Share

Bab 2 : Tujuh Tahun Kemudian

Pagi itu, di pinggir gang sebuah perumahan elit. Terlihat seseorang memakai pakaian serba hitam. Tidak lupa masker dan juga kacamata hitam menutupi wajahnya. Dia tengah mengamati sebuah rumah mewah di depan matanya, pengawasan yang ketat membuat dia ekstra hati-hati dalam bertindak.

Manusia memakai serba hitam tersebut, melihat ke kiri dan kanan. Memastikan keadaan sekitar apakah yang aman dari kehidupan manusia. 

“Okey,” ucapnya pelan.

Kemudian berjalan mendekat menuju rumah tersebut. Dengan mudah dan tanpa kesulitan sedikitpun. Dia masuk ke dalam pekarangan rumah itu, tanpa harus melewati pintu gerbang yang dijaga cukup ketat. Memanfaatkan sedikit celah untuk dia bisa beraksi di rumah itu.

Dengan sangat hati-hati, dia berjalan menyusuri rumah yang pada dasarnya telah dijaga ketat oleh pengawal dan CCTV yang standby 24 jam. Berusaha menghindari beberapa pengawal yang bisa saja menyerang dirinya nanti. Dan dengan mudah, dia menemukan targetnya, pria tua yang sedang bermain bersama seorang gadis seksi di tepi kolam renang yang cukup luas, berada di sisi kanan rumah mewah tersebut.

Tempat yang paling aman untuk beraksi menurutnya. Dengan bersembunyi di balik taman bunga yang berdampingan dengan rumput ilalang. Memilih untuk tidak terlalu jauh berdiri dari target. Dia mengamati dengan seksama targetnya, kapan waktu dia bisa mengeksekusinya. Mengangguk perlahan, tangannya merayap dibalik jaketnya, mengambil sebuah barang terbungkus kain hitam yang selalu disediakan dibalik jaket hitamnya.

“Jleebbbbb!!” Sebuah peluru berhasil menembus kepala si pria tua. Hingga pria itu tidak berkutit, dan kemudian tubuh yang tidak lagi bernyawa itu, jatuh bersandar di bahu si gadis seksi di sampingnya.

“Arrghh!!” teriak si gadis ketakutan, kemudian beranjak menjauh dari mayat si pria yang sekarang tergeletak di tanah.

Melihatnya, gadis itu amat takut. Kedua mata pria tua itu nyalang, sedang mulut menganga. Keningnya berlubang, dengan darah segar mengalir dari tempat itu.

“Jlebb!!” Peluru kedua akhirnya bersarang di kepala si gadis seksi. Membuatnya ikut terlentang di samping tuannya.

Orang itu mengangguk pelan. Dia bahagia misinya selesai dalam sekejap. Dia pikir akan sulit melakukan misinya, mengingat pengawalan yang begitu ketat. Namun, nyatanya tidak.

Mendengar teriakan si gadis seksi. Beberapa pengawal berbaju hitampun segera datang. Terlebih mereka mendengar bunyi tembakan kedua setelah teriakan tersebut. Betapa emosinya mereka melihat mayat bosnya telah berlumuran darah di bagian kepala. Begitu juga dengan tubuh si gadis seksi yang menghimpit tubuh bosnya.

“Sial!! Cepat cari keparat itu, habisi dia!!” perintah si pemimpin pengawal dan di angguki lainnya.

Pemimpin itu pun gegas bertindak, ikut mencari sekilas di lokasi kejadian setelah menghubungi seseorang menggunakan gawainya. Lalu, memerintahkan anak buahnya untuk mengangkat jasad bos mereka ke tempat yang aman.

“Sial!! Kemana si brengsek itu?” pikirnya heran.

Di jalanan gang yang cukup sepi. Di tengah hebohnya para pengawal mencari sosok pembunuh bos besar mereka. Seorang gadis, berparas cantik dan juga menawan, tengah berjalan dengan anggun di gang tersebut.

Tepat saat gadis itu melewati rumah mewah. Pintu gerbang terbuka lebar, terlihat beberapa pengawal berlarian keluar dengan wajah panik. Mereka juga tampak kebingungan mencari-cari sesuatu yang sudah pasti tidak akan mereka temui dengan mudah.

Gadis cantik itu sampai di penghujung rumah tersebut. Sebelumnya bersilang dengan beberapa pengawal yang sedang menyitari rumah mewah itu, tanpa berhenti sedikitpun. Mereka mengumpat sejadi-jadinya.

Gadis itu pun berhenti sejenak dan memutar badannya setelah memastikan tiada pengawal di dekatnya. Matanya tajam, lalu menarik sudut bibirnya membentuk senyuman sinis yang terpancar dibibir manisnya. 

“Bang!!” ucapnya mengarahkan pistol ke arah beberapa pengawal yang membelakanginya. Dan kembali melangkah pergi.

****

Di tempat lain, di sebuah sekolah besar yang dikenal dengan nama Martin Intrenational High School. Terlihat beberapa remaja berseragam, berlarian di luar sekolah. Mereka sekuat tenaga hendak mencapai sekolah mereka. Di kejauhan, tampak dengan jelas pagar perlahan-lahan tertutup, banyak siswa yang terkurung di luar pagar, tidak peduli jika mereka sudah berjuang hingga nafas mereka berhembus tidak beraturan.

“Pak, buka pintunya dong,” rayu beberapa siswi yang nafasnya sudah mulai teratur.

“Seenaknya saja minta dibukain pintu. Kalian telat, mengerti!!” jawab bapak-bapak berseragam satpam dengan tegas dan sedikit menyombong.

