkat dari Landon membuat Joice mengulumkan senyumannya. Wanita berparas cantik itu terlihat gemas akan pesan yang dia baca ini. Well, Joice tak akan mungkin hari pernikahan adiknya yang akan diadakan dua minggu lagi.Singkat cerita, beberapa bulan lalu Landon mendatangi Milan, memperkenalkan seseorang wanita cantik yang merupakan calon istri adiknya itu. Joice tentu saja bahagia mendengar kabar Landon akan segera menikah.Sudah sejak lama Joice meminta Landon untuk segera menikah. Karena bagaimanapun, Joice tahu bahwa kedua orang tuanya menginginkan Landon memiliki keluarga seperti dirinya dan Marcel. Doa Joice selama ini terjawab. Adiknya akhirnya dipertemukan dengan takdirnya.“Kenapa kau senyum-senyum seperti itu, Sayang?” Marcel mendekat, menghampiri sang istri. Joice mengalihkan pandangannya,

  • Bittersweet Passion    Bab 155. Extra Part VIII

    “Mommy, Daddy, kami pulang.”Marvel, Janita, dan si bungsu—Maxime—menghamburkan tubuh mereka pada kedua orang tua mereka. Pun tentu Joice dan Marcel membalas pelukan tiga anak mereka dengan lembut dan penuh kasih sayang.Kemarin, kedua orang tua Marcel sudah kembali ke Milan. Namun, mereka tidak langsung mengembalikan Maxime. Yang mereka lakukan malah menjemput Marvel dan Janita untuk berjalan-jalan. Weekend terakhir, tak ingin diasia-siakan oleh kedua orang tua Marcel itu.Sekarang Marvel, Janita, dan Maxime dipulangkan, karena Marvel dan Janita akan masuk sekolah. Maxime juga dipulangkan, karena pastinya Marcel dan Joice sangatlah merindukan putra bungsu mereka.“Sayang Mommy. Ah, kalian baru pulang jalan-jalan. Pasti kalian happy.” Joice menciumi ketiga anaknya itu. Bergantian dengan Marcel yang kini menciumi tiga anaknya. “Mommy kami senang sekali diajak jalan-jalan Grandpa Mateo dan Grandma Miracle,” ucap Janita dengan riang gembira.Joice tersenyum mendengar apa yang dikatakan

  • Bittersweet Passion    Bab 154. Extra Part VII

    Joice turun dari mobil, dan melangkah terburu-buru masuk ke dalam mansion menuju kamar. Tentu saja, Marcel segera menyusul Joice yang sudah lebih dulu masuk ke dalam kamar mereka. Sejak di mana bertemu dengan Poppy—Joice memang terlihat masih marah. Padahal seharusnya Joice sudah tidak lagi marah padanya.“Joice, kau masih mendiamiku setelah aku memberikan penjelasan padamu?” Marcel masuk ke dalam kamar, mendekat pada Joice.“Aku ingin istirahat, Marcel. Tolong kau keluar.” Joice tetap bersikap dingin, dan acuh, meminta Marcel untuk keluar. Dia masih enggan untuk bicara dengan suaminya. Sekalipun, tadi dia sudah bertemu dengan Poppy—tetap saja dia masih kesal dan marah.Marcel berusaha bersabar menghadapi sang istri yang cemburu buta. Dia menarik tangan Joice—membuat tubuh istrinya itu masuk ke dalam dekapannya. Tampak Joice berontak di kala Marcel memeluknya dengan erat.“Marcel, lepaskan aku! Lepas!” Joice mendorong dada bidang Marcel.“Jika kau berontak, maka aku akan benar-benar b

  • Bittersweet Passion    Bab 153. Extra Part VI

    Mobil sport milik Marcel terhenti di sebuah restoran ternama di Milan. Detik itu juga raut wajah Joice berubah menunjukkan jelas kebingungannya. Dia sedang marah, tapi kenapa malah diajak ke restoran? Apa-apaan ini? Sungguh! Joice menjadi semakin kesal pada Marcel.“Marcel, kau kenapa mengajakku ke sini?” seru Joice kesal pada Marcel.“Kita akan bertemu dengan seseorang.” Marcel membuka seat belt-nya, turun dari mobil—dan membukakan pintu mobil untuk istri tercintanya itu.“Bertemu siapa?!” Joice enggan untuk bertemu siapa pun. Dalam kondisi raut wajah yang sedang marah, menunjukkan jelas rasa tak suka jika harus bertemu dengan orang. Entah siapa yang ingin ditunjukkan oleh suaminya itu. Marcel menunduk, membuka seat belt sang istri. “Kau akan tahu, jika kau sudah turun.” Lalu, pria itu menarik tangan istrinya—memaksa untuk turun dari mobil. Joice mendesah kasar ketika tangannya ditarik sang suami masuk ke dalam restoran. Dia tidak memiliki pilihan lain untuk mengikuti suaminya it

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status