How did love become love?
Jam menunjukkan pukul 05.30 pagi, seorang laki-laki sedang berjalan melewati koridor sekolah. Kakinya melangkah ke tengah lapangan. Laki-laki itu adalah Nandara, si Mr. Perfect yang dingin hati. Sesaat setelah sampai di lapangan, ia mulai melakukan pemanasan dengan berlari kecil. Setelah dirasa cukup, ia mengambil bola basket miliknya dan memainkannya. Ia sedang berlatih untuk perlombaan bulan depan. Disela-sela ia berlatih, seseorang menghampirinya. Laki-laki primadona sekolah yang sangat pintar dan berprestasi di bidang akademik. Dia adalah Garaga Adiyatma.
"Woi!" teriak Gara. Nandara yang mendengarnya segera menoleh ke arah teriakan tersebut.
"Apaan" sahut Nandara dengan singkat.
"Jangan serius-serius amat lah, kan lo bisa latihan nanti sore" ucap Gara sambil duduk dipinggir lapangan. "Inget jangan terlalu stress, gue yakin lo pasti bakal menang tahun ini"
"Iya, lo juga ngapain pagi-pagi buta kesekolah?" tanya Nandara dengan tangannya yang sibuk mendribble bola.
"Gue ada pelatihan olimpiade jam 7" sahut Gara dengan santai. Nandara tak membalas ucapan Gara. Dengan santainya Nandara berjalan mendekati Gara.
"Eh lo gimana sama Stella?" Tanya Gara. Nandara memukul lengan Gara. "Apaan sih lo?!, gue gak ada apa-apa sama dia"
"Yang bener?? lo kan deket banget sama doi" sahut Gara. Nandara menatapnya dingin seraya membalas "Mata lo pincang! gue gak ada deket sama dia!! lagian, dianya aja yang suka nempel sama gue"
"Sana pergi! lo gangguin gue mulu daritadi" usir Nandara. Gara hanya bisa pasrah dan melangkah pergi, temannya itu memang tidak mengasyikan. Setelah kepergian Gara, Nandara melanjutkan kegiatannya yang tertunda.
Waktu berjalan sangat cepat. Sekolah mulai ramai, murid-murid mulai berdatangan. Nandara dengan cepat menuju kamar mandi untuk mengganti baju basketnya dengan seragam sekolah, mengeringkan badannya dengan handuk dan membasuh wajahnya yang dihujani keringat itu, tak lupa ia memakai parfum sebanyak mungkin. Tujuannya sudah jelas agar tidak bau asam. Ia akan sangat malu juga ada yang mengatakannya bau ketek. "Masa udah ganteng eh malah bau ketek" begitu pikirnya. Setelah selesai, ia segera keluar dari kamar mandi dan berjalan menuju kelas.
Sebelum menuju kelas, ia melipir sebentar ke loker miliknya. Seperti yang sudah ia duga, lokernya penuh dengan sticky notes berbagai warna menempel di pintu loker. Surat-surat 'aneh' diselipkan pada celah antara pintu loker dan pembatasnya, surat-surat itu terlihat kusut seperti dipaksakan masuk ke dalam loker yang terkunci itu. Nandara hanya bisa menghela nafas, ia melihat ke arah samping dan mendapati loker sahabatnya juga bernasib sama seperti miliknya. Penuh dengan surat, notes, bunga yang ditempel, dan banyak lagi.
"Dih gaada kerjaan bat dah, gak bakal dibaca juga" pikir Nandara. Tangannya sibuk melepaskan notes tersebut dan memasukannya kedalam tempat sampah mini yang selalu tersedia di dekat loker milikinya. Setelah lokernya bersih, ia lanjut membersihkan milik Gara. Dengan kesal ia membuang semua 'sampah' itu kedalam bak sampah besar.
"Rajin amat lo" ucap Gara, ia baru saja keluar dari ruang pelatihan yang kebetulan tidak jauh dari tempat loker mereka berada.
"Bilang makasih ke gue, udah gue beresin tuh semua" ucap Nandara sambil menunjuk ke arah loker Gara, lalu ia menyodorkan tempat sampah mini yang ia bawa kepada Gara.
"Ga ikhlas lo?" sahut Gara sambil tertawa. Nandara yang mendengarnya sudah siap untuk memukul temannya itu. "Iya iya! makasih banyak boss!!" ucap Gara dengan nada meledek. Seperti biasa Nandara tak menghiraukannya, ia memilih untuk pergi dari sana, lalu diikuti oleh Gara. Mereka berjalan bersama menuju ruang kelas.
"Pulang sekolah nanti lo ada kemana?" tanya Nandara.
"Gaada sih, gue langsung balik aja, materi buat lomba masih banyak" sahut Gara dengan lesu. Ia sangat pusing saat ini, otaknya seperti terbakar dan penuh dengan informasi.
