“Baik pak. Makasih yah, Pak,” jawab Cindy sambil menundukkan kepala dan berlari kecil ke arah temannya untuk melaksanakan hukumannya.
Kesya memperhatikan dari kejauhan. Sikap Retno yang berlaku baik terhadap Cindy, siswi yang disukainya, membuat gadis itu iri karenanya. Dia sangat kesal, anak yang sekarang sudah hidup menjadi yatim piatu itu bisa menarik guru tertampan di sekolah mereka. Tidak hanya tampan, Retno yang terbilang masih muda, juga berdaya tarik tinggi di sekolah itu. Dan juga berpengaruh di Martin International High School. Maka dari itu, Kesya sangat salut dengan pesona Cindy yang bisa menaklukkan pria itu dengan mudahnya.“Semangat, Cindy. Tugas kamu cuma sedikit kok,” ujarnya bermonolog. Dengan sigap, Cindy segera menyelesaikan tugasnya.“Ihhh, benci banget aku lihat si Cindy itu,” ucap Nada teman dari Kesya.“Lihat tuh, dia lagi-lagi cari muka sama pak Retno. Pilih kasih banget tuh guru sinting,” lanjutnya memanaskan suasana.Nada hobi sekali memancing amarah sahabatnya, berharap Kesya bertindak sesuatu untuk menghajar habis-habisan Cindy. Atau paling tidak untuk saat ini bisa mengurangi kegiatan dan hukuman mereka, agar segera masuk ke kelas.“Hemmmm.” Kesya pun semakin terpancing amarah, sementara dua temannya tersenyum.“Biasa, mungkin dia pakai guna-guna, makanya semua orang baik sama dia,” lanjut Tania kesal. Kesya pun melepas dengan kasar rumput yang ada di tangannya tanpa berkata apa-apa. Matanya nyalang, membesar sempurna menahan amarah akan ketidakadilan yang dia rasakan. Kesal bercampur iri, Kesya yang seharusnya mendapat perlakuan istimewa karena jabatan sang ayah yang tinggi, justru diperlakukan tidak adil oleh guru itu.Setelah melakukan tugasnya. Cindy segera menuju kelas, beruntung kala itu, gurunya belum masuk ke dalam kelas, sehingga dengan santainya dia masuk ke dalam ruangan.“Hem, ditungguin. Ternyata telat yah. Tumben banget kamu telat, ada apa?” tanya Gilang yang berjalan ke tempat duduk Cindy.“Iya nih. Kemaren kerjaan banyak. Capek banget, makanya bangunnya telat,” jawabnya singkat sambil tersenyum manis kepada Gilang yang merupakan lelaki yang dia cinta.“Lain kali, jangan gitu yah, Cantik,” ucap Gilang sembari menjawil kecil hidung Cindy, tersenyum dan mengedipkan mata kirinya.Cindy mengangguk pelan. Gilang kembali tersenyum, dan mengusap kepala gadis itu lalu kembali ke tempat duduknya. Hatinya terasa lega, melihat Cindy berada di kelas, setelah tahu gadis yang dicintainya ternyata aman-aman saja.Saling tatap dalam kejauhan, Cindy tersipu malu, sementara Gilang hanya tersenyum manis.Beberapa saat kemudian, guru matematika mereka datang. Pelajaran pun di mulai, para siswa seketika diam dan menaikkan kepala mereka untuk fokus memperhatikan sang guru yang termasuk dalam kategori guru killer di sekolah itu. Dan tidak lama, setelah pelajaran dimulai, Kesya, Tania dan Nada pun sampai di depan pintu kelas. Membuka pintu itu secara pelan.“Kalian terlambat?” tanya buk Elis menatap mereka tajam.“Iya, Buk,” jawab Tania dan Nada kompak, tetapi Kesya hanya diam saja.“Ya sudah, masuk,” suruhnya kemudian. Ketiga gadis itu melangkah menuju bangku mereka masing-masing. Tempat duduk Kesya yang berada dipaling belakang, melewati Cindy. Dia berhenti sekilas di samping gadis itu, menatapnya tajam, membuat gadis itu seketika ketakutan. Cindy menunduk menghindari tatapan Kesya yang benar-benar mengintimidasi dirinya. Meremas kuat roknya, berusaha menghilangkan rasa takut.