Beranda / Romansa / Bittersweet Passion / Bab 3. Pelelangan Berlian Langka

Share

Bab 3. Pelelangan Berlian Langka

Penulis: Abigail Kusuma
last update Terakhir Diperbarui: 2023-09-08 13:15:51

Satu bulan berlalu …

Milan, Italia.

Good, Joice. Angkat dagumu dan lihat ke arah kanan.” Sang fotografer memberikan interuksi pada Joice yang tengah dipotret. Tentu Joice langsung menuruti interuksi sang fotografer itu.

“Ya, good, Joice. Gerakan sedikit pinggulmu ke kanan. Sesuaikan dengan lekuk tubuhmu,” ucap sang fotografer lagi. Tampak Joice bergaya di depan kamera dengan begitu professional.

Joice bukanlah seorang model baru. Wanita itu sangat tahu bagaimana berpose tetap sempurna di depan kamera. Nama Joice Osbert sudah tak perlu lagi diragukan dalam dunia modelling.

“Oke, selesai. Thanks, Joice,” ucap sang fotografer pada Joice.

Joice tersenyum merespon fotografer itu. Selanjutnya, wanita itu memutuskan untuk melangkah menuju ke ruang istirahatnya. Raut wajahnya sedikit lelah. Memiliki banyak aktivitas dalam pekerjaan kerap membuat Joice melupakan kehidupan pribadinya.

“Joice, apa kau ingin makan?” Hana—sang manager—berucap di kala Joice memasuki ruang istirahat.

Joice menggeleng pelan. “Tidak, Hana. Aku sedang tidak lapar.” Dia duduk di sofa sambil memeluk bantal kecil sofa.

Hana duduk di samping Joice. “Joice, beberapa hari ini kau jarang sekali makan. Kau juga sering mual. Apa kau sedang sakit?” tanyanya khawatir. 

Sudah beberapa hari ini, nafsu makan Joice menurun drastis. Pun Joice kehilangan beberapa kilo berat badannya. Setiap kali Hana bertanya selalu Joice mengatakan bahwa dia baik-baik saja.

“Tidak, aku tidak sakit. Mungkin aku sedikit lelah karena jadwalku yang padat,” jawab Joice berusaha untuk tersenyum walaupun pancaran matanya menunjukkan kerapuhan. “Hana, kapan aku kembali ke London? Aku tidak ingin berlama-lama di kota ini.”

Setelah dari Las Vegas, Joice memiliki jadwal pemotretan di Milan. Akan tetapi, dia tidak ingin berlama-lama berada di Milan. Milan adalah kota yang dia hindari karena tak ingin bertemu lagi dengan pria yang telah menorehkan luka begitu dalam padanya.

Hana mengembuskan napas panjang. “Joice, kau masih belum bisa pulang. Kemungkinan tiga hari lagi baru kau bisa pulang. Malam ini saja kau memiliki jamuan makan malam.”

Joice berdecak kesal. “Aku tidak mau ikut di acara jamuan makan malam. Kau saja yang datang mewakiliku.”

Sejak dulu, Joice paling malas menghadiri jamuan makan malam. Pasti para model dan artis hanya memamerkan kekasih mereka yang hebat. Itu yang membuat Joice sangat malas. Biasanya jika acara-acara ajang pamer, Joice selalu meminta Hana untuk mewakilinya. Sedangkan Joice lebih memilih untuk tidur di kamar. Wanita itu sudah memiliki jadwal yang sangat amat padat.

Hana mendengkus tak suka. “Joice, kali ini kau harus hadir. Namamu sudah terdaftar sebagai tamu special. Acara ini bukan murni jamuan makan malam saja, tapi juga pelelangan berlian langka dan mahal. Di akhir acara, akan ada fashion show berlian termahal, dan kau wajib memakai berlian termahal itu. Kau akan menjadi bintang penutup acara.”

Mata Joice menatap jengkel Hana. “Kenapa kau tidak diskusi padaku lebih dulu, Hana?” tanyanya kesal.

Joice paling malas menjadi model di acara pelelangan berlian. Pastinya dia hanya akan bertemu dengan para wanita manja yang merengek meminta dibelikan berlian pada kekasihnya. Joice sedang malas melihat drama-drama murahan.

