Share

Bab 8 : Pahlawan Cindy

Cindy panik kala pekerjaannya yang baru saja diselesaikan, justru kembali dikacaukan teman-teman kelasnya. Dia gegas menuju Kesya, untuk menghentikan kekacauan yang diperbuat mereka. Dia takut jika buk Wina nantinya marah padanya, hingga membuat dirinya harus kehilangan pekerjaan yang menggantungkan kehidupannya. 

"Stop, stop, hentikan semuanya. Kalian tidak boleh mengobrak-abriknya. Tolong, jangan seenaknya di sini." Cindy berteriak mencoba menghentikan. 

Namun, sayang, mereka yang memang sengaja berbuat demikian. Mengabaikan ucapan, dan larangan dari Cindy. Justru mereka semakin menjadi-jadi dengan kelakuan mereka. 

Cindy menguatkan dirinya untuk berani melawan mereka, dia memegang tangan Kesya. 

"Kesya, cukup. Hentikan semua ini," teriak Cindy. 

Sang empu nama seketika menghentikan kegiatannya. Dia melihat ada tangan mencengkram pergelangan tangannya. Lalu, mengalihkan pandangannya pada si gadis yang memegang tangannya itu. 

"Kamu bilang apa tadi?" tanya Kesya mendekati menatap Cindy tajam. 

"Kamu mau mati, hah?" teriaknya kemudian mendorong tubuh mungil gadis itu, hingga terdorong beberapa langkah. 

Cindy bergetar hebat, rasa cemas menggerogoti hatinya saat ini. Kesya marah padanya, gadis itu selangkah mendekatinya. Dan selangkah pula, Cindy mundur menjauh. 

Nada dan Tahnia menghentikan aktivitasnya, menonton dengan takjub pertunjukan indah di depan mereka. Senyum menyeringai terlihat jelas di raut wajah keduanya, kala Kesya mulai kembali menampakkan taringnya, hingga Cindy diam tidak mampu melawan. 

Cindy menelan ludahnya susah payah. Seketika bayangan saat dulu dia pernah disiksa Kesya dan kedua temannya melintas diingatannya. Kini, dia membayangkan hal buruk akan menimpa dirinya karena berani berteriak pada Kesya. 

"Kamu mau mati, hah? Kamu berani membentak aku, hah?" teriak Kesya menggelegar. 

Cindy menggeleng, air mata meluncur deras di kedua sisi matanya. Dia benar-benar takut saat ini. 

"Kak, Kak Nindy, tolong Cindy kak. Pa, Ma, Cindy takut," ucapnya dalam hati. Berharap ada yang akan menyelamatkannya dari singa yang siap menerkamnya.

Mata Kesya membelalak menatap Cindy yang ketakutan, mulutnya seolah-olah hendak mengoyak dan melumat habis tubuh gadis malang itu. Sementara mangsanya, mulutnya komat kamit, melantunkan do'a berharap bantuan datang entah darimanapun itu. 

Cindy terhenti, dia menoleh ke belakang. Betap frustasinya dia karena tidak lagi bisa memundurkan langkahnya. Tubuhnya membentur di jendela kaca toko. Dia hanya bisa pasrah pada apa yang akan dilakukan Kesya terhadap dirinya. Sembari berdoa agar ada yang mendengar atau melihatnya disakiti nanti oleh ketiga singa ganas itu. 

"Cindy, Cindy. Udah berani lo sama gue. Udah mulai kurang ajar yah sekarang sama gue, ck ck," ucapnya terkekeh, melihat Cindy berdiri ketakutan.

Kesya pun menarik nafas panjang, lalu tersenyum dan hendak melayangkan tangannya menampar wajah Cindy yang berani mengusik kesenangannya. 

"Heii. Stop!!" teriak seorang pria dari luar. 

Kesya sadar ada sosok manusia lagi yang mengganggu kesenangannya. Dia pun geram, dan menengok kedua sahabatnya yang terdiam tak berkutik.

"Kenapa kalian?" tanya Kesya heran, melihat Tania dan Nada.

Kesya mengalihkan pandangannya keluar, terlihat Retno yang turun dari mobilnya. Gadis itu terkejut mengapa tiba-tiba guru mereka itu muncul di sana. 

"Eeh,, sial!" umpatnya kesal.

Lagi dan lagi, kehadiran Retno disaat mereka hendak menyakiti Cindy, menjadi pahlawan untuk gadis itu, yang dari wajahnya terlihat memang merasa lega melihat kedatangan gurunya. 

"Apa Pak Retno ngikutin kita dari tadi?" tanya Nada penasaran. 

Tiada yang merespon ucapannya, mereka fokus menatap kehadiran Retno. Pria bertubuh atletis itu telah berdiri di depan pintu, berkacak pinggang menatap murid-murid bandelnya. 

"Kalian semua ngapain disini?" tanyanya dengan suara lantang, menggema ke seluruh sudut ruangan.

Tidak ada satupun yang menjawab. Retno pun mengalihkan pandangannya, menatap Kesya yang berada di dekat Cindy. Dia memicingkan matanya, memastikan sisiwi yang dicintainya masih dalam keadaan aman. 

"Saya tanya ngapain kalian di sini? Kalian tuli, hah?" Retno meninggikan suaranya. 

"Ka-kami di sini belanja kok, Pak. Iya kan Cindy," jawab Tania sedikit gugup. 

"Iya, kami di sini buat belanja lah, apalagi di sini ada Cindy, teman kami. Masa kami belanja ke tempat yang lain. Iya kan, Cin," jawab Kesya, sembari mengedipkan matanya, menatap horor Cindy yang diam ketakutan. 

"Awas saja kamu ngadu. Mampus lo," bisik Kesya kemudian, mengancam Cindy yang menunduk takut. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status