“Kesya, duduk.” Elis melihat Kesya berhenti di tengah, membuat pembelajaran mereka semakin lama dimulai.Kesya pun melangkah kembali ke tempat duduknya, membuat Cindy menghempas nafas kasar.“Okey, kita kembali ke pelajaran awal.”***Tidak terasa pembelajaran dengan Elis berakhir dengan begitu cepat. Membuat anak-anak mengerang lega setelah perginya guru killer itu dari kelas, berganti dengan Retno, yang masuk ke dalam kelas dengan menebar senyuman kegembiraan dan penuh semangat. Setiap kali Retno memasuki kelas 2.B selalu saja membuat mood mengajarnya full. Harinya selalu semangat jika melihat Cindy satu ruangan dengannya, meski sekarang status mereka hanyalah sebagai guru dan murid."Oke. Kembali bertemu dengan saya di pembelajaran kita hari ini. Untuk minggu ini, kita sama sekali tidak ke lapangan, jadi kita hanya di dalam kelas. Membahas untuk teori yang akan di praktekkan minggu besok. Okeyyy,” jelas Retno di depan.Namun, sorot matanya jelas memandangi Cindy yang juga sedang memperhatikan dirinya. Ini yang paling disukai Retno jika masuk ke kelas Cindy. Setiap kali menjelaskan materi di depan, gadis mungil itu juga pasti menatapnya, meskipun dia sadar jika pandangan itu hanya dari seorang pada gurunya. “Andai kamu tahu seperti apa rasa ini padamu, Cin. Semoga kamu nanti tidak menolak saya.” Retno menatap penuh harap pada Cindy, sementara dua mata yang paham dengan tatapan itu, juga memandangi dua insan itu dengan api cemburu yang membara.Gilang mengepal kuat, tidak ikhlas Cindy ditatap demikian oleh pria lain, meski itu adalah gurunya sendiri.“Awas kamu, Retno,” ucap Gilang membatin.Retno selalu saja memandangi Cindy tanpa lelah, bahkan hingga pembelajarannya pun selesai. Dia pun berniat untuk bisa keluar bersama dengan gadis itu. Dia pun sengaja berlama di ruangan, pura-pura berkemas. Dia dengan sengaja membiarkan siswanya keluar lebih dulu. Dia ingin menunggu Cindy keluar kelas agar bisa berbarengan dengannya.Sayang, dua pasang mata yang menatap cemburu itu sadar dengan Retno. Namun, guru itu tidak habis ide untuk segera meminta siswanya keluar kelas. Dia menyuruh Gilang membawakan buku tugas siswa untuk diantar ke ruangannya.Sementara Kesya yang menyadari itu, ia menahan diri dan gengnya untuk menunggu keluarnya Retno dari ruangan. Sembari menunggu, Kesya mengarahkan pandangannya pada Cindy yang masih belum menyadari ada orang yang mengintainya, terus saja membereskan peralatannya di atas meja.Lama Retno berdiri di depan menanti pujaan hati. Dia pun menyadari Kesya belum beranjak dari tempat duduknya.Sorot mata Retno mengarah pada Kesya. Dia merasa gadis it