“Joice, kau mendapatkan bayaran mahal. Selain itu, kau juga akan mendapatkan salah satu koleksi berlian langka yang dipamerkan nanti. Jadi aku pikir kau akan setuju dengan niatku. Come on, Joice. Kau jangan menolak tawaran yang menggiurkan. Kalau kau malas bertemu dengan banyak orang, kau bisa menunggu di dalam ruang khusus para model. Kau bisa menghindari para tamu undangan.” Hana menatap Joice penuh dengan permohonan agar Joice menerima tawaran ini.

Joice memejamkan mata lelah. Dia malas sekali mengambil tawaran yang dimaksud oleh Hana. Tapi manager-nya itu sudah terlanjur menerima. Jika dia membatalkan, maka itu sama saja dengan tidak professional.  Joice tidak mau sampai sikapnya ini berdampak buruk untuk karirnya.

“Oke, fine. Aku akan ikut,” ucap Joice dingin dengan raut wajah tanpa ekspresi.

Hana tersenyum manis. “Ya sudah, aku harus siapkan pakaianmu untuk nanti malam. Kau makanlah. Jangan sampai tidak makan. Terlalu kurus juga tidak bagus.”

Joice mengangguk merespon ucapan Hana. Detik selanjutnya, Hana bangkit berdiri melangkah meninggalkan Joice di ruang istirahat sendirian. Tepat di kala Hana sudah pergi, Joice memutuskan menyandarkan kepalanya ke sofa.

Namun, tiba-tiba perut Joice seakan benar-benar diaduk. Rasa mualnya tidak lagi bisa tertahankan. Dia segera bangkit berdiri—berlari menuju ke toilet yang letaknya tak terlalu jauh darinya.

Hueekkk

Hueekkk

Cairan bening keluar dari mulut Joice. Wanita itu memuntahkan semua isi perutnya. Perut Joice seakan diaduk. Kepalanya pusing luar biasa. Bahkan tubuh Joice nyaris tumbang. Kalau saja Joice yang memegang kuat wastafel—maka sudah pasti Joice akan tumbang.

Joice memutar keran wastafel, membasuh bibirnya dengan air bersih. Wanita itu menyandarkan tubuhnya ke dinding dan memijat keningnya yang sedikit pusing. Raut wajah Joice begitu bingung. Joice tak mengerti kenapa dirinya belakangan ini sering sekali mual hebat.  

Seketika sesuatu hal menyelinap masuk ke dalam otak Joice di kala dirinya mengingat akan sesuatu. Kepanikan dan rasa cemas melingkupi wanita cantik itu. Debar jantungnya berpacu dengan kencang—namun buru-buru dia segera menepis rasa khawatir dan takut dalam dirinya.

“Tidak mungkin!” seru Joice seraya meremas perutnya dengan wajah yang masih berusaha menutupi rasa panik.

***

Sebuah pelelangan berlian di pusat kota Milan dihadiri oleh banyak pengusaha, model ternama, bahkan artis kalangan atas. Yang bisa hadir di acara pelelangan itu bukanlah orang sembarangan.

Pelelangan berlian langka yang didominasi dengan acara jamuan makan malam. Banyak sekali pasangan yang hadir. Pasangan yang tentunya selalu memamerkan harta dan paras kecantikan serta ketampanan.

Joice mengembuskan napas panjang. Selama acara berlangsung, dia duduk di kursi tengah. Tak sedikit para pengusaha muda yang sudah memiliki pasangan berusaha menggoda Joice.

Bagaimana tidak? Paras Joice yang cantik luar biasa, membuat para kaum adam bertekuk lutut padanya. Namun, tentu Joice tak pernah sedikit pun tertarik pada pria yang sudah memiliki pasangan.

Hati Joice sekarang seperti kepingan puzzle yang tak tersusun rapi sempurna. Semuanya hancur dan kacau. Tapi wanita itu berusaha sekeras mungkin untuk tetap menjadi sosok yang utuh.

Joice tak ingin orang lain melihat kelemahannya. Hal tersebut yang membuat Joice selalu memiliki tameng untuk dirinya sendiri agar tidak rapuh sama sekali. Memang itu tidak mudah, tapi wanita itu selalu berjuang untuk tetap bisa berdiri di kedua kakinya sendiri.

“Joice, kau di sini?” Hana menghampiri Joice.

Joice menatap Hana. “Aku sedang malas di depan. Di sana ramai sekali.”

