Share

Bab 3 : Api Cemburu

“Baik pak. Makasih yah, Pak,” jawab Cindy sambil menundukkan kepala dan berlari kecil ke arah temannya untuk melaksanakan hukumannya.

Kesya memperhatikan dari kejauhan. Sikap Retno yang berlaku baik terhadap Cindy, siswi yang disukainya, membuat gadis itu iri karenanya. Dia sangat kesal, anak yang sekarang sudah hidup menjadi yatim piatu itu bisa menarik guru tertampan di sekolah mereka. 

Tidak hanya tampan, Retno yang terbilang masih muda, juga berdaya tarik tinggi di sekolah itu. Dan juga berpengaruh di Martin International High School. Maka dari itu, Kesya sangat salut dengan pesona Cindy yang bisa menaklukkan pria itu dengan mudahnya.

“Semangat, Cindy. Tugas kamu cuma sedikit kok,” ujarnya bermonolog. Dengan sigap, Cindy segera menyelesaikan tugasnya.

“Ihhh, benci banget aku lihat si Cindy itu,” ucap Nada teman dari Kesya.

“Lihat tuh, dia lagi-lagi cari muka sama pak Retno. Pilih kasih banget tuh guru sinting,” lanjutnya memanaskan suasana.

Nada hobi sekali memancing amarah sahabatnya, berharap Kesya bertindak sesuatu untuk menghajar habis-habisan Cindy. Atau paling tidak untuk saat ini bisa mengurangi kegiatan dan hukuman mereka, agar segera masuk ke kelas.

“Hemmmm.” Kesya pun semakin terpancing amarah, sementara dua temannya tersenyum.

“Biasa, mungkin dia pakai guna-guna, makanya semua orang baik sama dia,” lanjut Tania kesal. 

Kesya pun melepas dengan kasar rumput yang ada di tangannya tanpa berkata apa-apa. Matanya nyalang, membesar sempurna menahan amarah akan ketidakadilan yang dia rasakan. Kesal bercampur iri, Kesya yang seharusnya mendapat perlakuan istimewa karena jabatan sang ayah yang tinggi, justru diperlakukan tidak adil oleh guru itu.

Setelah melakukan tugasnya. Cindy segera menuju kelas, beruntung kala itu, gurunya belum masuk ke dalam kelas, sehingga dengan santainya dia masuk ke dalam ruangan.

“Hem, ditungguin. Ternyata telat yah. Tumben banget kamu telat, ada apa?” tanya Gilang yang berjalan ke tempat duduk Cindy.

“Iya nih. Kemaren kerjaan banyak. Capek banget, makanya bangunnya telat,” jawabnya singkat sambil tersenyum manis kepada Gilang yang merupakan lelaki yang dia cinta.

“Lain kali, jangan gitu yah, Cantik,” ucap Gilang sembari menjawil kecil hidung Cindy, tersenyum dan mengedipkan mata kirinya.

Cindy mengangguk pelan. Gilang kembali tersenyum, dan mengusap kepala gadis itu lalu kembali ke tempat duduknya. Hatinya terasa lega, melihat Cindy berada di kelas, setelah tahu gadis yang dicintainya ternyata aman-aman saja.

Saling tatap dalam kejauhan, Cindy tersipu malu, sementara Gilang hanya tersenyum manis.

Beberapa saat kemudian, guru matematika mereka datang. Pelajaran pun di mulai, para siswa seketika diam dan menaikkan kepala mereka untuk fokus memperhatikan sang guru yang termasuk dalam kategori guru killer di sekolah itu. Dan tidak lama, setelah pelajaran dimulai, Kesya, Tania dan Nada pun sampai di depan pintu kelas. Membuka pintu itu secara pelan.

“Kalian terlambat?” tanya buk Elis menatap mereka tajam.

“Iya, Buk,” jawab Tania dan Nada kompak, tetapi Kesya hanya diam saja.

“Ya sudah, masuk,” suruhnya kemudian. 

Ketiga gadis itu melangkah menuju bangku mereka masing-masing. Tempat duduk Kesya yang berada dipaling belakang, melewati Cindy. Dia berhenti sekilas di samping gadis itu, menatapnya tajam, membuat gadis itu seketika ketakutan.

 Cindy menunduk menghindari tatapan Kesya yang benar-benar mengintimidasi dirinya. Meremas kuat roknya, berusaha menghilangkan rasa takut.

“Kesya, duduk.” Elis melihat Kesya berhenti di tengah, membuat pembelajaran mereka semakin lama dimulai.

Kesya pun melangkah kembali ke tempat duduknya, membuat Cindy menghempas nafas kasar.

“Okey, kita kembali ke pelajaran awal.”

***

Tidak terasa pembelajaran dengan Elis berakhir dengan begitu cepat. Membuat anak-anak mengerang lega setelah perginya guru killer itu dari kelas, berganti dengan Retno, yang masuk ke dalam kelas dengan menebar senyuman kegembiraan dan penuh semangat. 

Setiap kali Retno memasuki kelas 2.B selalu saja membuat mood mengajarnya full. Harinya selalu semangat jika melihat Cindy satu ruangan dengannya, meski sekarang status mereka hanyalah sebagai guru dan murid.

"Oke. Kembali bertemu dengan saya di pembelajaran kita hari ini. Untuk minggu ini, kita sama sekali tidak ke lapangan, jadi kita hanya di dalam kelas. Membahas untuk teori yang akan di praktekkan minggu besok. Okeyyy,” jelas Retno di depan.

Namun, sorot matanya jelas memandangi Cindy yang juga sedang memperhatikan dirinya. Ini yang paling disukai Retno jika masuk ke kelas Cindy. Setiap kali menjelaskan materi di depan, gadis mungil itu juga pasti menatapnya, meskipun dia sadar jika pandangan itu hanya dari seorang pada gurunya. 

“Andai kamu tahu seperti apa rasa ini padamu, Cin. Semoga kamu nanti tidak menolak saya.” Retno menatap penuh harap pada Cindy, sementara dua mata yang paham dengan tatapan itu, juga memandangi dua insan itu dengan api cemburu yang membara.

Gilang mengepal kuat, tidak ikhlas Cindy ditatap demikian oleh pria lain, meski itu adalah gurunya sendiri.

“Awas kamu, Retno,” ucap Gilang membatin.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status