Gilang yang sudah keluar lebih dulu karena ditugaskan Retno, terlihat mencari seseorang di kantin sekolah. “Cindy kok nggak ketemu yah,” pikirnya bingung dan terus melangkahkan kakinya mengitari kantin tersebut.Ya, siapa lagi yang dicari kalau bukan Cindy, gadis pujaan hatinya. Semenjak cintanya diterima Cindy, jika tidak ada kesibukan masing-masing, mereka selalu melewatkan waktu jam istirahatnya bersama.“Haduh, Cindy di mana sih. Kok nggak ketemu juga daritadi,” ucapnya dan memilih mengantri dideretan siswa untuk mengambil makan siangnya.Selepas mendapat makanannya. Gilang melangkah menuju tempat duduk yang kosong berada di pojok kanan. Tidak beberapa lama, gadis yang ditunggu datang. Dia pun lekas menghampiri Cindy yang tampak lesu."Kamu ke mana sih, cantik? Dicariin daritadi nggak ada,” tanyanya bingung.Cindy tidak menjawab, dia hanya tersenyum manis menatap kekasih hatinya. Lalu pamit untuk ikut mengantri dengan siswa lain yang belum mendapatkan makanan. Setelah mendapat ma
Sebuah gedung tua, berdiri kokoh di tengah hutan belantara. Seorang gadis cantik berkacamata hitam tengah melangkah memasuki gedung tersebut. Setiap ruangan dengan minim pencahayaan, dia tembus dengan langkah anggunnya. "Mr. P!!" ucapnya pada dua pria bertubuh besar yang berada di depan ruangan, menjaganya dengan ketat. Tanpa membalas, keduanya membuka pintu itu dengan lebar. Gadis itu kembali melangkah setelah sebelumnya menghentikan langkah untuk menghidupkan sebatang rokok yang dibawanya. "Haiii gadisku," ucap pria paruh baya, meletakkan gelas kopi yang baru dia seruput isinya. Gadis itu hanya mengangkat tangannya sekilas, lalu meletakkan sebuah foto di atas meja yang berada di sebelah kiri pria itu. Sembari tersenyum, dia berucap mission succes. Pria paruh baya itu tersenyum getir, melirik sekilas foto dan merasa puas dengan foto tersebut. Lantas Mr. P kembali tersenyum padanya, mengangguk kecil sembari bertepuk tangan memberi pujian."I Like You, Yuna. You're the best. Perfe
Setelah satu jam Cindy mengerjakan pekerjaannya. Dia merasa tubuhnya sangat lelah dan segera mengistirahatkannya, untung saja semua pekerjaannya sudah beres hingga dia bisa bersantai sejenak. Cindy yang memang bergantung pada pekerjaan ini, bekerja tanpa henti agar bisa digaji lebih tinggi oleh Wina, sang pemilik toko. Dia juga menjadi karyawan amanah sang pemilik toko, makanya dia sering diberikan makanan gratis oleh Wina karena jujur dan sangat membantu. Cindy menyeka keringat yang membanjiri keningnya. Kedua tangannya aktif mengibas untuk menghilangkan hawa panas di tubuhnya, setelah bekerja cukup keras. "Huufff, lelahnya," ucapnya sembari mengibas baju kausnya, menyenderkan tubuhnya di bangku kasir. Terdengar pintu kaca toko itu dibuka pelan. Cindy lekas berdiri, saat melihat pelanggan masuk ke tokonya. Dia menundukkan kepala sedikit. "Selamat datang," ucapnya sembari tersenyum ramah pada pelanggan yang wajahnya belum terlihat olehnya. Cindy begitu ramah melayani setiap pelan
Cindy panik kala pekerjaannya yang baru saja diselesaikan, justru kembali dikacaukan teman-teman kelasnya. Dia gegas menuju Kesya, untuk menghentikan kekacauan yang diperbuat mereka. Dia takut jika buk Wina nantinya marah padanya, hingga membuat dirinya harus kehilangan pekerjaan yang menggantungkan kehidupannya. "Stop, stop, hentikan semuanya. Kalian tidak boleh mengobrak-abriknya. Tolong, jangan seenaknya di sini." Cindy berteriak mencoba menghentikan. Namun, sayang, mereka yang memang sengaja berbuat demikian. Mengabaikan ucapan, dan larangan dari Cindy. Justru mereka semakin menjadi-jadi dengan kelakuan mereka. Cindy menguatkan dirinya untuk berani melawan mereka, dia memegang tangan Kesya. "Kesya, cukup. Hentikan semua ini," teriak Cindy. Sang empu nama seketika menghentikan kegiatannya. Dia melihat ada tangan mencengkram pergelangan tangannya. Lalu, mengalihkan pandangannya pada si gadis yang memegang tangannya itu. "Kamu bilang apa tadi?" tanya Kesya mendekati menatap Cind