Joice sengaja tidak memilih kursi paling depan karena kondisi di depan sangat ramai. Terlebih banyak sekali teman-teman sesama model yang tengah pamer pasangan mereka yang hebat. Sungguh, Joice sangat muak akan itu.

“Kau mau minum?” Hana menawarkan vodka pada Joice.

Joice menerima vodka itu. “Thanks,” jawabnya sambil menyesap perlahan.

“Sebentar lagi akan fashion show berlian langka. Puncaknya adalah dirimu. Kau harus segera bersiap. Konsep gaun sudah dipilihkan. Nanti kau tinggal ganti gaunmu,” kata Hana memberi tahu.

Joice mengangguk terpaksa. Tak ada pilihan lain bagi Joice, selain menuruti perkataan sang manager. Walau sebenarnya dia sangat malas. Tapi apa boleh buat. Demi menjaga nama baik, dia harus bersikap professional.

Joice hendak berbalik, namun tanpa sengaja tatapan Joice teralih pada pasangan yang memasuki tempat acara. Tampak seluruh mata tertuju pada pria tampan yang datang bersama dengan seorang wanita cantik dan seksi.

Raut wajah Joice berubah. Sepasang iris mata abu-abunya berkilat penuh perasaan campur aduk. Pun hatinya seakan terbakar oleh bara api, namun mati-matian dirinya berusaha untuk mengendalikan diri.

‘Marcel.’

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Bittersweet Passion    Bab 158. Ending Scene (TAMAT)

    Lombok, Indonesia. Menepuh perjalanan jauh dari London ke Lombok adalah hal yang tak pernah Joice sangka-sangka. Saat usia Janita dan Marvel dua tahun, Joice pernah diajak Marcel ke Bali dan Jakarta. Hanya saja dia belum pernah ke Lombok. Wanita cantik itu takjub, di kala Marcel membawanya benar-benar berkeliling pedesaan.Joice tak pernah mengira Marcel akan membawanya serta tiga anaknya berlibur ke Lombok. Liburan di benua Eropa dan Amerika adalah hal biasa untuk Joice bersama keluarga. Akan tetapi, liburan ke Asia benar-benar sangat menakjubkan!“Sayang, ini indah sekali. Terima kasih sudah membawaku ke sini.” Mata Joice berkaca-kaca menatap Marcel dengan haru.Marcel mengecup kening Joice. “Aku sudah yakin kau akan menyukai tempat ini.”Joice tersenyum lembut seraya menatap tiga anaknya yang sedang berlari-larian. “Waktu terasa sangatlah cepat. Dulu, aku selalu hidup berdua dengan Hana. Ke mana pun aku pergi, maka Hana akan ikut denganku. Tapi sekarang semua berubah di kala takdi

  • Bittersweet Passion    Bab 157. Extra Part X

    London, UK. Janji suci pernikahan yang terucap secara bergantian di bibir Landon dan Anya—wanita yang menikah dengan Landon—nampak membuat Joice sejak tadi tersenyum penuh haru bahagia. Sepasang iris mata Joice menunjukkan betapa dia bahagia. Kepingan memori teringat akan masa kecilnya bersama dengan sang adik, membuat Joice meneteskan air mata haru.Landon bertemu dengan Anya saat adiknya itu tengah berlibur ke Singapore. Singkat cerita, mereka hanya berawal berkencan biasa, namun ternyata berujung pada pernikahan. Tentunya perjalanan mereka tak selalu mulus. Ada kalanya naik turun. Tapi Joice selalu memberikan nasihat terbaik untuk adiknya, di kala adiknya mengalami masalah hubungan percintaan.Joice menetap tinggal di Milan, karena ikut dengan sang suami. Jarak tinggalnya dengan orang tua serta adiknya memang jauh, tapi Joice sering sekali mengunjungi London. Banyak keluarga yang tinggal di London, tentunya membuat Joice wajib mengunjungi kota indah itu.Selama proses upacara pern