"Gue kerumah lo ya, numpang ngegame" ucap Nandara yang langsung dibalas anggukan setuju oleh Gara. Mereka memang memiliki kepribadian yang berbeda, yang satu dingin dan irit bicara sedangkan satunya lagi ramah dan senang bersosialisasi. Mungkin, bagi orang yang baru mengenal mereka, akan mengira bahwa Nandara sangatlah jahat, karena ia selalu menjawab perkataan Gara dengan singkat. Yang sebenarnya adalah Nandara merupakan sosok sahabat yang sangat peduli, ia yang paling mengerti segala keadaan dan isi hati Gara.
Setelah sampai di kelas, mereka langsung menuju meja masing-masing. Nandara duduk tepat didepan meja Gara. Sebenarnya, mereka duduk sebangku, tetapi wali kelas mereka, bu Eri, membuat peraturan tempat duduk yang bervariasi. Hal ini bertujuan agar tidak ada yang merasa tidak memiliki teman.
"Nan, lo udah sarapan belum?" tiba-tiba seorang perempuan menghampiri Nandara yang sedang fokus bermain ponsel. Gadis itu adalah Stella, Stella Nandana. Ia sangat mengagumi sosok Nandara, mungkin ia terlihat terlalu 'ngebet' untuk dekat dengan Nandara, tetapi percayalah ia hanya ingin berbicara dengannya. Ia sudah berjanji untuk menyukainya dalam diam.
"Udah" sahut Nandara dengan singkat. "Stel, gue capek. Lo bisa kan ga usah ganggu gue dulu?" sambungnya kembali. Hati Stella teriris, kata-kata itu sangat menyakitkan, tapi tidak apa, hal tersebut sudah biasa ia dengar dari mulut seorang Nandara. Setelah mendengarnya, Stella tersenyum dan menaruh roti yang ia bawa diatas meja milik Nandara lalu pergi tanpa mengatakan sepatah katapun. Gara yang menyaksikannya dari belakang hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala, sahabatnya itu memang seperti itu sejak dahulu. Jika ia sudah berkata tidak, maka akan tetap tidak. Tak lama setelah Stella pergi, Bu Eri masuk ke ruang kelas. Seketika teman-teman kelasnya berhamburan mencari tempat duduk mereka.
"Selamat pagi anak-anak" ucap Bu Eri. "Selamat pagi Bu"
"Hari ini, kalian akan kedatangan teman baru. Ibu mohon kerjasama kalian ya!!" ucap Bu Eri dengan penuh semangat. Para siswa laki-laki mulai berbicara, mereka mengharapkan murid yang datang adalah seorang perempuan, sementara siswa perempuan berharap bahwa yang datang adalah laki-laki berwajah tampan alias cogan.
"Ayo nak, silahkan masuk" ucap Bu Eri pada murid baru itu. Sesaat setelah murid baru itu masuk, ruang kelas dipenuhi oleh berbagai reaksi. "Perkenalkan diri kamu terlebih dahulu"
"Selamat pagi, saya........"
Sore ini Nadia pergi menuju taman. Ia sudah bosan berdiam diri didalam kamar selama satu minggu penuh. Bukan. Bukan karena paksaan bunda, tetapi ia saat ini sedang sakit. Bisa disebut begitu bukan? Nadia duduk termenung pada bangku kosong yang menghadap kearah sebuah kolam besar, ia sedang larut dalam pikirannya. Semua memori pahit itu kembali lagi, dalam seminggu ini ia tidak tenang. Menangis, berteriak, kesakitan, dan takut. Hanya itu yang ia rasakan. Menyedihkan bukan? Tapi ini adalah hal yang harus ia tanggung. Ia sama sekali tak menyesal telah melindungi temannya pada saat itu, ia juga sudah berfikir bahwa ia akan berakhir seperti ini. Sejujurnya, Nadia sangat merindukan teman-temannya. Ia tak ingin mereka merasa bersalah, ini murni terjadi karena ketidaksengajaan. Tidak ada yang mengetahui hal ini selain keluarganya, namun sekarang teman-temannya sudah mengetahui hal tersebut. Sebaiknya saat Nadia kembali sekolah, ia harus meminta maaf. "Nad