Seorang siswi yang baru saja datang dengan gaya angkuh, membelah para siswa yang berdiri di depan pagar. Dia pun menatap pria di depannya dengan santai.

“Pak Retno. Buka pintunya,” ucapnya dengan mengibaskan tangannya.

Namun, sayang. Sang empu nama tersenyum sinis menatap kesombongan si gadis yang dimatanya tidak berguna. Meski dia sendiri tahu, dengan siapa dirinya berhadapan. Putri dari salah satu pengusaha properti terkaya di Indonesia, yang juga penyumbang rutin di sekolah mereka.

“Nggak akan!!” Pak Retno mendekap tangannya di dada.

Kesya sadar jika Retno adalah salah satu guru yang benar-benar tidak takut pada posisi sang ayah di sekolahnya. Dia pun berdehem beberapa kali, lalu menatap pria di depannya dengan tatapan menggoda. Bibir merah mudanya dimajukan sedikit, agar dirinya terlihat begitu imut.

“Pak Retno, bukain dong pintunya,” rayu Kesya dan mengedipkan matanya, berharap pria itu akan tergoda olehnya.

Sayang, Retno sama sekali tidak tergoda olehnya. Dia menunduk dan tersenyum sinis, meremehkan rayuan itu.

“Eh Kesya. Kamu pikir saya tergoda? Kamu pikir bisa merayu saya? Saya bukan lelaki gampangan yang bisa dirayu. Dan saya juga bukan guru yang mudah kamu atur dengan uang. Paham?” jawab Retno menatap tajam Kesya yang menggerutu.

Diam sesaat, tidak ada yang berbicara sedikitpun, hingga Retno kembali bersuara.

“Seharusnya kamu itu ngaca, kamu dan geng kamu sering telat. Kalau dengan guru lain, oke, kamu bisa berkuasa. Tapi tidak dengan saya. Lihat tuh baju seragam yang kamu pakai, juga awur-awuran. Lihat juga tuh, rok kamu kependekan, bandingkan dengan teman-teman kamu yang lain. Perbaiki cepat, kalian juga,” bentak pak Retno. 

Kesya menarik nafas panjang. Begitu juga teman satu gengnya. Mereka mulai menurunkan rok mereka perlahan. Andai mereka tahu hari ini adalah jadwal piket Retno, mereka mungkin akan bersegera untuk ke sekolah. Mereka lebih baik belajar, daripada harus mendengar omelan guru yang satu itu.

Dari kejauhan, mata Retno melihat seorang siswi tengah susah payah berlari menuju gerbang. Sadar siapa siswi cantik itu, pria itu tersenyum bahagia.

Cindy berlari sekencang mungkin menuju gerbang. Tubuh mungilnya terus berguncang, rambutnya yang terkuncir, terbang ke sana kemari. Nafasnya tersengal. Namun, tidak dia pedulikan, yang penting tujuannya saat ini adalah gerbang sekolah.

“Huh, hah. Ayo Cindy, kamu harus lebih cepat lagi,” ucapnya menyemangati diri.

 “Oke. Karena sekarang saya sedang berbaik hati pada kalian semua. Kalian boleh masuk, dan saya akan hukum kalian lebih dulu. Tapi ingat!! Lain kali jangan ada yang terlambat. Kalau tidak, saya langsung usir kalian. Paham,” ucap pak Retno tiba-tiba.

“Paham!!” jawab para siswa kompak.

Kesya mengernyitkan keningnya, mendadak Retno menjadi baik. Padahal, sedari tadi para siswa merayu dan memohon, tiada satupun yang didengar permintaannya. Termasuk dirinya. Namun, mengapa sekarang mendadak dia berubah.

Sadar, perubahan sikap Retno karena ada yang mempengaruhi. Kesya melihat sekelilingnya. Dia tersenyum sinis.

“Pantesan. Cintanya ternyata telat!!” pikir Kesya kemudian.

“Ayo, Pak. Buka pintunya,” perintah Retno kemudian. Diiringi anggukan satpam yang bertugas. 

Semua siswa pun berbondong-bondong masuk, Cindy yang baru sampai itu pun dapat bernafas lega karena dia akhirnya bisa masuk meski telat.

“Cindy, kenapa terlambat? Tumben sekali,” tanya Retno lembut menatap wajah cantik siswinya.

“Mmm, maaf, Pak. Saya hari ini telat bangun, makanya telat juga ke sekolah. Sekali lagi saya minta maaf, Pak.” Cindy menjawab dengan polosnya sembari membungkukkan setengah badannya. Menunjukkan rasa hormatnya kepada gurunya yang tergolong masih sangat muda.

“Ya udah. Lain kali, kamu jangan terlambat yah. Sekarang kamu terima hukumannya yah. Kamu ambil tong sampah itu, kamu masukkan sampah yang sudah dikumpulkan teman kamu di ujung sana. Habis itu kamu boleh masuk,” tunjuk Retno sembari mengarahkan siswi yang dia sukai itu.

“Baik, Pak,” jawabnya kemudian berlari kecil.

Retno tersenyum senang. Betapa imutnya Cindy dimatanya sekarang, dengan wajah yang lugu, serta gayanya yang manja. Membuat Retno begitu tergila-gila pada siswinya.

“Ahh, andai sudah selesai sekolahnya. Sudah kunikahi kamu, Cin,” ucapnya lalu melangkah ke arah kerumunan siswanya yang tengah dihukum.

Sementara itu, dari kejauhan, Kesya meremas buku tangannya. Geram dengan Cindy yang sukses menaklukkan Retno, hingga gurunya itu begitu tergila-gila.

“Awas saja kamu, Cin.” Kesya membatin.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status