Cindy mati kutu dibuatnya. Tatapan ketiga gadis kaya keturunan bangsawan, bangsa di atas awan itu, bak menusuk jantungnya. Apalagi, bisikan roh halus jelmaan manusia, Kesya Alvionita, berisi tentang sebuah ancaman. Membuat bulu kuduk Cindy merinding. "Jawab cepat," sentak Kesya memberi ultimatum dari tatapannya. Kesya sibuk sendiri melihat Cindy yang diam membisu. Dia sedikit takut pada Retno yang bisa saja menjadi ancamannya saat ini. Sementara Tania dan Nada hanya diam, memperhatikan di belakang Kesya."I-iya, Pak. Mereka ke sini cuma belanja kok," jawab Cindy gugup, sembari tangannya menyeka keringat yang membendung keningnya. Sadar Cindy ketakutan, Retno melirik tidak percaya pada Kesya, lalu kedua temannya yang mematung. Dia menarik nafas panjang, menghempaskannya kasar. "Ya sudah, kalau kalian sudah selesai membeli apa yang kalian mau, pulang lagi ke rumah kalian," ucap Retno dengan tegas sembari terus berdiri, berkacak pinggang memperhatikan murid-muridnya.Kesya mencebik k
Malam pun tiba, Yuuna terbangun dari tidurnya. Dia yang sebelumnya berniat berpesta ria setelah sukses dengan misinya, membatalkan semua itu, dan memilih untuk istirahat di rumahnya. Kesadarannya belum terkumpul full, Yuna kembali merebahkan tubuhnya. Tiba-tiba perutnya keroncongan, Yuna yang masih mengantuk, terpaksa bangun. Dia melihat sekeliling rumahnya gelap, hanya lampu dari luar yang merambat masuk ke celah jendelanya. "Mmmhhh." Yuna menggeliat manja, dia meraih ponselnya di atas nakas.Dilihatnya jam telah menunjukkan pukul 8 malam. "Akkkhhh sial," umpatnya dan bangkit.Yuna pun gegas turun dari kontrakan barunya untuk mencari makanan. Berjalan menyusuri gang-gang kecil, dengan sorotan lampu jalanan yang sedikit redup, dan mengerjap. Tiada rasa takut dalam dirinya akan terjadi bahaya yang menimpanya. Sudah lama Yuna berkeliling di lingkungan itu. Namun, belum juga dia dapati tempat untuk dia bisa mengisi perutnya yang sudah memberontak untuk diisi. "Arrgghh, masa di lingku
Jam menunjukkan pukul 21.30 WIB. Waktunya untuk Cindy kembali ke rumahnya. Gadis cantik itu pun bersiap-siap untuk pulang ke tempat tinggalnya, membereskan semua roti pemberian Wina padanya dengan berbagai rasa. "Bagus lah, bisa untuk beberapa hari. Lagian kadaluwarsanya masih seminggu lagi," ucap Cindy, senang bukan main.Wina tadinya hendak membuang roti yang hampir kadaluwarsa itu. Namun, Cindy yang melihatnya mencegahnya. Meminta semua roti itu untuk dia bawa pulang ke rumahnya. "Buk, Cindy pulang dulu yah, makasih banyak buk, rotinya Cindy pulang dulu," ucapnya berpamitan pada Wina yang membalasnya dengan tersenyum ramah. Cindy pun gegas melangkahkan kakinya agar sampai di rumahnya yang cukup jauh dari toko. Berulang kali Cindy menguap, matanya begitu mengantuk. Namun, dia tetap harus bertahan karena belum mengerjakan tugas-tugas sekolahnya. Dia pun menatap kantong plastik yang ada di dekapannya. "Syukurlah, roti ini bisa sampai besok sore. Lumayan, ngirit uang jajan," ucap C