"JANGANNNNNNNNNNNNNNNNN!!!!!!" teriak Nadia. Namun, terlambat, Gara sudah menuangkan satu ember penuh dengan air kepada Nadia dan Stella melemparkan tepung kearah Nadia, begitupula dengan Nandara. "AAAAAAAAAAAAAA MAAFFF!!! AMPUNNN!!!" teriak Nadia lagi. Seketika ia terduduk dan melindungi kepalanya dengan kedua tangannya. Gara, Nandara, dan Stella kebingungan dengan perilaku Nadia. Semua orang merasa khawatir, Nadia tak berhenti menangis sambil meminta maaf. "Nad! Nad!! lo kenapa??" tanya Stella sambil berlari menghampiri Nadia. "Nadd????" tanya Gara, ia juga menghampiri Nadia. Nandara yang menyaksikan hal tersebut dengan segera pergi kedalam untuk mengambil sebuah handuk. "Jauh" cicit Nadia. "Lo kenapa Nad?? lo gapapa??" tanya Stella sambil membersihkan tepung dari kepala Nadia. "GUE BILANG JAUH!" teriak Nadia. Ia terus menangis ketakutan, badannya bergetar, dadanya terasa sesak. Stella dan Gara dengan sigap berdiri dan me
-PLAGIAT DILARANG MENDEKAT! DIMOHON UNTUK JANGAN MEN-COPYATAUPUN MENJIPLAK CERITA INI- Di saat Nandara sedang fokus menonton TV, seseorang mengirimnya sebuah pesan.HandphoneNandara terus mengeluarkan notifikasi, tanda seseorang sedang mengirimkan pesanspampadanya. Nandara memutuskan untuk mengambil HP nya di kamar. Selama menuju kamar, perasaannya sudah tak enak dan benar saja, setelah ia mengambil HP nya, banyak sekali pesan masuk dan itu semua dari orang gila yang tak lain dan tak bukan Gara. Nandara membuka pesan dari Gara yang berisi puluhan huruf "P" dan umpatan-umpatan. Dengan malas, ia membalaschattersebut. Nandara: Apaan. Tak butuh waktu lama, Gara langsung membalas pesan tersebut. Gara: Ultah Nadia lagi 2 hari, kasisurpriseyok! Nandara: Kok lo bisa tau
-PLAGIAT DILARANG MENDEKAT! DIMOHON UNTUK JANGAN MEN-COPYATAUPUN MENJIPLAK CERITA INI- Saat ini Nadia sedang bersiap untuk belajar, kelas 12 memang se-padat ini ya? ulangan-kuis-tugas dan terus berulang, membuat Nadia merasa sedikit pusing. Tingg.... Suara notifikasi hp mengalihkan fokus Nadia sementara. Ia mengambil hp-nya untuk melihat siapa yang mengirimkan pesan. Itu adalah Gara. Nadia mengernyitkan alisnya, kenapa Gara mengirimnya pesan? Gara: Nad Nadia: ya? Gara: Lo lagi belajar? Nadia merasa aneh dengan Gara yang tiba-tiba mengirimkan pesan, alhasil ia mengabaikan pesan tersebut dan melanjutkan sesi belajarnya. Lagi pula, ia harus mempelajari banyak hal untuk ulangan besok. Disisi lain, Gara yang melihat pesannya tidak dibalas memutuskan untuk bertanya pada Stella saja. Padahal ia hanya ingin m
-PLAGIAT DILARANG MENDEKAT! DIMOHON UNTUK JANGAN MEN-COPYATAUPUN MENJIPLAK CERITA INI- "Gue pengen nyerah, Nad" ucap Stella. Saat ini ia terdengar putus asa dan tidak percaya diri, membuat Nadia sedih melihatnya. "Kenapa?" tanya Nadia. "Gue engga tau harus gimana, kata-kata yang selalu dia bilang ke gue terlalu menyakitkan. Apa harus ya dia sejahat itu?" ucap Stella. Nadia menepuk bahu Stella dan mengusapnya perlahan, ia juga kesal setiap Nandara membalas ucapan Stella. Terlalu kasar untuk perempuan. "Gaapa Stel,you deserve someone better than him. Lo itu cantik, lo tau sendiri selera lo gimana, yang harus lo lakuin sekarangmove on" ucap Nadia menasehati temannya. "Udah gue coba Nad, gue gabisa, gue gabisa lupain dia" sahut Stella, air matanya mulai menetes meskipun sudah ia tahan. "I know it's hard, Stell. Dicoba aja pelan-pelan, gimana?" saran Na
-PLAGIAT DILARANG MENDEKAT! DIMOHON UNTUK JANGAN MEN-COPYATAUPUN MENJIPLAK CERITA INI- Tiga 'tuyul' itu sedang panik saat ini, mereka baru saja menyadari bahwa hari ini masih hari sekolah. Tak ada pilihan lain selain berangkat sekarang meskipun terlambat. Waktu menunjukkan pukul setengah tujuh pagi, masih ada waktu bagi Gara dan Stella untuk pulang kerumah masing-masing dan bersiap untuk sekolah. Dengan tergesa-gesa mereka pergi kerumah. "Kalian ini kenapa? tumben terlambat" tanya Bu Eri selaku wali kelas mereka. "Maaf bu, kemarin saya belajar buat persiapan olimpiade sampai larut, jadi terlambat bangun" sahut Gara. "Maaf bu, saya bangun terlambat" sahut Stella. "Maaf bu, saya juga" sahut Nandara. "Hadehh, yasudah saya juga gak bisa bantu apa-apa. Kalian ibu hukum lari keliling lapangan aja ya, Nandara sama Gara 5 kali putaran, Stella kamu 3 putaran" Ucap Bu Eri "Baik bu" sahut Nandara, Gara dan