  • Bittersweet Passion    Bab 156. Extra Part IX

    *Dua minggu lagi hari pernikahanku. Kau pasti akan ke London, kan? Jangan bilang kau sibuk. Aku tidak akan lagi menganggapmu, jika kau sampai tidak datang di hari pernikahanku.* Pesan singkat dari Landon membuat Joice mengulumkan senyumannya. Wanita berparas cantik itu terlihat gemas akan pesan yang dia baca ini. Well, Joice tak akan mungkin hari pernikahan adiknya yang akan diadakan dua minggu lagi.Singkat cerita, beberapa bulan lalu Landon mendatangi Milan, memperkenalkan seseorang wanita cantik yang merupakan calon istri adiknya itu. Joice tentu saja bahagia mendengar kabar Landon akan segera menikah.Sudah sejak lama Joice meminta Landon untuk segera menikah. Karena bagaimanapun, Joice tahu bahwa kedua orang tuanya menginginkan Landon memiliki keluarga seperti dirinya dan Marcel. Doa Joice selama ini terjawab. Adiknya akhirnya dipertemukan dengan takdirnya.“Kenapa kau senyum-senyum seperti itu, Sayang?” Marcel mendekat, menghampiri sang istri. Joice mengalihkan pandangannya,

  • Bittersweet Passion    Bab 155. Extra Part VIII

    “Mommy, Daddy, kami pulang.”Marvel, Janita, dan si bungsu—Maxime—menghamburkan tubuh mereka pada kedua orang tua mereka. Pun tentu Joice dan Marcel membalas pelukan tiga anak mereka dengan lembut dan penuh kasih sayang.Kemarin, kedua orang tua Marcel sudah kembali ke Milan. Namun, mereka tidak langsung mengembalikan Maxime. Yang mereka lakukan malah menjemput Marvel dan Janita untuk berjalan-jalan. Weekend terakhir, tak ingin diasia-siakan oleh kedua orang tua Marcel itu.Sekarang Marvel, Janita, dan Maxime dipulangkan, karena Marvel dan Janita akan masuk sekolah. Maxime juga dipulangkan, karena pastinya Marcel dan Joice sangatlah merindukan putra bungsu mereka.“Sayang Mommy. Ah, kalian baru pulang jalan-jalan. Pasti kalian happy.” Joice menciumi ketiga anaknya itu. Bergantian dengan Marcel yang kini menciumi tiga anaknya. “Mommy kami senang sekali diajak jalan-jalan Grandpa Mateo dan Grandma Miracle,” ucap Janita dengan riang gembira.Joice tersenyum mendengar apa yang dikatakan

  • Bittersweet Passion    Bab 154. Extra Part VII

    Joice turun dari mobil, dan melangkah terburu-buru masuk ke dalam mansion menuju kamar. Tentu saja, Marcel segera menyusul Joice yang sudah lebih dulu masuk ke dalam kamar mereka. Sejak di mana bertemu dengan Poppy—Joice memang terlihat masih marah. Padahal seharusnya Joice sudah tidak lagi marah padanya.“Joice, kau masih mendiamiku setelah aku memberikan penjelasan padamu?” Marcel masuk ke dalam kamar, mendekat pada Joice.“Aku ingin istirahat, Marcel. Tolong kau keluar.” Joice tetap bersikap dingin, dan acuh, meminta Marcel untuk keluar. Dia masih enggan untuk bicara dengan suaminya. Sekalipun, tadi dia sudah bertemu dengan Poppy—tetap saja dia masih kesal dan marah.Marcel berusaha bersabar menghadapi sang istri yang cemburu buta. Dia menarik tangan Joice—membuat tubuh istrinya itu masuk ke dalam dekapannya. Tampak Joice berontak di kala Marcel memeluknya dengan erat.“Marcel, lepaskan aku! Lepas!” Joice mendorong dada bidang Marcel.“Jika kau berontak, maka aku akan benar-benar b

  • Bittersweet Passion    Bab 153. Extra Part VI

    Mobil sport milik Marcel terhenti di sebuah restoran ternama di Milan. Detik itu juga raut wajah Joice berubah menunjukkan jelas kebingungannya. Dia sedang marah, tapi kenapa malah diajak ke restoran? Apa-apaan ini? Sungguh! Joice menjadi semakin kesal pada Marcel.“Marcel, kau kenapa mengajakku ke sini?” seru Joice kesal pada Marcel.“Kita akan bertemu dengan seseorang.” Marcel membuka seat belt-nya, turun dari mobil—dan membukakan pintu mobil untuk istri tercintanya itu.“Bertemu siapa?!” Joice enggan untuk bertemu siapa pun. Dalam kondisi raut wajah yang sedang marah, menunjukkan jelas rasa tak suka jika harus bertemu dengan orang. Entah siapa yang ingin ditunjukkan oleh suaminya itu. Marcel menunduk, membuka seat belt sang istri. “Kau akan tahu, jika kau sudah turun.” Lalu, pria itu menarik tangan istrinya—memaksa untuk turun dari mobil. Joice mendesah kasar ketika tangannya ditarik sang suami masuk ke dalam restoran. Dia tidak memiliki pilihan lain untuk mengikuti suaminya it

  • Bittersweet Passion    Bab 152. Extra Part V

    “Mom, kenapa kau tidur di kamarku? Nanti Daddy kesepian. Kasihan Daddy, Mom. Daddy bilang padaku, dia tidak akan bisa tidur nyenyak, jika tanpa Mommy.” Janita menatap Joice yang tidur di kamarnya. Biasanya ibunya itu akan menemaninya tidur, jika dia tengah sakit. Tapi dia sehat dan baik-baik saja. Itu yang membuat gadis kecil itu bingung.Joice memeluk Janita dan mengecupi pipi bulat putrinya itu. “Mommy sangat merindukanmu. Itu kenapa Mommy tidur denganmu. Memangnya kau tidak suka tidur bersama Mommy?”Janita tersenyum lembut dan manis. “Tentu saja aku suka, Mommy. Aku suka tidur bersama Mommy. Tapi, aku kasihan pada Daddy tidur sendiri. Nanti Daddy kesepian. Bagaimana kalau Daddy diajak tidur bersama kita saja?” Gadis kecil itu memberikan ide luar biasa.“Tidak!” tolak Joice tegas, dengan raut wajah jengkel.“Kenapa tidak, Mommy? Kasihan Daddy tidur sendiri.” Raut wajah Janita muram.“Daddy tidak tidur sendiri. Malam ini Daddy tidur bersama Marvel, Little Girl.” Marcel melangkah men

  • Bittersweet Passion    Bab 151. Extra Part IV

    Weekend tiba. Marvel dan Janita bersorak riang gembira. Dua anak kembar itu libur. Mereka sekarang asik berkutat pada dengan iPad mereka masing-masing. Mereka tenang tak memiliki gangguan. Pasalnya Maxime masih bersama dengan kakek dan nenek mereka. Jika Maxime ada di rumah, sudah pasti adiknya itu akan mengganggu dengan membuat kekacauan. Marvel asik bermain game mobil balap. Janita asik bermain game barbie. Akan tetapi tentu Janita bermain game sambil mengemil cake yang dibuatkan pelayan. Gadis kecil itu memang terkenal sangat menyukai cake manis.“Marvel, Janita. Kalian mendapatkan video call Grandpa Dean dan Grandma Brianna. Ayo jawab telepon kakek kalian dulu.” Joice menghampiri dua anak kembarnya yang tengah asik bermain dengan iPad.“Yes, Mommy.” Marvel dan Janita menjawab dengan patuh. Mereka langsung berlari menghampiri pengasuh mereka—yang tengah memegang ponsel. Dua bocah itu bahagia mendengar kakek dan nenek mereka video call.Joice tersenyum sambil menggeleng-gelengkan k

  • Bittersweet Passion    Bab 150. Extra Part III

    Janita tersenyum-senyum seraya melangkah masuk ke dalam rumah. Gadis kecil cantik itu baru saja pulang sekolah—dengan wajah yang riang gembira. Sayangnya tidak dengan Marvel yang pulang dalam keadaan menekuk bibirnya.“Mommy, aku dan Kak Marvel sudah pulang.” Janita berseru dengan suara cempreng dan nyaring—membuat Marvel harus menutup kedua telinganya.“Anak-anak Mommy sudah pulang.” Joice tersenyum menyambut dua anak kembarnya yang sudah pulang. “Ayo ganti pakaian kalian dulu. Cuci tangan bersih, lalu kita makan siang bersama.”Janita dan Marvel sama-sama mengangguk patuh. Mereka menuju ke kamar mereka masing-masing bersamaan dengan para pengasuh mereka. Tepat di kala Janita dan Marvel sudah masuk ke dalam kamar—Joice bersenandung sambil menyiapkan makanan lezat yang sudah dia siapkan untuk dua anak kembarnya. Joice telah mengurangi pekerjaannya yang bergelut di dunia model. Bukan berhenti, tapi hanya mengurangi porsi pekerjaan. Bisa dikatakan fokus utama Joice adalah mengurus suam

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status